Tauhid dan Nilai Kemanusiaan dalam Ibadah Kurban
Ilustrasi: dreamstime.com
UM Surabaya

Oleh: Roisudin M.Pd
Anggota Majelis Tabligh PWM Jawa Timur

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرْهُ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِي اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهدُ أَنْ لاَ إَلَهَ إِلاّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ وَلآَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ * اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ * اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ * اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ. لاَ اِلَهَ إِلاَّّ اللهُ وَحْدَهُ, صَدَقَ وَعْدَهُ, وَنَصَرَ عَبْدَهُ, وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ َلا شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِينَ وَتَابِعِى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ الله! إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Jamaah Ied rahimakumullah, marilah kita senantiasa memunajatkan Puji Syukur serta menyegarkan kesaksian kita bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad Saw adalah penutup dari para Nabi dan utusan Allah.

Sungguh hanya dengan syahadah yang senantiasa kita segarkan dan selalu bersyukur, insya Allah kita semua dapat menjadi Hamba Allah yang muttaqin.

Pada hari ini, umat Islam sedunia sedang bersama-sama merunut kembali sejarah perjuangan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salaam dan putra tercintanya Nabiyullah Isma’il ‘alaihissalaam dalam berjuang menegakkan akidah dan syari’ah Islam.

Dalam ikhtiar ini, sebagian dari kita ada yang diberi kenikmatan dari Allah untuk dapat menunaikan ibadah haji.

Kepada mereka kita doakan agar sepulang para hujjaj dari Tanah Suci Makkah al-Mukarramah benar-benar menjadi haji yang mabrur.

Sehingga dengan kemabruran haji mereka menjadikan tambahan kekuatan dalam menciptakan ‘izzul Islam wa al-muslimiin (kejayaan Islam dan kejayaan bagi Ummat Islam).

Tentunya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur (negara yang indah dan damai dan penuh dengan ampunan Allah).

Rasulullah Saw sendiri yang bersabda; artinya; “Dan haji yang mabrur itu, tidak ada balasannya kecuali surga.” (H. R. Bukhari–Muslim)

Sebagian di antara umat Islam ada yang hanya mampu melaksanakan ibadah kurban, sebagai ikhtiar mewujudkan ketaatan dan kedekatan kepada Allah, sekaligus sebagai ujud dari kesediaan dalam membina hubungan dengan sesama manusia sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

Dalam firman-Nya yang lain Allah bahkan menegaskan bahwa sejak awal sejarah manusia, tradisi kurban sudah dilaksanakan, yakni ketika diperintahkan kurban itu kepada Qabil dan Habil. Allah berfirman:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil) “Aku pasti membunuhmu.” Habil berkata: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS-Al-Maidah : 27)

Demikian penting makna berkurban maka Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak ada satu sen pun dari uang yang diinfakkan yang keutamaannya melebihi uang yang dipergunakan untuk infak berkurban pada hari (Raya ’id al Adha) ini.”

Sebagian besar di antara umat Islam belum mampu melakukan ibadah kurban apalagi ibadah haji. Namun itu semua tidak akan menghalangi kita untuk meraih cita-cita menjadi orang yang muttaqin, sepanjang tetap bersabar dalam meyakini kebenaran agama Allah.

Yakni, sabar dalam menjalankan segala ketaatan kepada Allah. Dalam segala keadaan tersebut di atas, janganlah kita lupa bahwa sebagian dari saudara-saudara kita, yang jumlahnya bisa mencapai ratusan ribu sedang mengalami musibah bencana, musibah peperangan, dan mencari suaka di negeri orang, penuh dengan penderitaan.

Saudara-saudara kita yang masuk kategori ini bahkan untuk memenuhi kehidupan normal sehari-hari pun mereka tidak mampu.

Kita doakan mereka tetap iklhas dalam menerima musibah, dan tetap berserah diri kepada Allah, ada jaminan kepada orang yang tetap bersabar sebagaimana firman-Nya dalam surat an-Nahl 41-42:

وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا فِى اللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ مَا ظُلِمُوْا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً ۗوَلَاَجْرُ الْاٰخِرَةِ اَكْبَرُۘ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَۙ

الَّذِيْنَ صَبَرُوْا وَعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ

“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui. (Yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan Allah saja mereka bertawakal.”

Jamaah Ied al-Adha rahimakumullah, pada hari mulia ini, mari kita hayati apa hakikat yang terkandung dalam sejarah para Rasul dan Nabi.

Dalam surat ash-Shaaffaat ayat 100-102, Allah Swt. berfirman;”

رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ

100. “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.”

فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ

101. “Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).”

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

102. Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”

Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

Falsafah hidup yang dapat kita petik dari ayat di atas antara lain adalah bahwa dasar pertama dan utama seorang pemimpin termasuk pemimpin dalam rumah tangga agar ditaati adalah kuat dan bersihnya ketauhidan.

Pertama, meskipun Ibrahim ’alaihis salam demikian cintanya kepada Ismail ’alaihis salam yang digambarkan demikian gagah, ganteng dan mempesona namun demikian, atas dasar kecintaan Ibrahim terhadap Allah melebihi cintanya kepada siapapun dan apa pun maka perintah itupun ia sampaikan dan ia laksanakan dengan baik.

Kedua, yang disampaikan Nabi Ibrahim adalah perintah dari Allah, namun karena menyangkut hak hidup seseorang, maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam memberikan kesempatan putranya untuk memahami dengan dialog secara demokratis dan penuh kedamaian serta kesejukan berkomunikasi.

Ketiga, demikian juga Nabi Ismail yang mendapat kabar sangat mengejutkan itu, tetap menomorsatukan ketaatannya kepada Allah, dan tidak ragu sedikit pun untuk menerima dan melaksanakan perintah dalam wahyu itu.

Alangkah indahnya keluarga yang dibangun Nabi Ibrahim. Sekiranya kehidupan keluarga umat Islam dewasa ini dapat meneladani kehidupan keluarga semacam ini, niscaya kekerasan, kejahatan, fitnah, caci maki dan kerusuhan tidak akan lahir dalam lingkungan kehidupan kita.

Perilaku agama akan diujudkan dalam kenyataan: yang tua sangat memikirkan, mencintai kepada yang lebih muda. Sebaliknya yang muda menghormati dan meneladani yang tua.

Allahu Akbar,  Allahu Akbar, Walillaahilhamdu

Berkaca dari aspek kemanusiaan dalam kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, tepat jika pada kesempatan ini kita sampaikan kepada para pembuat peraturan dan kebijakan agar benar-benar memperhatikan aspek kemanusiaan dalam peraturan atau kebijakan.

Bahkan inti dan maksud dari peraturan dan kebijakan seharusnya adalah aspek keamanusiaan itu. sendiri. Ekonomi, politik, hukum, pendidikan dan lain-lain aspek dalam berbangsa dan bernegara hendaknya memberi manfaat dan maslahat bagi nilai-nilai kemanusiaan.

Hal ini untuk memuliakan firman Allah Swt dalam surat al-Isra’ ayat 70;

“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”

Dalam kaitan ini, Ali Ibn Abi Thalib ra, tatkala menduduki singgahsana sebagai Khalifah memberikan tugas harian kepada salah satu Gubernurnya yakni Gubernur Malik Asytar. Dalam perintah harian yang panjang itu Khalifah Ali ra mengatakan:

”Saudaramu ada yakni saudara sesama muslim saudara sesama manusia. Dua-duanya memiliki hak yang harus engkau penuhi…..”.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu.

Jamaah ‘Ied rahimakumullah marilah kita bermunajah dengan khusyuk, percaya bahwa Tuhan itu ada, dan Tuhan itu satu yakni Allah semata, hanya Allah yang dapat mengabulkan segala permohonan kita.

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ الاَحْ

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini