Ajaran Islam Sangat Memadai untuk Menciptakan Perdamaian Dunia
Abdul Mu'ti (kanan) di Simposium Internasional yang diselenggarakan oleh Institut Kefahaman Islam Malaysia. foto: muhammadiyah.or.id
UM Surabaya

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menjadi panelis dalam Simposium Internasional yang diselenggarakan oleh Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM), Bringham Young University (BYU) Amerika Serikat, UID Sejahtera, dan Seminari Teologi Malaysia, 5-6 Juli 2023.

Seminar ini dibuka langsung oleh Menteri Pendidikan Malaysia, YB Puan Fadhlina binti Sidek.

Berkesempatan di hari pertama, Rabu (5/7/2023), Abdul Mu’ti membawakan materi tentang perspektif Alquran dalam memandang martabat manusia.

Seminar sendiri mengambil tajuk umum Upholding Human Dignity for Peaceful Coexistence (Menjunjung Tinggi Martabat Manusia untuk Hidup Berdampingan secara Damai).

Menurut Mu’ti, usaha mewujudkan perdamaian dunia tidak dapat dipisahkan dari perspektif bagaimana memandang manusia.

Jika martabat manusia dipandang berharga, maka perdamaian akan semakin niscaya.

Pada konteks inilah sumber-sumber utama Islam menurutnya sangat memadai dalam meninggikan martabat manusia.

Dari segi penciptaan hingga eksistensinya selama menjalani kehidupan di bumi, manusia diposisikan sebagai makhluk paling mulia di antara seluruh ciptaan Allah Swt.

Misalnya, manusia disebut sebagai makhluk yang paling baik bentuknya (QS. At-Tin, 95:4), paling unggul di atas semua makhluk (QS. Al-Isra, 17:70), memiliki dimensi jasmani dan rohani (QS. As-Sajdah, 32:7-9) dengan empat fitrah: jasmani (jasmaniah), keagamaan (diniyah), intelektual (aqliah), dan kejiwaan (insaniah/nufusiyah).

Karena keunggulan di atas, nyawa seorang manusia sangat dipandang tinggi dan berharga di dalam Islam.

Surat Al-Maidah ayat 32 bahkan mempertegas dengan pengandaian dua pengandaian: membunuh satu nyawa manusia seakan-akan membunuh seluruh manusia di muka bumi, demikian pula menyelamatkan satu nyawa manusia seakan-akan menyelamatkan kehidupan seluruh manusia di muka bumi.

Selanjutnya dalam tradisi fikih, konsep Islam dalam memuliakan martabat manusia dipertegas dengan prioritas pada urutan lima prinsip tujuan syariat (Maqashid Syariah).

Antara lain, 1) memelihara agama (Hifz al-Din), 2) memelihara jiwa (Hifz al-Nafs), 3) memelihara akal (Hifz al-‘Aql), 4) memelihara keturunan (Hifz al-Nasl), dan 5) memelihara harta (Hifz al-Mal).

Tak cukup memuliakan martabat manusia, menurut Mu’ti, agama Islam juga mengatur perikehidupan manusia yang saling menghargai kemuliaan di antara mereka. Di mata Islam, semua manusia memiliki derajat yang sama di hadapan Tuhan.

“Dalam Islam, semua manusia sama di hadapan Tuhan. Tidak ada supremasi ras, seksual, fisik atau material. Keunggulan manusia tergantung pada kualitas amal saleh (takwa) mereka.

Menghormati orang lain adalah salah satu ajaran mulia Islam. Islam melarang rasisme, diskriminasi, kekerasan, kolonialisme, dan segala macam perbuatan yang tidak menguntungkan,” jelas Mu’ti mengutip Surat An-Nahl ayat 97.

Selain itu banyak ayat Alquran yang memuat larangan bagi manusia untuk berlaku zalim kepada diri sendiri ataupun kepada manusia lainnya.

“Islam melarang segala bentuk pembunuhan, perusakan alam, penculikan, aborsi, perbudakan, bunuh diri dan segala perbuatan berbahaya yang mengancam kelestarian alam dan kehidupan,” kata dia.

Semua ragam perbedaan identitas manusia, sesuai Surat Al-Hujurat ayat 13 menurutnya justru menjadi alat perekat untuk saling mengenal, bukan saling membatasi diri (ekslusivisme).

Jika pandangan Islam yang kaya terkait tingginya martabat manusia ini dielaborasi dan dipahamkan kepada setiap muslim, Mu’ti yakin bahwa perdamaian dunia menjadi lebih mungkin dan niscaya.

“Perdamaian dimungkinkan jika ada jaminan martabat manusia. Hal ini membutuhkan situasi, kebijakan, dan budaya yang kondusif bagi kehidupan manusia, keberlanjutan, keamanan, kemakmuran, kebebasan, dan identitas. Kedamaian juga dimungkinkan dalam lingkungan yang aman dan bersih yang bebas dari polusi dan perusakan alam,” ujar Mu’ti.

Dalam konteks inilah Islam melarang umat manusia untuk berbuat kerusakan (fasad) di muka bumi yang diciptakan Tuhan sebagai planet yang aman,” imbuh dia, seraya mengutip Surat Al-A’raf ayat 56. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini