*) Oleh: Dr. Achmad Zuhdi DH, M.Fil.I.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Timur
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ فَسَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ (رواه مسلم).
“Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Seorang buta (tuna netra) pernah menemui Nabi saw. dan berujar: “Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid.”
Lalu ia meminta keringanan kepada Rasulullah saw. untuk shalat di rumah. Ketika sahabat itu berpaling, beliau kembali bertanya: Apakah engkau mendengar panggilan salat (adzan)? Laki-laki itu menjawab: “Benar”.
Beliau bersabda: Penuhilah seruan tersebut (hadiri shalat (HR. Muslim no. 1044).
Status Hadis
Hadis tersebut dinilai sahih oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim No. 1044. Selain Imam Muslim, yang meriwayatkan hadis tersebut antara lain Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad No. 15941, Imam al-Nasai dalam Sunan al-Nasai al-Kubra No. 923, Imam Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad Ishaq bin Rahawaih No. 313, Imam al-Bayhaqi dalam al-Sunan al-Kubra No. 5143, dan Imam al-Mundziri dalam al-Targhib Wa al-Tarhib No. 625. Syekh al-Albani juga menshahihkan hadis ini (Shahih al-Targhib Wa al-Tarhib, I/103).
Kandungan Hadis
Hadis Riwayat Muslim No. 1044 tersebut menegaskan bahwa salat berjamaah ke masjid itu sangat ditekankan. Bahkan Ibn Ummi Maktum yang tunanetra pun masih diserukan ke masjid selama masih mendengar azan.
Dari sinilah muncul beberapa pendapat mengenai hukum salat berjamaah. Dalam kitab Fatawa al-Azhar, VIII/476, Syekh Athiyah Shaqar menyebutkan ada tiga pendapat di kalangan ulama tentang hukum melaksanakan salat berjamaah:
Pendapat pertama dari Ahmad bin Hanbal bahwa salat berjamaah itu hukumnya wajib ain bagi yang mampu melaksanakannya. Ulama yang setuju dengan pendapat ini adalah Atha’, al-Auza’I, dan Abu Tsaur.
Di kalangan ahli hadis yang sependapat dengan ini adalah Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban sebagaimana pendapat kalangan madzhab Dhahiri yang cenderung berdasarkan dhahir nas.
Dalil yang dijadikan hujjah oleh kelompok ulama ini adalah hadis Riwayat Muslim No. 1044 tersebut di atas dan surat al-Baqarah ayat 43:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk,” (QS. al-Baqarah: 43).
Pendapat kedua dari Imam Malik, Abu Hanifah dan sejumlah ulama Syafi’iyah bahwa salat berjamaah itu hukumnya sunnah muakkadah (sangat ditekankan). Banyak hadis yang dijadikan dalil, di antaranya dua hadis berikut ini:
وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي يُصَلِّيهَا ثُمَّ يَنَامُ
“Dan seseorang yang menunggu salat hingga melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya daripada yang melakukannya (sendirian) kemudian tidur” (HR. al-Bukhari No. 651 dan Muslim No. 1545).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً [رواه البخاري ومسلم]
“Dari Abdullah ibn Umar (diriwayatkan), bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Salat berjamaah lebih utama dibandingkan salat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat”. (HR. al-Bukhari no. 609 dan 610, dan Muslim no. 1036 dan 1039)
Hadis-hadis tersebut menunjukkan keutamaan salat berjamaah dengan akan mendapatkan pahala yang lebih besar, tidak menunjukkan wajibnya.
Pendapat ketiga dari Imam Syafii salah satu dari pendapatnya dan jumhur ulama mutaqaddimin di kalangan mazhab Syafii serta sejumlah ulama mazhab Maliki dan Hanafi bahwa hukum salat berjamaah itu fardhu kifayah bagi muqimin.
Apabila di antara warga penduduk suatu kampung ada yang sudah melakukan salat berjamaah, maka yang lainnya gugur kewajibannya, dan yang lainnya dihukumi sunah.
Dalil yang dipakai oleh kelompok ini adalah mengkompromikan antara dalil-dalil yang dipakai oleh golongan pertama dan golongan kedua.
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid setelah mengkompromikan (al-jam’u wa at-taufiq) terhadap dalil-dalil yang telah dikemukakan oleh tiga golongan tersebut di atas, berpendapat bahwa dalil-dalil tersebut ada yang memberikan tekanan sangat kuat untuk melaksanakan salat berjamaah.
Selain itu juga ada dalil-dalil yang hanya menjelaskan tentang keutamaan-keutamaannya. Dari dua hal tersebut tidak ditemukan dalil yang menunjukkan berdosa bagi orang yang meninggalkan salat jamaah.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa hukum salat berjamaah adalah sunnah muakkadah, sebab tidak ditemukan dalil mengenai ancaman siksa atau dosa bagi orang yang meninggalkannya. (Majalah SM, No.20, 2018).
Keutamaan Salat Berjamaah
1. Mendapatkan cahaya yang sempurna pada Hari Kiamat.
عَنْ بُرَيْدَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « بَشِّرِ الْمَشَّائِينَ فِى الظُّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »
“Dari Buraidah al-Aslami ra. dari Nabi saw. bersabda: “Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang berjalan pada saat gelap menuju masjid, dengan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud No. 561 dan Tirmidzi No. 223). Al-Albani: Hadis sahih.
2. Doanya diaminkan oleh Malaikat.
Dari Sahabat Abi Hurairah RA, Rasulullah saw bersabda:
إِذَا قَالَ الْاءِمَامُ {غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَالضَّالِّيْنَ} فَقُلُوْا آمِيْنَ فَاءِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلَاءِكَةِ غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Jika Imam membaca “Ghairil Maghdluubi Alaihim Wa la dldlaalliin” maka ucapkanlah “Aamiin” karena siapa yang ucapan aminnya bersamaan dengan aamiinnya Malaikat maka dosanya yang telah lalu akan diampuni (HR. Bukhari No: 740).
3. Mendapatkan ganjaran salat malam sepenuh waktunya.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِى جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِى جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ
“Barang siapa yang melakukan salat isya berjamaah, maka dia sama seperti manusia yang melakukan salat setengah malam. Barang siapa yang melakukan salat subuh berjamaah, maka dia sama seperti manusia yang melakukan shalat malam sepanjang waktu malam itu” (HR. Muslim No. 1523).
4. Dibebaskan dari sifat orang munafik.
Salat subuh secara berjamaah adalah salah satu upaya agar bisa terhindar dari terjangkit penyakit kemunafikan. Nabi saw bersabda:
لَيْسَ صَلَاةٌ أَثْقَلَ عَلَى الْمُنَافِقِينَ مِنَ الْفَجْرِ وَالْعِشَاءِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ الْمُؤَذِّنَ فَيُقِيمَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا يَؤُمُّ النَّاسَ ثُمَّ آخُذَ شُعَلًا مِنْ نَارٍ فَأُحَرِّقَ عَلَى مَنْ لَا يَخْرُجُ إِلَى الصَّلَاةِ بَعْدُ
“Tidak ada salat yang lebih berat (dilaksanakan) bagi orang munafik daripada shalat Subuh dan Isya. Seandainya mereka tahu (keutamaan) yang terdapat di dalamnya, niscaya mereka akan melakukannya kendati dengan merangkak.
Sungguh aku telah hendak memerintahkan kepada petugas azan untuk iqamat (Shalat), kemudian aku menyuruh orang untuk mengimami salat, lalu aku mengambil bara api dan membakar (rumah) orang yang belum tidak keluar melaksanakan salat (di masjid).” (HR. Bukhari No. 657).
5. Berpeluang mendapatkan pahala haji atau umrah bila berzikir hingga terbitnya matahari.
Dari Anas ibn Malik ra, Rasulullah saw bersabda:
مَنْ صَلَّى الغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barang siapa yang salat subuh berjamaah kemudian dia duduk berzikir kepada Allah hingga matahari terbit, lantas salat dua rakaat, maka baginya seperti pahala haji dan umrah, yang sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. Tirmidzi No. 586). Al-Albani: Hadis hasan.
6. Mendapatkan pahala berlipat ganda.
Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw bersabda:
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَة
“Salat berjamaah lebih utama 27 derajat dibanding salat sendirian.” (HR. Bukhari No. 645 dan Muslim No. 1509).
7. Mereka yang melakukan salat berjamaah akan terhindar dari gangguan setan
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدْ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ
“Tidaklah tiga orang di suatu desa atau lembah yang tidak didirikan salat berjamaah di lingkungan mereka, melainkan setan telah menguasai mereka.
Karena itu, tetaplah kalian (salat) berjamaah, karena sesungguhnya srigala itu hanya akan menerkam kambing yang sendirian (jauh dari kawan-kawannya).” (HR. Abu Daud No. 547). Al-Albani: Hadis hasan.
8. Menghapuskan kesalahan atau dosa.
Allah Swt akan menghapuskan kesalahan-kesalahan bagi mereka yang salat berjamaah serta akan meninggikan derajat mereka.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda:
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang perkara yang akan menghapuskan kesalahan-kesalahan dan juga mengangkat beberapa derajat?” Para sahabat menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda:
إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ
“Menyempurnakan wudu pada saat yang tidak disukai, banyak melangkah ke masjid-masjid, dan menunggu salat setelah melaksanakan salat. Maka, itulah al-ribath (berjuang di jalan Allah).” (HR. Muslim No. 610).
9. Kelak ketemu Allah sebagai seorang muslim.
“Barang siapa yang ingin bertemu dengan Allah kelak (dalam keadaan) sebagai seorang muslim (مَنْ سَرَّهُ أنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا), maka hendaklah dia memelihara salat setiap kali ia mendengar panggilan salat.
Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan sunnanal huda (jalan-jalan petunjuk) dan sesungguhnya salat berjamaah merupakan bagian dari sunnanil huda.
Apabila kamu salat sendirian di rumahmu seperti kebiasaan salat yang dilakukan oleh seorang mukhallif (yang meninggalkan salat berjamaah) ini, berarti kamu telah meninggalkan sunah nabimu, apabila kamu telah meninggalkan sunah nabimu, berarti kamu telah tersesat.
Tiada seorang pun yang bersuci (berwudu) dengan sebaik-baiknya, kemudian dia pergi menuju salah satu masjid melainkan Allah mencatat baginya untuk setiap langkah yang diayunkannya satu kebajikan dan diangkat derajatnya satu tingkat dan dihapuskan baginya satu dosa.
Sesungguhnya kami berpendapat, tiada seorang pun yang meninggalkan salat berjamaah melainkan seorang munafik yang jelas-jelas nifak.
Dan sesungguhnya pada masa dahulu ada seorang pria yang datang untuk salat berjamaah dengan dipapah oleh dua orang laki-laki sampai ia didirikan di dalam barisan saf salat berjamaah.” (HR. Muslim No. 1520).” (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News