Era Persaingan Bebas, Negara Tak Boleh Biarkan Warga Bertarung Sendirian
Haedar Nashir. foto: muhamadiyah.or.id

Era globalisasi dan keterbukaan meniscayakan pada persaingan tanpa batas. Pemilik modal besar dapat dengan mudah membangun jaringan bisnis di negara lain dan menguasai sektor-sektor strategis nasional seperti kesehatan, pendidikan, dan sumber daya alam.

Melihat tantangan ini, menganggap negara sebagai benteng terakhir untuk melindungi hajat hidup warga negaranya.

Warga Negara tidak boleh dibiarkan bertarung sendirian tanpa ada kehadiran dari negara.

Karenanya, pemerintah diharapkan menghasilkan kebijakan yang berasas pada kepentingan nasional, bukan pada pragmatisme ekonomi semata.

Kita harapkan berbagai perangkat Undang-Undang itu jangan open bar, jangan serba terbuka seluas-luasnya tanpa memikirkan masa depan kekuatan-kekuatan nasional. Ini perintah konstitusi yang harus dihayati sebenarnya.

Jika era globalisasi dan keterbukaan tidak bisa dijadikan alasan untuk memproduksi Undang-Undang (UU) yang justru melemahkan perlindungan terhadap warga negaranya sendiri.

UU harus dibangun dengan penuh pertanggungjawaban di atas fondasi nilai, etika, dan konstitusi nasional.

Maka setiap lembar Rancangan Undang-Undang harus betul-betul seksama karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak.

Tapi kalau masih tutup kuping, semua masukan berlalu begitu saja, ya kita hanya bisa bertahan dengan kekuatan yang kita miliki. Dan selebihnya biar jadi urusan yang di atas (Tuhan).

Sebagai kekuatan masyarakat sipil, pesan-pesan kebangsaan Muhammadiyah menurut Haedar bukanlah berasas pada pamrih tertentu, selain murni untuk kesejahteraan bangsa Indonesia sendiri.

Sebab Muhammadiyah telah merasakan berbagai kesulitan dan kesusahan dalam membangun Indonesia dari pinggiran dan daerah-daerah terpencil.

Komitmen Muhammadiyah dalam memajukan kehidupan bangsa bahkan telah dimulai sebelum Republik Indonesia berdiri.

Sejak tahun 1920-an misalnya, Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Indonesia dan melakukan kerja-kerja kemanusiaan inklusif lewat pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan sosial dengan berbagai kesulitan dan keterbatasan. Kerja-kerja seperti itu terus dilaksanakan hingga sekarang.

Di Pulau Arar, orang harus sekolah ke Sorong pakai perahu. Di sana dulu hanya ada satu SD Inpres warisan Presiden Soeharto.

Setelah reformasi tidak ada tambahan, lalu Aisyiyah masuk membangun TK, Muhammadiyah juga membangun SMP dan SMK. Dan pendidikannya muslim dan non muslim hidup bersahabat dan bersaudara, merasakan betapa kehadiran Muhammadiyah di situ.

Kami merasakan bahwa ketika negara tidak hadir, Muhammadiyah hadir. Maka ketika kami bersuara, tolong jaga kedaulatan Indonesia, tolong jaga dan lindungi kepentingan Indonesia.

Itu bukan karena kepentingan politik sempit. Apalagi politik lima tahunan. Tidak ada terbesit di Muhammadiyah.

Tapi demi masa depan bangsa karena betapa susahnya kita bangun sampai ke pelosok di saat negara belum hadir. Dan kami tidak menghendaki perubahan-perubahan ekstrim.

Dengar masukan-masukan yang rasional, yang objektif. Jangan kafilah berlalu terus.

Bagi warga Muhammadiyah sendiri, saya berpesan untuk tidak pesimistis. Jaringan yang dimiliki dan kepercayaan masyarakat terhadap Muhammadiyah harus dijadikan sebagai kekuatan dari dalam (inner dynamic) dalam bergerak membangun bangsa di tengah gempuran era globalisasi.

Kita tidak boleh kehilangan harapan. Muhammadiyah ini insya Allah kuat karena punya spirit membangun, tanpa berhitung. Membangun tanpa mencari pamrih dan kita punya jaringan. Maka kita terus membangun.

Di sisi lain, dia berpesan agar seluruh jaringan Amal Usaha Muhammadiyah memperkuat taawun dan mewariskan sistem tata kelola modern yang baik dan ideal.

Saya yakin, 125 rumah sakit kita dan 173 Perguruan Tinggi Muhammadiyah termasuk satu di Malaysia dan ribuan sekolah kita lima tahun ke depan terus kita konsolidasi.

Halitu akan jadi kekuatan yang besar dan kekuatan yang besar itu tidak rapuh karena dibangun di atas kemandirian.

Yang paling penting dibangun di atas kemandirian yang terbuka pada sinergi, kerja sama, dan relasi dengan berbagai pihak. Itu Muhammadiyah dan itu cara kita. Maka jaga kemandirian ini. (*)

(Disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir di Milad ke-52 tahun RSIJ Cempaka Putih, 23 Juni 2023)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini