Muslim yang Kuat Lebih Dicintai Allah
Ilustrasi foto: shutterstock

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ، احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ ( رواه مسلم 4816)

Abu Hurairah meriwayatkan, katanya: Rasulullah Saw bersabda: “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yang lemah.

Namun, masing-masing juga ada kebaikannya. Karena lakukanlah dengan sungguh-sungguh apa yang bemanfaat bagimu, dan mintalah bantuan kepada Allah, jangan kamu merasa tidak berdaya.

Dan jika kamu mendapat musibah, maka janganlah mengatakan “Seandainya tadi itu aku berbuat begini dan begini”, tetapi katakanlah: “Takdir Allah sudah terjadi, sedang apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi”. Karena kata “berandai-andai” itu membuka perbuatan setan.” (HR Muslim).

Hadis yang redaksinya sama dengan ini, diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad dalam musnad-nya dan Imam Ibnu Majah dalam Sunan di bab al-Qadar dan al-Yaqin 1/87.

Hadis ini meski pun bernada berita, tetapi bermakna perintah. Dalam al-Qawaidul Ushuliyah disebut “kalam khabar bima’na al-amr”. Yakni, Nabi Saw menyuruh kaum muslimin menjadi pribadi yang kuat.

Karena pribadi yang kuat itu yang dicintai Allah, akan mendapatkan tempat yang istimewa di sisi Allah, di akhirat kelak. Jangan menjadi muslim yang lemah. Walaupun menjadi muslim yang lemah pun tetap diberi penghargaan oleh Allah karena keimanannya itu. Namun, penghargaannya tidak sebaik orang muslim yang kuat.

Ukuran kekuatan

Karena manusia itu dicipta terdiri dari dua unsur: jasmani dan rohani, fisik dan mental spiritual, maka kekuatan dan kelemahannya diukur dari dua sudut, jasmani dan rohani.

Dari sudut jasmani, pribadi yang kuat yaitu berbadan sehat dan terpenuhinya seluruh kebutuhan hidupnya, bahkan berlebih.

Sedang dari sudut rohani, yaitu keimanan yang tangguh, ibadah yang tekun, berakhlak karimah dan penuh kesabaran atau tahan uji serta optimistis.

Sedang pribadi yang lemah, yaitu pribadi yang sakit-sakitan, keperluan hidupnya pas-pasan, tidak tahan uji dan pesimistis.

Pribadi yang kuat ini amat dicintai Allah, karena dengan kekuatannya itu hampir seluruh perintah Allah dapat dilaksanakan dan larangan-Nya dapat dijauhi.

Berbeda dengan orang yang lemah, tidak semua perintah-Nya dapat dilaksanakan dan larangan-Nya dapat dijauhi.

Itulah yang menyebabkan orang-orang miskin di zaman Nabi Saw cemburu dan iri terhadap orang-orang kaya. Dalam sebuah riwayat diceritakan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَهَذَا حَدِيثُ قُتَيْبَةَ أَنَّ فُقَرَاءَ الْمُهَاجِرِينَ أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلَى وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ، فَقَالَ: وَمَا ذَاكَ، قَالُوا: يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ وَلَا نَتَصَدَّقُ وَيُعْتِقُونَ وَلَا نُعْتِقُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفَلَا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلَّا مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ، قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ مَرَّةً

“Abu Hurairah meriwayatkan dari Qutaibah, katanya: Kaum fuqara’ Muhajirin mendatangi rumah Rasulullah Saw untuk menyampaikan uneg-unegnya. Bahwa orang-orang kaya selalu menduduki derajat yang tinggi (di akhirat) dan kenikmatan yang mantap (di dunia).

Maka Rasulullah Saw bertanya: “Apa yang kalian maksud ?”. Mereka menjawab: Karena mereka itu salat sebagaimana kami juga salat, mereka juga berpuasa sebagaimana kami berpuasa.

Tetapi mereka bisa bersedekah sedang kami tidak bisa, mereka bisa memerdekakan hamba sahaya sedangkan kami tidak bisa.

Lalu Rasulullah Saw menawarkan: “maukah kalian kuajari sesuatu yang jika kalian amalkan, maka kalian akan dapat menyamai orang-orang sebelum kalian, bahkan dengan amalan itu kalian akan dapat mendahului orang-orang sesudah kalian, dan tidak akan ada seorang pun yang dapat mengungguli kalian, kecuali jika dia mengamalkan apa yang kalian amalkan?”

Jawab mereka: Siap, ya Rasulullah. Lalu Rasulullah Saw menjelaskan, yaitu: “Ucapkanlah tasbih, tahmid dan takbir, setiap usai salat (wajib), masing-masing sebanyak 33 kali.”

قَالَ أَبُو صَالِحٍ فَرَجَعَ فُقَرَاءُ الْمُهَاجِرِينَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالُوا: سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الْأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا فَفَعَلُوا مِثْلَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِهِ مَنْ يَشَاءُ ( رواه مسلم )

“Kata Abu Shaleh: Pada satu sa’at fuqara’ muhajirin itu kembali lagi ke rumah Rasulullah Saw, seraya mengatakan: Ya Rasulallah, saudara-saudara kami yang kaya raya itu ternyata juga mengamalkan persis seperti apa yang kami amalkan itu.

Maka jawab beliau: “Ya, sudahlah, itu adalah anugerah Allah yang Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki”. (HR Muslim).

Cara Mencapai Keunggulan

Untuk bisa mencapai keunggulan, baik dari segi fisik maupun mental spiritual, maka dalam hadis di atas dikatakan: “Lakukan dengan serius segala apa yang bemanfaat bagimu dan jangan merasa lemah.”

Atau dengan kata lain: “Lakukan apa yang kiranya bermanfaat bagimu dengan optimal dan optimis, bukan dengan pesimistis.”

Dan jangan lupa minta bantuan kepada Allah, yaitu dengan berdoa dan tetap menjaga iman dan amal saleh, serta makanan yang halal.

Dan jika mendapat musibah, jangan disikapi dengan berandai-andai dan keluhan-keluhan yang tidak berarti. Karena sudah menjadi sunatullah, bahwa hidup ini tidak terlepas dari musibah.

Keluhan akan membawa seseorang berputus asa; dan sikap berputus asa itulah yang selalu dihembuskan oleh setan untuk meruntuhkan keimanan seseorang.

Firman Allah:

وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَئُوسًا. قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلًا

“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia, dia berpaling; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan dia berputus asa. Katakanlah: “Hendaklah setiap orang berbuat sesuai bakat dan kemampuannya masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalan-Nya.” (Qs al-Isra’ 83-84).

Keunggulan Pribadi, Keunggulan Jamaah

Kalau dalam hadis ini, secara pribadi kita diserukan untuk menjadi orang yang unggul fisik maupun mental spiritual, maka keunggulan pribadi ini akan berdampak pada keunggulan jamaah dan masyarakat.

Karena individu adalah anggota masyarakat, sesuai kodrat manusia sebagai makhluk social. Kiranya, tepat apa yang difirmankan Allah dalam Alquran dalam surat al-A’raf ayat 34 dan surat Yunus 49:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; Maka apabila telah datang batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”

Ajal atau batas waktu, yang dimaksud dalam ayat ini adalah masa kejayaan. Yakni setiap umat, termasuk jamaah suatu komunitas dan bangsa, mempunyai batas kejayaan.

Sedang kejayaan itu, dalam Islam, adalah kekuatan fisik dan mental spiritual seperti yang disebutkan di atas. Syauki Beyk dalam syairnya mengatakan:

اِنَّمَا الاُمَمُ اَخْلاَقُ مَا بَقِيَتْ: وَاِنْ هُمُو ذَهَبَتْ اَخْلاَقُهُمْ ذَهَبُوا

“Sesungguhnya bangsa-bangsa itu bergantung pada akhlaknya. Jika akhlaknya hancur, hancurlah bangsa-bangsa itu.” (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini