Masjid At-Tanwir Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta menjadi tuan rumah bagi tablig akbar ulama jenaka asal Saudi Arabia, Sheikh Assim al-Hakeem, Ahad (16/7/2023).
Sarjana studi Islam dari Universitas King Abdul-Aziz, Jeddah dan Universitas Umm al-Qura Mekkah tersebut diketahui populer dalam serial dakwah di Huda TV dan Peace TV.
Selain menjadi penceramah, Sheikh Assim al-Hakeem juga merupakan imam sebuah masjid di Jeddah sejak 20 tahun terakhir.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan jika Sheikh Assim memiliki kedekatan pemahaman dengan Muhammadiyah.
Bagi Sheik Assim, Indonesia juga tidak asing karena kakeknya bermarga Hasibuan dan neneknya bermarga Nasution.
Membawa tema “Islam in the Globalized World: Encountering Islamophobia”, Anwar memantik dengan pernyataan prihatin atas kesulitan-kesulitan yang dialami kaum muslimin di dunia global.
Terutama dalam menghadapi serangan islamophobia. Misalnya pembakaran Alquran di Swedia akhir Juni lalu.
“Kami marah dengan mereka dan mengutuk apa yang telah mereka lakukan pada kitab suci kami,” kata Anwar Abbas.
Menyambung Anwar Abbas, Sheikh Assim al-Hakeem menyebut jika fenomena islamophobia telah terjadi sejak 2005 di penjara Guantanamo, sebagai metode memancing kemarahan kaum muslimin. Hal ini kemudian berlanjut dengan motif serupa di berbagai dunia Barat.
Menurutnya, umat muslim sebenarnya tidak masalah dengan ketidaksukaan umat lain terhadap Islam.
Namun dalam perkembangannya, phobia terhadap Islam ini telah naik tingkatan menjadi kebencian dan sikap agresif.
Sheikh Assim juga menyoroti Barat yang selalu bersikap hipokrit dan standar ganda dengan berlindung di balik gagasan kebebasan berpendapat (freedom of speech).
Padahal, jika umat muslim membahas holocaust ataupun bahaya LGBT, maka Barat akan memprotes sebagai hal yang keluar dari gagasan kebebasan berpendapat.
Agresivitas dan kebencian tersebut kata dia salah satunya dipicu oleh kebangkitan negara-negara muslim yang dulu pernah dijajah oleh Barat, yang setelah merdeka berubah mandiri dan beranjak kuat, bahkan menyaingi mereka.
Atas semua itu, Sheikh Assim sendiri bersyukur umat Islam memberikan respons secara elegan atas perbuatan yang menyakitkan hati kaum muslimin tersebut dengan tidak membalas perlakuan serupa.
“Apakah Anda pernah melihat muslim membakar Bible? Tidak pernah, karena kami beradab,” ucap Sheikh Assim mengutip larangan Alquran dalam Surat Al-An’am ayat 118 untuk menghina iman agama lain.
“Jadi Islam adalah agama yang sangat sangat tinggi dan berperadaban. Tidak seperti mereka,” imbuhnya.
Sheik Assim lantas memuji sikap Kuwait yang merespons pembakaran Alquran di Swedia dengan cara mencetak 100.000 Alquran dalam bahasa Swedia.
“Sehingga ketika mereka nanti membaca (Alquran) itu bisa jadi hidayah mereka kepada Islam,” ucapnya.
Kepada kaum muslimin, Sheikh Assim bahwa respons terhadap para penista Islam yang paling ideal adalah tidak melayani pancingan mereka.
Selain itu, respons terbaik selanjutnya adalah menunjukkan jati diri sebagai seorang muslim sejati yang mengamalkan karakter unggul Islami seperti disiplin, jujur, amanah, dan akhlak yang mulia. Itulah yang dia sebut sebagai kewajiban dakwah bagi diri setiap muslim.
Muhammadiyah sendiri menurutnya juga memiliki peran yang penting dalam membawa Islam dan moderasi lewat dakwah bil hal (amaliah) yang menunjukkan keunggulan kaum muslimin.
“Cara terbaik melawan agresi ini adalah dengan dakwah. Dan Muhammadiyah telah memberi dakwah. Ini adalah tugas Muhammadiyah,” tegasnya. (*/tim)
Kajian tersebut bisa disaksikan di kanal TvMu berikut: https://www.youtube.com/watch?v=1HLgiJSScGA.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News