Dalam beberapa tahun terakhir, gerakan hijrah semakin populer bagi remaja muslim di Indonesia.
Definisi kelompok hijrah bergeser dari makna negatif kepada makna baru yang lebih positif dan terbuka.
Kelompok hijrah berhasil menjangkau berbagai komunitas anak muda dengan pendekatan baru.
Beberapa figur yang bergabung, bahkan mengubah penampilan dan gaya hidupnya secara drastis dengan kesan yang lebih islami.
Kesuksesan dakwah kelompok hijrah tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Sebab, alih-alih bergabung dengan organisasi keagamaan yang mapan, mereka seperti melepaskan diri dari otoritas ulama tradisional dan memiliki panutannya sendiri lewat tokoh-tokoh yang menjadi penggerak gerakan hijrah.
Fenomena ini menunjukkan belum efektifnya dakwah Muhammadiyah kepada kelompok muda dan komunitas.
Faktor sosial ekonomi, kata dia juga menjadi pertimbangan dari popularitas gerakan hijrah.
Karenanya, saya berharap ada desain baru yang bisa menarik mereka kepada Persyarikatan. Muhammadiyah memiliki potensi, modal dan sumber daya untuk menarik mereka.
Secara ideologi mereka beririsan dengan Muhammadiyah karena punya praktik-praktik seperti purifikasi, berada di masyarakat urban, terdidik, dan imajinasi membawa umat untuk maju.
Muhammadiyah bisa merangkul dan meng-instal dengan Islam Berkemajuan.
Keperluan Muhammadiyah untuk menarik kelompok hijrah tersebut agar efek sosial seperti eksklusivitas bisa ditekan.
Apalagi, jika anak-anak muda itu salah dalam memilih kelompok hijrahnya, maka mereka rawan untuk mendapatkan pemahaman yang tidak moderat.
Dalam pandangan saya, gerakan hijrah tidak mesti negatif. Gerakan ini bahkan berhasil melahirkan industri dan pasarnya sendiri.
Kekuatan gerakan hijrah dalam menggunakan media digital dianggapnya perlu menjadi pelajaran bagi evaluasi dakwah Muhammadiyah.
Kalau dulu sebelumnya Muhammadiyah punya kekuatan dalam praktik budaya cetak dalam dakwah.
Lalu bagaimana dalam transformasi digital? ini tantangan terbesar untuk Muhammadiyah di abad kedua ini. (*/tim)
(Disampaikan Wahyudi Akmaliyah MA, peneliti BRIN, dalam Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah, 14 Juli 2023)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News