Cara Salat Gerhana: Kejadian alam Gerhana Matahari Cincin akan berlangsung pada Kamis (26/12/2019) dengan puncaknya pada jam 12.15 sampai 12.19 WIB. Berkaitan ini, Kementerian Agama (Kemenag) menyarankan umat Islam Indonesia untuk melakukan salat gerhana matahari (kusuf).
“Semua lokasi Indonesia bisa memperhatikan gerhana matahari ini. Kementerian Agama menyarankan umat Islam di semua Indonesia untuk melakukan salat sunnah gerhana matahari atau yang disebutkan Salat Kusuf,” jelas Pelaksana Harian (Plh) Dirjen Bimas Islam Kemenag Tarmizi di Jakarta, Kamis (19/12).
Diambil dari account Twitter Badan Meteorologi, Klimatologi, serta Geofisika (BMKG), gerhana matahari berlangsung saat sinar matahari terhambat oleh bulan hingga tidak semua sinar itu sampai ke bumi. Kejadian ini berlangsung saat babak bulan baru.
Spesial Gerhana Matahari Cincin, kejadian ini berlangsung waktu matahari, bulan, serta bumi pas segaris. Waktu pucuk gerhana, matahari akan terlihat seperti cincin, yakni gelap dibagian tengah serta jelas dibagian tepi.
Daerah yang dilalui oleh jalan cincin dalam gerhana ini ialah Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Oman, India, Srilanka, Samudra India, Singapura, Indonesia, Malaysia, serta Samudera Pasifik.
Diambil dari artikel “Grand Launching: Menyongsong GMC 26 Desember 2019 di Siak” dalam Buletin Cuaca Antariksa LAPAN, di Indonesia, Gerhana Matahari Cincin melalui banyak daerah, yakni Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, serta Kalimantan Timur.
Momen Gerhana Matahari pada Kamis (26/12/2019) akan diawali dari babak gerhana beberapa yang diawali jam 10.22 WIB. Babak pucuk akan berlangsung pada jam 12.15 WIB serta selesai pada 12.19 WIB atau kurang lebih tiga menit. Kemudian, babak bersambung dengan gerhana sebagian yang diperkirakan selesai jam 14.13 WIB.
Tata Cara Sholat Gerhana Matahari & Bulan
Apabila terjadi gerhana matahari atau bulan, hendaknya Imam menyuruh orang menyerukan “ash-shalatu jami‘ah,” kemudian ia pimpin orang banyak mengerjakan shalat dua raka’at; pada tiap rakaat berdiri dua kali, ruku’ dua kali, sujud dua kali, serta pada tiap rakaat membaca Fatihah dan surat yang panjang dan suara nyaring; dan pada tiap ruku’ dan sujud membaca tasbih lama-lama.
Ketika telah selesai shalat ketika orang-orang masih duduk, Imam berdiri menyampaikan peringatan dan mengingatkan mereka akan tanda-tanda kebesaran Allah serta menganjurkan mereka agar memperbanyak membaca istighfar, sedekah dan segala amalan yang baik.
Istilah gerhana dalam hadis-hadis disebut kusuf atau khusuf dan kedua istilah ini dalam hadis dapat dipertukarkan penggunaannya. Hanya saja dalam literatur fikih dan di kalangan fukaha, biasanya kata kusuf digunakan untuk menyebut gerhana matahari dan khusuf untuk menyebut gerhana Bulan. Sering juga digunakan bentuk ganda “kusufain” untuk menyebut gerhana matahari dan gerhana Bulan sekaligus.
1. Dasar Syar‘i Shalat Gerhana
Dasar syar‘i shalat gerhana matahari dan gerhana bulan ditunjukkan oleh sejumlah hadis, antara lain,
عن عَائِشَةَ أَنَّ الشَّمْسَ خَسَفَتْ على عَهْدِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَبَعَثَ مُنَادِيًا الصَّلاَةَ جَامِعَةً فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ في رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعِ سَجَدَاتٍ [رواه البخاري واللفظ له ، ومسلم ، وأحمد .
Artinya: Dari Aisyah (diriwayatkan) bahwa pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah saw, maka ia lalu menyuruh orang menyerukan “ash-shalatu jami‘ah”. Kemudian beliau maju, lalu mengerjakan salat empat kali rukuk dalam dua rakaat dan empat kali sujud [HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad].
عن أبي مَسْعُودٍ قال قال النبي صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ من الناس وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ فإذا رَأَيْتُمُوهُمَا فَقُومُوا فَصَلُّوا [رواه البخاري ومسلم
Artinya: Dari Abu Mas’ud r.a., ia berkata: Nabi saw telah bersabda: Sesungguhnya matahari dan Bulan tidak gerhana karena kematian seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua tanda kebesaran Allah. Maka apabila kamu melihat gerhana keduanya, maka berdirilah dan kerjakan salat [HR al-Bukhari dan Muslim].
Hadis pertama merupakan sunnah fikliah yang menggambarkan perbuatan Rasulullah saw melakukan salat saat terjadinya gerhana. Hadis kedua merupakan sunnah kauliah yang berisi perintah Nabi saw untuk melakukan salat pada saat terjadinya gerhana.
2. Cara Melaksanakan Shalat Kusufain
1. Apabila terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, maka dilaksanakan salat kusuf dan Imam menyerukanash-shalatu jami‘ah. Salat kusuf dilaksanakan berjamaah, serta tanpa azan dan tanpa iqamah.
Dasarnya adalah hadis ‘Aisyah yang dikutip terdahulu di mana Imam menyerukan salat berjamaah, dan dalam hadis itu tidak ada azan dan iqamah.
2. Salat kusufain dilakukan dua rakaat yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan rukuk, qiyam dan sujud dua kali pada masing-masing rakaat.
Dasarnya adalah hadis Aisyah yang telah dikutip di atas, dan juga hadis an-Nasa’i berikut,
عن عَائِشَةَ قالت كَسَفَتْ الشَّمْسُ فَأَمَرَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَجُلاً فَنَادَى أَنْ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ فَاجْتَمَعَ النَّاسُ فَصَلَّى بِهِمْ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَكَبَّرَ … … … ثُمَّ تَشَهَّدَ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ فِيهِمْ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عليه ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ فَأَيُّهُمَا خُسِفَ بِهِ أو بِأَحَدِهِمَا فأفزعوا إلى اللَّهِ عز وجل بِذِكْرِ الصَّلاَةِ[رواه النسائي .
Artinya: Artinya: Dari ‘Aisyah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari lalu Rasulullah saw memerintahkan seseorang menyerukan ash-shalata jami‘ah. Maka orang-orang berkumpul, lalu Rasulullah saw salat mengimami mereka. Beliau bertakbir … … …, kemudian membaca tasyahhud, kemudian mengucapkan salam. Sesudah itu beliau berdiri di hadapan jamaah, lalu bertahmid dan memuji Allah, kemudian berkata:
Sesungguhnya matahari dan Bulan tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah. Maka apabila yang mana pun atau salah satunya mengalami gerhana, maka segeralah kembali kepada Allah dengan zikir melalui salat [HR al-Bukhari].
3. Pada masing-masing rakaat dibaca al-Fatihah dan surat panjang dengan jahar (oleh imam).
4. Setelah membaca al-Fatihah dan surat, diucapkan takbir, kemudian rukuk dengan membaca tasbih yang lama, kemudian mengangkat kepala dengan membaca sami‘allahu liman hamidah, rabbana wa lakal-hamd, kemudian berdiri lurus, lalu membaca al-Fatihah dan surat panjang tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian bertakbir, lalu rukuk sambil membaca tasbih yang lama tetapi lebih singgkat dari yang pertama, kemudian bangkit dari rukuk dengan membaca sami‘allahu liman hamidah rabbana wa lakal-hamd, kemudian sujud, dan setelah itu mengerjakan rakaat kedua seperti rakaat pertama.
Dasar butir ke-3 dan ke-4 adalah,
عن عَائِشَةَ أَنَّ النبي صلى الله عليه وسلم جَهَرَ في صَلاةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ في رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ [رواه البحاري ومسلم ، واللفظ له
Artinya: Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) bahwa Nabi saw menjaharkan bacaannya dalam salat khusuf; beliau salat dua rakaat dengan empat rukuk dan sujud [HR al-Bukhari dan Muslim, lafal ini adalah lafal Muslim].
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم جَهَرَ بِالْقِرَاءَةِ فِي صَلاةِ الْكُسُوفِ [رواه ابن حبان والبيهقي وأبو نعيمفي المستخرج]
Artinya: Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) bahwa Nabi saw menjaharkan bacaannya dalam salat kusuf [HR Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan Abu Nu‘aim dalam al-Mustakhraj].
عن عَائِشَةَ زَوْجِ النبي صلى الله عليه وسلم قالت خَسَفَتْ الشَّمْسُ في حَيَاةِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَخَرَجَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إلى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ الناس وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فقال سمع الله لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قام فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى من الْقِرَاءَةِ اْلأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً هو أَدْنَى من الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قال سمع الله لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ -ولم يذكر أبو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ- ثُمَّ فَعَلَ في الرَّكْعَةِ اْلأُخْرَى مِثْلَ ذلك حتى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قبل أَنْ يَنْصَرِفَ ثُمَّ قام فَخَطَبَ الناس فَأَثْنَى على اللَّهِ بِمَا هو أَهْلُهُ ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ فإذا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا لِلصَّلاَةِ [رواه مسلم]
Artinya: Dari ‘Aisyah, isteri Nabi saw, (diriwayatkan) bahwa ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari pada masa hidup Nabi saw. Lalu beliau keluar ke mesjid, kemudian berdiri dan bertakbir dan orang banyak berdiri bersaf-saf di belakang beliau.
Rasulullah saw membaca (al-Fatihah dan surat) yang panjang, kemudian bertakbir, lalu rukuk yang lama, kemudian mengangkat kepalanya sambil mengucapkan sami‘allahu liman hamidah rabbana wa lakal-hamd, lalu berdiri lurus dan membaca (al-Fatihah dan surat) yang panjang, tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian bertakbir lalu rukuk yang lama, namun lebih pendek dari rukuk pertama, kemudian mengucapkan sami‘all±hu liman hamidah, rabbana wa lakal-hamd, kemudian beliau sujud. [Abu Thahir tidak menyebutkan sujud].
Sesudah itu pada rakaat terakhir (kedua) beliau melakukan seperti yang dilakukan pada rakaat pertama, sehingga selesai mengerjakan empat rukuk dan empat sujud. Lalu matahari terang (lepas dari gerhana) sebelum beliau selesai salat.
Kemudian sesudah itu beliau berdiri dan berkhutbah kepada para jamaah di mana beliau mengucapkan pujian kepada Allah sebagaimana layaknya, kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya matahari dan Bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah, dan tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihatnya, maka segeralah salat [HR al-Bukhari].
Perlu dijelaskan bahwa dua prasa faqtara’a qira’atan tawilatan dalam hadis Muslim yang disebutkan terakhir di atas diinterpretasi sebagai membaca al-Fatihah dan suatu surat panjang, karena tidak sah salat tanpa membaca al-Fatihah. Karena farsa pertama difahami sebagai membaca al-Fatihah dan surat panjang, maka frasa kedua yang sama dengan frasa pertama tentu juga difahami sama. Jadi pada waktu berdiri pertama dalam rakaat pertama dibaca al-Fatihah dan surat panjang, maka pada berdiri kedua dalam rakaat pertama juga dibaca al-Fatihah dan surat panjang.
Pemahaman seperti ini dikemukakan oleh sejumlah ulama. Imam asy-Syafi’’i dalam kitab al-Ummmenyatakan, dalam salat kusuf imam berdiri lalu bertakbir kemudian membaca al-Fatihah seperti halnya dalam salat fardu. Kemudian pada berdiri pertama setelah al-Fatihah, imam membaca surat al-Baqarah jika ia menghafalnya atau kalau tidak hafal, membaca ayat al-Quran lain setara surat al-Baqarah.
Kemudian ia rukuk yang lama … … …, kemudian bangkit dari rukuk sambil membaca sami‘allahu liman hamidah rabbana wa lakal-hamd, kemudian membaca Ummul-Quran dan surat setara dua ratus ayat al-Baqarah, kemudian rukuk … … … dan sujud. Kemudian berdiri untuk rakaat kedua, lalu membaca Ummul-Quran dan ayat setara seratus lima puluh ayat al-Baqarah, kemudian rukuk … … …, lalu bangkit dari rukuk, lalu membaca Ummul-Quran dan ayat setara seratus ayat bal-Baqarah, kemudian rukuk … … … dan sujud [al-Umm, I: 280].
Kemudian asy-Syafi‘i menjelaskan lagi bahwa apabila tertinggal membaca surat dalam salah satu dari dua berdiri itu, maka salatnya sah apabila ia membaca al-Fatihah pada permulaan rakaat dan sesudah bangkit dari rukuk pada setiap rakaat. Apabila ia tidak membaca al-Fatihah dalam satu rakaat salat kusuf pada berdiri pertama atau pada berdiri kedua, maka rakaat itu dianggap tidak sah. Namun ia meneruskan rakaat berikutnya, kemudian melakukan sujud sahwi, seperti hal ia apabila ia tidak membaca al-Fatihah dalam salah satu rakaat pada salat fardu di mana rakaat itu tidak sah [al-Umm, I: 280].
Hal yang sama dikemukakan pula oleh fukaha-fukaha yang lain. Al-‘Abdar³ (w. 897/1492), seorang fakih Maliki, mengutip al-Maziri yang menegaskan bahwa setelah bangkit dari rukuk dibaca al-Fatihah dan suatu surat panjang, dan pada rakaat kedua juga demikian, artinya membaca al-Fatihah sebelum membaca masing-masing surat[at-Taj wa al-Iklil, II: 201].
Ibnu Qudamah (w. 620/1223) dalam dua kitab fikihnya juga menegaskan bahwa setelah bangkit dari rukuk pertama dibaca al-Fatihah dan surat pendek baik pada rakaat pertama maupun pada rakaat kedua [al-Kafi, I: 337-338; dan al-Mughni, II: 143].
5. Setelah selesai salat gerhana imam berdiri sementara para jamaah masih duduk, dan menyampaikan khutbah yang berisi wejangan serta peringatan akan tanda-tanda kebesaran Allah serta mendorong mereka memperbanyak istigfar, sedekah dan berbagai amal kebajikan. Khutbahnya satu kali karena dalam hadis tidak ada pernyataan khutbah dua kali.
Dasarnya adalah:
عَائِشَةَ أنها قالت خَسَفَتْ الشَّمْسُ في عَهْدِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّى رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالنَّاسِ فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ قام فَأَطَالَ الْقِيَامَ وهو دُونَ الْقِيَامِ اْلأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وهو دُونَ الرُّكُوعِ اْلأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ ثُمَّ فَعَلَ في الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ ما فَعَلَ في اْلأُولَى ثُمَّ انْصَرَفَ وقد انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ الناس فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عليه ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ ينخسفان لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ فإذا رَأَيْتُمْ ذلك فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا[رواه البخاري ، واللفظ له ، ومسلم ومالك
Artinya: Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) bahwa ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah saw. Lalu beliau salat bersama orang banyak. Beliau berdiri dan melamakan berdirinya kemudian rukuk dan melamakan rukuknya, kemudian berdiri lagi dan melamakan berdirinya, tetapi tidak selama berdiri yang pertama. Kemudian beliau rukuk dan melamakan rukuknya, tetapi tidak selama rukuk yang pertama, kemudian sujud dan melamakan sujudnya.
Kemudian pada rakaat kedua beliau melakukan seperti yang dilakukan pada rakaat pertama. Kemudian beliau menyudahi salatnya sementara matahari pun terang kembali. Kemudian beliau berkhutbah kepada jamaah dengan mengucapkan tahmid dan memuji Allah, serta berkata: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, salat dan bersedekahlah… … … [al-Bukhari, lafal ini adalah lafalnya, juga Muslim dan Malik].
… فإذا رَأَيْتُمْ منها شيئا فَافْزَعُوا إلى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ [رواه البخاري ومسلم عن أبي موسى
Artinya: … … … Maka apabila kamu melihat hal tersebut terjadi (gerhana), maka segeralah melakukan zikir, do‘a dan istigfar kepada Allah [HR al-Bukhari dan Muslim dari Abu Musa].
3. Waktu Pelaksanaan Shalat Kusufain
Salat kusufain dilaksanakan pada saat terjadinya gerhana, berdasarkan beberapa hadis antara lain,
عَنِ الْمُغِيرَةِ بنِ شُعْبَةَ قال انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يوم مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فقال الناس انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إبراهيم فقال رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ فإذا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حتى يَنْجَلِيَ [رواه البخاري]
Artinya: Dari al-Mughirah Ibn Syu‘bah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Terjadi gerhana matahari pada hari meninggalnya Ibrahim. Lalu ada orang yang mengatakan terjadinya gerhana itu karena meninggalnya Ibrahim. Maka Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah dan kerjakan salat sampai matahari itu terang (selesai gerhana) [HR al-Bukhari].
Dalam hadis ini digunakan kata idza (إذا) yang merupakan zharf zaman (keterangan waktu), sehingga arti pernyataan hadis itu adalah: Bersegeralah mengerjakan salat pada waktu kamu melihat gerhana yang merupakan tanda kebesaran Allah itu. Yang dimaksud dengan gerhana di sini adalah gerhana total (al-kusf al-kulli), gerhana sebagian(al-kusuf al-juz‘i) dan gerhana cincin (al-kusuf al-halqi) berdasarkan keumuman kata gerhana (kusuf).
Ibn Qud±mah menegaskan,waktu salat gerhana itu adalah sejak mulai kusuf hingga berakhirnya. Jika waktu itu terlewatkan, maka tidak ada kada (qadha) karena diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau bersabda, Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah dan kerjakan salat sampai matahari itu terang (selesai gerhana).
Jadi Nabi saw menjadikan berakhirnya gerhana sebagai akhir waktu salat gerhana … … … Apabila gerhana berakhir ketika salat masih berlangsung, maka salatnya diselesaikan dengan dipersingkat … … … Jika matahari terbenam dalam keadaan gerhana, maka berakhirlah waktu salat gerhana dengan terbenamnya matahari, demikian pula apabila matahari terbit saat gerhana bulan (di waktu pagi) [Al-Mughni, II: 145].
Imam ar-Rafi‘i menegaskan, sabda Nabi saw Apabila kamu melihat gerhana, maka salatlah sampai matahari terang (selesai gerhana) menunjukkan arti bahwa salat tidak dilakukan sesudah selesainya gerhana. Yang dimaksud dengan selesainya gerhana adalah berakhirnya gerhana secara keseluruhan.
Apabila matahari terang sebagian (baru sebagian piringan matahari yang keluar dari gerhana), maka hal itu tidak ada pengaruhnya dalam syarak (maksudnya waktu salat gerhana belum berakhir) dan seseorang (yang belum melaksanakan salat gerhana) dapat melakukannya, sama halnya dengan gerhana hanya sebagian saja (V: 340).
Imam an-Nawawi (w. 676/1277) menyatakan, “Waktu salat gerhana berakhir dengan lepasnya seluruh piringan matahari dari gerhana. Jika baru sebagian yang lepas dari gerhana, maka (orang yang belum melakukan salat gerhana) dapat mengerjakan salat untuk gerhana yang tersisa seperti kalau gerhana hanya sebagian saja” [Raudlat at-Thalibin, II: 86].
4. Orang Yang Melakukan Salat Kusufain
Dari penegasan pada sub D di atas, maka dapat difahami bahwa salat kusufain dilakukan oleh orang yang berada pada kawasan yang mengalami gerhana. Sedangkan orang di kawasan yang tidak mengalami gerhana tidak melakukan salat kusufain. Dasarnya adalah hadis yang disebutkan terakhir [huruf D] di atas yang mengandung katara’aitum (‘kamu melihat’), yaitu mengalami gerhana secara langsung, serta kenyataan bahwa Rasulullah saw melaksanakan salat gerhana ketika mengalaminya secara langsung.
Hal ini sesuai pula dengan interpretasi para fukaha bahwa apabila gerhana berakhir, berakhir pula waktu salat gerhana, dan apabila matahari tenggelam dalam keadaan gerhana juga berakhir waktu salat gerhana matahari. Tenggelamnya matahari jelas terkait dengan lokasi atau kawasan tertentu sehingga orang yang tidak lagi mengalami gerhana karena matahari telah tenggelam di balik ufuk, tidak melakukan salat gerhana. Begitu pula pula apabila gerhana bulan terjadi di waktu pagi menjelang terbitnya matahari, maka waktu salat gerhana bulan berakhir dengan terbitnya matahari. Ibn Taimiyyah (w. 728/1328) menegaskan,
فإن صَلاَةَ اْلكُسُوْفِ وَاْلخُسُوْفِ لاَ تُصَلَّى إِلاَّ إِذَا شَاهَدْناَ ذَلِكَ [مجموع الفتاوى ، 24: 258] .
Artinya: Sesungguhnya salat gerhana matahari dan gerhana Bulan tidak dilaksanakan kecuali apabila kita menyaksikan gerhana itu [Majmu‘ al-Fatawa, 24: 258].
Perempuan juga ikut melaksanakan salat kusufain karena keumuman perintah melaksanakan salat gerhana dalam hadis-hadis yang dikutip di atas.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Referensi :
- Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah
- http://www.fatwatarjih.com
Baca juga: Pesan Kemanusiaan Kiai Ahmad Dahlan, Awal Berdirinya Muhammadiyah
CONTOH KHUTBAH GERHANA
KHUTBAH SHALAT GERHANA
Assalamualaikum Wr. Wb.
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
اللهم صل وسلم على محمد على آله وصحبه اجمعين
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
أما بعد: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
jamaah shalat gerhana yang berbahagia
Allah SWT yang menciptakan matahari dan bulan dan mengatur keduanya untuk maslahat manusia. Dia berfirman,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاء وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُواْ عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللّهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus: 5)
Matahari dan bulan diperintah oleh Allah SWT dan ditaqdirkan-Nya. Dia yang menjadikan keduanya sebabagai sebab terjadinya malam dan siang serta gelap dan terang. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
“Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Terj. QS. Al Furqan: 62)
Ada beberapa hikmah yang bisa kita petik dari peristiwa gerhana:
1. Sebagai salah satu tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ‘Azza wa Jalla. Jika yang demikian mudah bagi Allah, maka lebih mudah lagi bagi-Nya menghidupkan manusia yang telah mati untuk diberi-Nya pembalasan.
2. Untuk menakut-nakuti manusia agar mereka kembali kepada-Nya dan berhenti dari berbuat maksiat serta mengisi hidupnya di dunia dengan amal yang saleh. Allah SWT berfirman, “Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti.” (Terj. QS. Al Israa’: 59)
3. Terdapat bukti bahwa matahari, bulan dan alam semesta ini diatur oleh Allah SWT, dan bahwa semua itu tidak berhak untuk disembah. Allah SWT berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika Dialah yang kamu sembah.” (QS. Fushshilat: 37)
4. Sebagai permisalan terhadap hal yang akan terjadi pada hari kiamat, dan bahwa hal itu mudah bagi Allah Azza wa Jalla.
5. Menunjukkan kuasanya Allah menimpakan hukuman kepada orang-orang yang kufur dan durhaka kepada-Nya.
6. Dan mungkin masih banyak hikmah-hikmah yang lain yang bisa dipetik atas peristiwa gerhana.
Jamaah shalat gerhana yang berbahagia
Rasulullah Saw bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا.
“Sungguh, tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan terkait kematian atau lahirnya seseorang, melainkan, keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah. Apabila kalian melihatnya, maka laksanakanlah shalat.” (HR. Bukhari)
Gerhana merupakan tanda kekuasaan Allah sebagaimana peristiwa alam yang lain: gempa bumi, angin kencang, halilintar, hujan deras dan yang lainnya. Itu semua adalah peringatan bagi manusia agar manusia kembali kepada Allah Swt.
Oleh karena itu, saat terjadi gerhana Rasulullah Saw memerintahkan orang-orang ketika itu untuk melaksanakan shalat, berdoa, berdzikr, beristighfar, bersedekah, dan melakukan amal saleh lainnya.
Jamaah shalat gerhana yang berbahagia
Ketika terjadi gerhana ada beberapa sikap yang perlu dilakukan, di antaranya adalah:
1. Memiliki rasa takut kepada Allah Ta’ala.
2. Memikirkan siksaan Allah kepada orang-orang yang berbuat maksiat.
Dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa Nabi Saw dalam khutbahnya seusai shalat kusuf bersabda,
مَا مِنْ شَىْءٍ كُنْتُ لَمْ أَرَهُ إِلاَّ قَدْ رَأَيْتُهُ فِى مَقَامِى هَذَا حَتَّى الْجَنَّةَ وَالنَّارَ ، وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَىَّ أَنَّكُمْ تُفْتَنُونَ فِى الْقُبُورِ….”
“Tidak ada satu pun yang belum pernah aku lihat kecuali sekarang aku melihatnya, di tempatku ini, sampai surga dan neraka. Telah diwahyukan kepadaku bahwa kalian akan diuji ketika di kubur… dst.” (HR. Bukhari)
Pada saat itu diperlihatkan kepada Beliau surga dan neraka. Beliau juga diperlihatkan siksaan yang menimpa penghuni neraka, dilihatnya seorang wanita yang disiksa karena mengurung seekor kucing tanpa memberinya makan dan minum, dilihatnya ‘Amr bin Malik bin Luhay menarik ususnya di neraka, dimana dia adalah orang pertama yang merubah agama Nabi Ibrahim as, dia yang membawa berhala kepada orang-orang Arab sehingga mereka menyembahnya.
Beliau juga bersabda:
وَاللهِ لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً، وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا
“Demi Allah, kalau sekiranya kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”
3. Melakukan shalat Gerhana.
4. Bersegera untuk berdzikir, berdoa, beristighfar, bertakbir, melakukan berbagai amal saleh, melakukan shalat, dan berlindung dari azab kubur dan azab neraka.
Rasulullah Saw bersabda,
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ، فَاذْكُرُوا اللهَ، وَكَبِّرُوْا، وَصَلُّوْا، وَتَصَدَّقُوْا
“Apabila kalian melihat gerhana, maka segeralah dzikrullah, bertakbir, shalat dan bersedekah.” (HR. Malik, Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i)
Baca Juga : Tata Cara Shalat Tahajud dan Dhuha, Menurut Rosulullah
Demikianlah adab-adab yang diajarkan Nabi kita Muhammad Saw ketika terjadi gerhana. Dengan ini, mudah-mudahan kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang diberi petunjuk dan perlindungan oleh Allah Swt di dunia maupun di akhirat.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَإِنَّكَ خَيْرُالنَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَإِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْلَنَافَإِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَإِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَإِنَّكَ خَيْرُالرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَامِنَ الْقَوْمَ الظَّالِمِيْنَ وَنَجِّنَامِنَ الْقَوْمِ الْجَاهِلِيْنَ وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الْمُنَافِقِيْنَ وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الْكَفِرِيْنَ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَلْنَا وَاِلَيْكَ اَنَبْنَاوَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
menginginakan file tersebut??? silahkan unduh :…
Berikut kami sampiakan bahan perbandingan dari web Tarjih (http://tarjih.or.id/)