Alquran berulang kali melarang manusia menduakan Allah dengan tuhan yang lain. Bukannya berkurang, namun justru kesyirikan semakin berkembang.
Alquran juga memberikan perumpamaan yang mudah agar manusia meninggalkan dosa terbesar itu. Alih-alih menyusut, tetapi justru semakin menjamur.
Perbudakan kontra profetik itu semakin hari semakin bervariasi sehingga Allah pun memberi permisalahan yang lebih konkret.
Dikatakan kontra profetik, karena arus yang melakukan kesyirikan semakin besar dan massif.
Alquran berulang kali menyebutkan untuk menjauhi perbuatan syirik dikarenakan perbuatan ini merupakan kejahatan paling besar di hadapan Allah, dan Allah pun meminta kepada hamba-hamba-Nya untuk mengadakan perjalanan ke berbagai penjuru negeri untuk mengamati akhir perjalanan hidup orang yang berbuat syirik Ini.
Syirik Perbudakan
Alquran mengajak manusia untuk mengagungkan Allah dan mengerdilkan peran selain-Nya. Alquran juga memberi peringatan dan mengancam kepada manusia yang menduakan Allah dengan makhluk.
Bahkan, Alquran memberi ganjaran yang amat besar bagi siapa pun yang mengagungkan Allah. Namun sedikit sekali yang menyadari hal itu.
Sedemikian bahaya dosa itu, hingga Allah memberi perumpamaan yang mudah dipahami oleh manusia. Orang yang melakukan kesyirikan diibaratkan dengan seseorang yang bekerja dan mengikat kesepakatan dengan seorang majikan.
Majikan ini membayar penuh kepadanya. Majikan ini memberikan makan, tempat tinggal serta gaji yang cukup memadai, dengan persyaratan bekerja di rumah majikan seharian.
Namun secara sepihak, pembantu ini bekerja pula dengan majikan lain tanpa sepengetahuan majikan yang telah memberikan upah kepadanya.
Pembantu ini jelas melakukan pengkhianatan karena bekerja untuk dua majikan. Majikan pertama dikhianati karena pembantu itu bekerja di luar rumah untuk mengabdi kepada majikan lain, sementara dia terikat kontrak dengan majikan lain.
Perbuatan pembantu ini jelas melanggar kesepakatan. Dia telah mengkhianati majikannya dengan bekerja pada orang lain guna mendapat upah yang lain.
Pembantu seperti inilah yang disebut Alquran sebagai orang yang menduakan hatinya. Loyalitasnya terbagi dua sehingga dia tidak lagi fokus dan mengabdi kepada majikan yang sebenarnya. Inilah permisalahan yang dinarasikan Alquran sebagai berikut:
ضَرَبَ لَكُمْ مَّثَلًا مِّنْ اَنْفُسِكُمْ ۗ هَلْ لَّكُمْ مِّنْ مَّا مَلَـكَتْ اَيْمَا نُكُمْ مِّنْ شُرَكَآءَ فِيْ مَا رَزَقْنٰكُمْ فَاَ نْتُمْ فِيْهِ سَوَآءٌ تَخَا فُوْنَهُمْ كَخِيْفَتِكُمْ اَنْفُسَكُمْ ۗ كَذٰلِكَ نُفَصِّلُ الْاٰ يٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ
“Dia membuat perumpamaan bagimu dari dirimu sendiri. Apakah (kamu rela jika) ada di antara hamba sahaya yang kamu miliki, menjadi sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu, sehingga kamu menjadi setara dengan mereka dalam hal ini, lalu kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada sesamamu. Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengerti.” (QS. Ar-Rum : 28)
Perbuatan penbantu ini telah menduakan hatinya dengan memberikan loyalitas kepada dua orang yang berbeda. Perbuatan ini jelas terlaknat dan akan menerima resiko berat karena telah melakukan pengkhianatan secara terang-terangan.
Mengasah Daya Kritis
Agar manusia semakin yakin dampak buruk kepada perbuatan syirik, manusia diminta mengasah daya kritisnya, dengan mengamati dan menyaksikan akhir kehidupan orang yang menyimpang dari penyembahan kepada selain Allah.
Allah sampai memerintahkan kepada manusia untuk berkeliling dunia untuk mengamati akhir kehidupan orang yang berbuat syirik.
قُلْ سِيْرُوْا فِى الْاَ رْضِ فَا نْظُرُوْا كَيْفَ كَا نَ عَا قِبَةُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلُ ۗ كَا نَ اَكْثَرُهُمْ مُّشْرِكِيْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang menyekutukan (Allah).”” (QS. Ar-Rum : 42)
Allah pun menegaskan bahwa perbuatan meninggalkan syirik merupakan kebaikan yang mendatangkan keuntungan sementara melakukan kesyirikan justru mendatangkan kebinasaan.
Akhir perjalanan sejarah kaum yang melakukan pembangkangan kepada Allah sangat jelas. Bagaimana kaum Nabi Nuh yang ditenggelamkan hingga tak tersisa karena mereka mengagungkan dan menyembah kepada patung-patung orang-orang saleh.
Demikian pula kaum Nabi Hud dan Nabi Shalih yang berani membangkang kepada utusan Allah dengan dihempaskan dengan angin dan gempa tanpa meninggalkan sisa satu pun.
Demikian pula Fir’aun dan bala tentaranya yang melakukan pendustaan dan pembangkangan secara terang-terngan kepada Nabi Musa, sehingga Allah menenggelamkan mereka ke dalam laut Nil.
Berbagai contoh manusia pembangkang telah Allah tunjukkan agar kita menyadari bahwa perbuatan menduakan Allah akan berakhir tragis.
Manusia akhir zaman ini seharusnya lebih cerdas dalam bertauhid dan fokus menyembah hanya kepada Allah.
Kerusakan yang terjadi di negeri-negeri muslim saat ini, karena loyalitas mereka tergadaikan. Dianjurkan untuk menerapkan hukum Allah tetapi justru berpaling dan mencari hukum yang lebih sesuai dengan keinginan dan kepentingannya.
Ketika peringatan Alquran tak diperhatikan sehingga terjadi berbagai macam penindasan kepada manusia.
Menyia-nyiakan amanah dan menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan sesaat, bahkan berani menghilangkan hak dan nyawa orang lain demi kekuasaan.
Semua itu disebabkan oleh hilangnya daya kritis serta nihilnya loyalitas kepada Allah. Loyalitasnya tergadaikan untuk mengabdi kepada hawa nafsunya senidiri.
Ketika loyalitas kepada Allah tersingkirkan, maka bebas untuk melakukan berbagai perilaku yang rusak. Ketika loyalitas kepada Allah terhapus, sama saja menghalalkan perilaku menyimpang.
Seolah mereka yakin bahwa Allah tidak akan meminta pertanggung jawaban atas perilakunya. Padahal Allah akan mempertanyakan seluruh perbuatan manusia ketika di dunia.
Allah akan membalas surga ketika hamba-Nya berbuat baik, dan mengganjar neraka ketika berbuat buruk dan nista. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News