Para nabi dan rasul menjadi percontohan dalam keikhlasan ketika menyebarkan dakwah profetik. Mereka tidak tergiur oleh gemerlap duniawi tetapi semata-mata ingin mendapatkan kemuliaan dari rabbul alamin.
Tugas mereka mengingatkan agar manusia tidak terpengaruh kenikmatan dan keindahan dunia yang fana hingga terlalaikan kehidupan akhirat.
Hal ini berimplikasi buruk sehingga condong berbuat menyimpang dan terlalaikan untuk melakukan kebaikan.
Orang yang melupakan kehidupan akhirat, sementara dikaruniai kekayaan, cenderung berperilaku buruk, hingga tersebar berbagai kerusakan di muka bumi ini.
Di tengah kerusakan ini, nabi diutus dengan penuh keikhlasan guna mengajak manusia kembali ke jalan yang benar.
Ikhlas Berdakwah
Fokus pada akhirat mendorong para nabi dan rasul untuk mendekati dan mengingatkan orang yang terkungkung dalam kehidupan dunia.
Orang yang fokus menikmati dunia umumnya disebabkan melupakan kebesaran Allah. Hal inilah yang mendorong untuk berperilaku menyimpang hingga merusak tatanan kehidupan.
Perjuangan yang begitu gigih mendapat serangan balik dengan tuduhan mencari popularitas dan kekayaan duniawi.
Atas tuduhan itu, para utusan ingin meyakinkan dirinya dengan menunjukkan bukti bahwa kinerjanya semata-mata untuk memperjuangkan ide mulia bukan ide duniawi yang sangat rendah.
Mereka berdakwah semata-mata mengharap imbalan dari Allah semata. Hal ini sebagaimana dinarasikan Allah sebagaimana firman-Nya:
وَمَاۤ اَسْـئَـلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍ ۚ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلٰى رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
“Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu; imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam.” (QS. Asy-Syu’ara’ : 127)
Apa yang dialami Nabi Muhammad ketika berdakwah di Makkah dituduh menumpuk duniawi, sehingga orang-orang Quraisy menawarkan harta dan kekayaan pada beliau.
Mereka menuduh demikian karena memotret seperti dirinya yang hidup berorientasi menumpuk harta dan kekayaan.
Abu Jahal dan kawan-kawannya menuduh Nabi bahwa dakwah yang diembannya menyimpan niat yang rendah, yakni menumpuk kekayaan. Mereka pun menawarkan harta kekayaan dan menyiapkan wanita-wanita terbaik untuk Nabi Muhammad namun beliau menolaknya.
Utusan Allah yang membawa risalah yang mulia tidak bisa ditundukkan dengan harta dan kekayaan dunia yang memang tidak setara dengan orientasi akhirat.
Oleh karenanya, orang-orang yang menentangnya tidak bisa melemahkan mental para utusan Allah gelimang harta dan kemewahan dunia.
Orang-orang yang menentang ajaran rasul, umumnya hidup dalam kemewahan, sehingga mereka mengisi hidup bersenang-senang, dan menolak ketika diajak untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk dibagi kepada mereka yang hidup serba kekurangan.
Kemewahan hidup dengan berbagai fasilitas mewah membutakan hatinya dan menutup pintu petunjuk untuk tetapi hidup dalam kemewahan dan bergelimang harta dan dan kesenangan hidup.
Mereka hidup untuk menikmati berbagai kemewahan dengan membangun rumah dan istana kecuali hanya sebagai gaya hidup. Hal ini dinarasikan dengan baik sebagaimana dalam Alquran sebagai berikut :
اَتَبْنُوْنَ بِكُلِّ رِيْعٍ اٰيَةً تَعْبَثُوْن
َ وَ تَتَّخِذُوْنَ مَصَا نِعَ لَعَلَّكُمْ تَخْلُدُوْنَ
“Apakah kamu mendirikan istana-istana pada setiap tanah yang tinggi untuk kemegahan tanpa ditempati, dan kamu membuat benteng-benteng dengan harapan kamu hidup kekal?” (QS. Asy-Syu’ara’ : 128-129)
Kaum-kaum terdahulu diberi kekayaan dan kekuatan tetapi hanya dimanfaatkan untuk hidup bersenang-senang dan berfoya-foya serta menghabiskan waktu secara sia-sia.
Mereka mengira bahwa kehidupannya akan kekal dan tak akan mengalami mati. Ketidakpercayaan pada hidup sesudah mati membut pola hidup mereka tidak terdorong untuk menjadikan kekayaannya lebih bermanfaat bagi orang lain.
Kekejaman Hidup
Manusia yang berorientasi kehidupan dunia umumnya sangat mencintai dunia. Mencintai dunia secara berlebihan itu hingga berbuat kejam terhadap orang lain yang dipandang mengganggu kepentingannya.
Mereka yang berkecukupan dalam hidup, menindas orang lain secara bengis. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَاِ ذَا بَطَشْتُمْ بَطَشْتُمْ جَبَّا رِيْنَ
“Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu lakukan secara kejam dan bengis.” (QS. Asy-Syu’ara’ : 130)
Seorang majikan yang kaya mereka bertindak bengis di antaranya, tidak memberi makan kepada pembantunya sebagaimana yang mereka makan.
Kalau mereka makan daging dan lauk yang nikmat-lezat, maka pembantunya tidak makan daging yang dimasaknya. Mereka makan makanan lain yang berbeda dengan makanan majikannya, dan tentu dengan makanan yang lebih rendah kualitasnya.
Mereka bukan hanya tidak memiliki belas kasihan, tetapi juga bertindak melampaui batas. Tidak sedikit di antara orang-orang kaya yang hidup dalam kemewahan banyak belepotan darah dan menebar kesengsaraan bagi orang lain.tidak hanya itu, mereka memerintahkan orang lain untuk berbuat kerusakan.
Hal ini tentu perbuatan yang melampaui batas. Allah mendeskripsikan hal itu sebagaimana firman-Nya :
وَلَا تُطِيْعُوْۤا اَمْرَ الْمُسْرِفِيْنَ
“dan janganlah kamu menaati perintah orang-orang yang melampaui batas,” (QS. Asy-Syu’ara’ : 151)
Kekayaan dan pengaruh yang mereka miliki justru dimanfaatkan untuk mengancam kepentingan orang lain dan menebarkan kerusakan.
Tidak sedikit pun harta yang mereka miliki untuk kebaikan bersama, tetapi justru untuk menciptakan kerusakan dan keonaran. Hal ini sebagaimana Allah paparkan dalam Alquran berikut:
:الَّذِيْنَ يُفْسِدُوْنَ فِى الْاَ رْضِ وَ لَا يُصْلِحُوْنَ
“yang berbuat kerusakan di bumi dan tidak mengadakan perbaikan.” (QS. Asy-Syu’ara’ : 152)
Tidak sedikit perilaku jahat dilakukan oleh mereka yang bergelimang dalam kekayaan.
Dengan kekayaannya, mereka memanfaatkan pengikut dan pendukungnya untuk menopang dirinya sebagai orang yang berpengaruh.
Hal ini berbeda dengan para utusan Allah, dimana mereka diutus untuk memperbaik akhlak manusia, dan mereka memberi keteladanan dalam berdakwah, yakni berbuat sungguh-sungguh dan ikhlas dalam berdakwah.
Itulah keikhlasan dalam mendakwahkan nilai-nilai profetik tanpa tergoda dalam menikmati kemewahan di dunia. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News