Bai' Najasyi, Strategi Jual-Beli yang Dilarang Dalam Islam
foto: time.astrosage.com

Jual beli pada dasarnya adalah aktivitas muamalah yang hukum dasarnya adalah (mubah) boleh dilakukan siapa pun dengan strategi apa pun.

Hal itu sebagaimana dalam kaidah fikih disebutkan, “Hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.

Namun, ada beberapa jual beli yang dilarang dalam Islam, salah satunya adalah bai’ najasyi.

Pada umumnya kita mengenal praktik bai’ najasy dalam transaksi akad-akad tradisional maupun modern, tak terkecuali dalam jual beli di pasar hewan tradisional.

Tulisan ini bertujuan memberikan rambu-rambu, terlebih saat ini sedang puncak-puncaknya jual beli hewan kurban menjelang Hari Raya Idul Adha.

Jangan sampai pengadaan hewan kurban menjadi tidak berkah karena dalam jual-beli hewan kurban dilakukan dengan cara yang tidak benar, baik oleh penjual maupun pembeli.

Lantas apa yang dimaksud bai najasyi? kenapa dilarang?

Pengertian Bai’ Najasyi

Bai’ najasy sering kali didefinisikan sebagai jual beli dengan provokasi harga lewat rekayasa permintaan.

Dalam definisi yang lain Bai’ najasy (rekayasa pasar dalam demand), yaitu bila seorang produsen (pembeli) menciptakan permintaan palsu.

Seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk, sehingga harga jual produk itu naik.

Menurut syara’, bai’ najasy merupakan upaya menaikkan harga barang dagangan (pump and dump) oleh orang yang sebenarnya tidak menghendaki membeli barang tersebut dengan tujuan agar orang lain masuk dalam perangkapnya.

Itulah sebabnya, tindakan itu dikenal dengan istilah najasy, karena pihak yang berperan selaku penawar palsu (najisy) ini berperan dalam menambahkan daya pikat terhadap barang dagangan. (Fathu al-Bari Syarah Shahih Bukhari li Ibn Hajar al-Asqalani, juz 4, halaman 416)

Dalam kajian fikih klasik, rekayasa ini misalnya adalah ada seorang pedagang yang memiliki 4 orang anak buah. Keempatnya diminta untuk berpura-pura melakukan penawaran terhadap barang yang dijual oleh seorang penjual.

Tujuannya, agar masyarakat yang melihat menjadi tertarik untuk ikut nimbrung di lapak mereka, kemudian terjaring melakukan praktik transaksi pembelian.

Kaitannya dalam akad jual-beli hewan, bai’ najasyi terjadi ketika penjual sengaja meminta orang lain (keluarga, saudara atau teman) untuk berpura-pura melakukan penawaran dengan harga yang tidak semestinya.

Semisal seekor kambing dengan harga jual 3 juta direkayasa dengan penawaran palsu menjadi 4 juta dengan tujuan agar calon pembeli lain ikut terjaring dan harga hewan tersebut naik.

Hukum Bai’ Najasyi Menurut Syariat Islam

Bai’ najasy hukumnya diharamkan dalam Islam sesuai dengan hadis dari Abi Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Jangan melakukan talaqqi rukban, jangan membeli sesuatu yang sudah dibeli saudaranya, jangan melakukan jual beli najasy, jangan melakukan hadir li bad, jangan melakukan tashriyatul ghanam.” (HR. Abi Hurairah RA.)

Kemudian hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma:
نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن النجش

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang praktik jual beli najasy.” (HR Bukhari, nomor hadits 2.035).

Kedua hadis di atas menegaskan bahwa transaksi dan praktik bai’ najasy dilarang dalam Islam. Maksud larangan tersebut adalah haram.

Karena berdampak negatif (mafsadah) terhadap pasar dan masyarakat secara luas yang itu bertentangan dengan prinsip dasar fiqih muamalah.

Kesimpulan

1. Transaksi ba’i najasy itu jelas dilarang dan tidak diperbolehkan. Dasar pelarangan ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari serta hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA.

2. Transaksi najasy diharamkan karena si penjual bersekongkol dengan orang lain untuk memuji barangnya atau menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik untuk membeli.

Si penawar sendiri tidak bermaksud untuk benar-benar membeli barang tersebut. Ia hanya ingin menipu orang lain yang benar-benar ingin membeli.

Sehingga di dalamnya terdapat unsur penipuan dan manipulasi seperti bertujuan untuk memberi kesan kepada pasar seolah-olah terdapat permintaan/penawaran yang tinggi, sehingga pasar terpengaruh untuk membeli/ menjual.

Wallahu a’lam bish-shawab. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini