Berdakwah dengan Pendekatan Hospitality, Mubalig Wajib Tahu

Secara bahasa, hospitality dakwah memiliki arti keramahan dalam berdakwah serta ramah dalam memberikan pelayanan kepada publik, atau bersikap ramah terhadap followers-nya saat berdakwah di dunia maya atau media sosial

Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Qs. Al Ahzab (33) ayat 21:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.

Perlu kita ketahui, jauh sebelum Muhammad saw diutus dan diangkat sebagai Nabi dan Rasul, kita mengetahui masyarakat kafir mem-branding atau memberi predikat gelar pribadi kepada Nabi saw dengan sebutan Pribadi Al Amin (Dapat dipercaya), Fathonah (Cerdas), Shidiq (Jujur), dan Tabligh (Menyampaikan Kebenaran Al Islam).

Dalam berdakwah, Nabi saw sangat memahami betul kondisi sosial, ekonomi dan tingkat pengetahuan masing-masing followers-nya atau orang yang mengikuti dan welcome dengan dakwahnya.

Hal itu disampaikan oleh Allah Ta’ala dalam Qs.At Taubah (9) ayat 128 yaitu:

لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”

Dan juga ditegaskan oleh firman Allah Ta’ala dalam QS. Al Qolam (68) ayat 4:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيم

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”

Pernah suatu hari, salah seorang datang dan meminta kepada Nabi saw agar Allah Ta’ala menimpakan laknat kepada orang-orang kafir yang menghalangi dakwah beliau, namun Nabi sae menolak permintaan tersebut.

Hal itu sebagaimana sebuah hadis di bawah ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ قَالَ إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً (رواه مسلم)

Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra dimintakan kepada Rasulullah SAW untuk melaknat orang-orang musyrik, maka Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya aku diutus bukan untuk menjadi pelaknat, tetapi aku diutus untuk menjadi rahmat.” (H.R. Muslim )

Dari dalil-dalil sebagaimana tersebut di atas, menunjukkan bahwa salah satu faktor keberhasilan dakwah Islam yang dilakukan oleh Nabi saw dan para sahabatnya itu adalah berdakwah dengan pendekatan hospitality.

Yakni, dakwah dibangun di atas fondasi sikap yang ramah seorang dai atau mubalig dalam melayani umat. Tujuannya untuk merebut hati publik.

Dengan begitu muncul perasaan interest atau tertarik terhadap dakwah Islam yang pada akhirnya akan meningkatkan perasaan simpatik umat terhadap syariat Islam atau sunah.

Maka, sudah sepatutnya kita sebagai pelaku dakwah untuk mem-branding secara bertahap dan terus menerus atas nilai-nilai hospitality ke dalam diri kita sebagai mubalig.

Harapannya agar masyarakat warm welcome atau mendapat sambutan hangat atas seruan dakwah Al Islam yang kita sajikan kepada mad’u atau kepada followers kita, atau masyarakat Islam umumnya.

Dalam kondisi persoalan keumatan yang serba kompleks yang sedang terjadi saat ini, masyarakat kita sangat butuh dan merindukan hadirnya para mubalig yang ramah dan santun dalam berkata-kata saat menyampaikan dakwah Islam.

Para mubalig saat memberikan kajian keislaman yang selalu mengedepankan solusi (soft solution) atau jalan keluar yang smart bagi umat dalam menghadapi berbagai dinamika problem kehidupan saat ini.

Untuk hal itu, diakui atau tidak, masih ada mubalig yang keberadaannya hanya menimbulkan problem bagi mad’u-nya.

Bahkan, ada juga mubalig yang menjadi bagian dari problem dakwah yang timbul akibat kurangnya pemahaman hospitality yang baik dan benar dalam berdakwah.

Tentu saja yang dimaksud dari hospitality dalam berdakwah itu selain mubalig memiliki sifat yang ramah dan cerdas, tapi juga memiliki sifat yang tegas dan kuat dalam berprinsip kepada kebenaran syariat Islam.

Hal itu sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Qs. Al Fath (48) ayat 29:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama muslim .…”

Tiga Faktor Hospitality Dakwah

Ada tiga faktor menurut pendapat saya yang mana hospitality itu menjadi sesuatu penting untuk diimplementasikan dalam wujud nyata bagi setiap mubalig dalam berdakwah, baik melalui medsos maupun secara offline:

1. Hospitality bagi para mubalig dalam menyampaikan dakwahnya itu adalah modal dasar bagi mereka dalam mentransformasikan pesan Alquran kepada publik.

2. Mubalig dalam mendakwahkan Islam dengan hospitality itu lebih mudah diterima, dibandingkan dakwah dengan mudah menjustifikasi pelakunya sesat dan menyesatkan.

3. Dengan hospitality diharapkan para mubalig mampu membangun kearifan hati dan kejernihan berpikir dalam menghadapi berbagai persoalan keumatan dan atau perbedaan pendapat yang timbul di tengah masyarakat yang heterogen. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini