*) Oleh: Muhammad Roissudin, M. Pd
Anggota Majelis Tabligh PWM Jatim
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا . مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ . وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
Ma’asyiral muslimin rohimakumullah,
Waktu berjalan demikian cepat. Seakan tak terasa ketika detik berganti, menit berlalu, jam demi jam kita lewati. Maka hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tidak terasa kita telah memasuki Tahun 2022
Marilah kita senantiasa menjadi muslim yang bijak dalam menunaikan segala aktivitas sehingga waktu yang berlalu menjadi sebuah ikhtiar bernilai Ibadah, senantiasa pandai bermuhasabah, menghitung apakah aktivitas kita bernilai pahala ataukah sebaliknya bernilai madharat dan kemaksiatan.
Sebagaimana telah dingatkan Khalifah Umar bin Khattab mengingatkan kepada kita,
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا
“Hitung-hitunglah diri kalian sendiri sebelum kalian dihitung (di akhirat nanti).”
Meski ada target baru di tahun mendatang sebagai resolusi hidup, sesungguhnya muhasabah bagi seorang muslim tak perlu menunggu pergantian tahun. Muhasabah adalah keniscayaan bagi orang-orang yang beriman. Dalam berbagai kesempatan.
Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr: 18)
Seluruh ulama mufassirin sepakat bahwa ghad pada ayat ini maksudnya adalah akhirat. Sehingga muhasabah kita yang paling utama adalah terkait dengan apa yang sudah kita lakukan untuk akhirat nanti. Apa yang kita persiapkan untuk hidup setelah mati.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan, muslim yang cerdas adalah muslim yang paling sering melakukan muhasabah. Tentang apa yang akan ia siapkan menghadapi hidup setelah mati.
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
“Orang yang cerdas adalah orang yang menyiapkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Dalam hadis yang lain, seorang Anshar pernah bertanya kepada Rasulullah tentang mukmin yang paling cerdas, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ
“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak baik persiapannya menghadapi kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah; hasan)
Maka, inilah resolusi yang lebih utama bagi kita. Lebih penting untuk menjadi agenda lebih dari seluruh target-target dunia. Apalagi ketika kita disadarkan dengan banyaknya kematian yang datang tiba-tiba selama pandemi dua tahun ini.
Masa depan harus menjadi semangat baru (ghiroh) agar lebih baik dari tahun yang lalu. Bukan soal pencapaian target-target duniawi, bertambahnya kekayaan, atau naiknya jabatan. Namun soal memperbaiki kataatan dan meningkatkan ketaqwaan. Sebagai bekal menghadapi kehidupan setelah kematian.
Ma’asyiral muslimin rohimakumullah,
Marilah kita renungkan bagaimana pengarahan Alquran mengenai cita-cita dan bagaimana seharusnya semangat kita dalam mengejarnya. Agar kita mendudukkan tujuan sesuai hakikatnya dan bagaimana kecepatan langkah kita meraihnya.
Sering kali kita terbalik. Dalam mengejar rezeki, karier atau kesuksesan duniawi kita sedemikian bergegas, berbagai daya upaya (full power) kita pertaruhkan demi sebuah prestise.
Namun sebaliknya untuk urusan akhirat dengan santainya (slow response) kita tunaikan. Semisal saat datang panggilan salat jamaah dengan santainya bahkan bermalas-malasan, betapa lambannya kita saat menghimpun bekal untuk menghadap-Nya.
Padahal ketika berbicara tentang upaya meraih rezeki di dunia, Allah menggunakan lafazh famsyuu (فامشوا) yang artinya berjalanlah.
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya…” (QS. Al Mulk: 15)
Ketika berbicara tentang ibadah khususnya salat, Allah menggunakan lafazh fas’au (فاسعوا) yang artinya bersegeralah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Jumu’ah: 9)
Makna fas’au ini bukan berarti kita melangkah tergesa-gesa ke masjid, tetapi maknanya adalah kita berangkat di awal waktu. Lebih pagi lebih baik, tetapi jangan sampai terlambat.
Dan termasuk terlambat ketika khatib sudah naik mimbar sementara kita baru datang.
Berikutnya, ketika berbicara tentang ampunan, Allah menggunakan lafazh wasaari’uu (فاسعوا) yang artinya bersegeralah. Bersegera dengan kecepatan yang lebih tinggi dari fas’au.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133)
Dan ketika berbicara tentang menuju Allah, Dia menggunakan lafazh fafirruu (ففروا) yang menggambarkan kecepatan sekencang-kencangnya.
فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ
“Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (QS. Adz Dzariyat: 50)
Ayat-ayat ini mengingatkan kita untuk memperbaiki diri. Jika selama ini kita mati-matian mengejar rezeki yang telah Dia tentukan hingga melalaikan mengejar cita-cita tertinggi untuk hidup setelah mati, mulai hari ini kita perbaiki.
Kita harus lebih bersemangat dan bergegas dalam beribadah, meraih ridha dan ampunan-Nya. Jangan sampai alasan mencari tambahan penghasilan, kita terlambat salat jamaah. Jangan sampai alasan mengejar jabatan, kita tidak sempat salat sunah.
Maka Resolusi (target baru) 2022, kualitas salat kita harus lebih baik daripada sebelumnya. Jika pada tahun 2021 kita jarang berjamaah, upayakan di tahun 2022 kita lebih rajin berjamaah.
Bahkan berani menargetkan, lima waktu kita berjamaah di masjid, begitu pula dengan salat sunah dan pembiasan membaca Alquran dan sedekah. Kita harus berani menargetkan lebih baik dan berkualitas dari sebelumnya.
Apabila tahun lalu kita masih labil dan emosional dalam menghadapi setiap masalah marilah kita perbaiki kesabaran kita. Baik di rumah maupun di tempat kerja.
Kita perbaiki akhlak kita, lebih sayang kepada sesama manusia. Dan semoga peningkatan ibadah dan amal-amal kebaikan ini menjadi bekal kehidupan setelah kematian dan mendapatkan rida dan surga-Nya. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News