Modernitas adalah fakta hari ini yang tidak dapat diabaikan. Modernitas mencakup berbagai aspek kehidupan manusia yang berkaitan dengan perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, dan budaya.
Sebagian orang melihat modernitas sebagai era kemajuan yang menawarkan berbagai peluang dan kemungkinan baru.
Namun penting juga bagi masyarakat muslim untuk terus melakukan refleksi kritis dan menutup celah potensi dampak negatifnya.
Ada beragam pandangan mengenai pengertian modernitas. Beberapa di antaranya menyebut modernitas sebagai penanda waktu berawal dari kritik Martin Luther terhadap keyakinan Katolik.
Sedangkan yang lain mengidentifikasikan kelahiran modernitas pada saat Napoleon Bonaparte menumbangkan sistem feodalisme di Prancis.
Namun, modernitas juga dapat diartikan sebagai gagasan tentang kemajuan yang berakar dari ide-ide yang berkembang dalam peradaban Barat.
Dari aspek kelahirannya, modernitas menjadi objek yang didiskusikan para pakar. Mengutip Wael Hallaq, modernitas adalah proyek yang berasal dari Barat dan diprakarsai melalui jalan kolonialisasi.
Pandangan ini menekankan bahwa modernitas berakar dari budaya dan sistem pemikiran Eropa, khususnya pada periode kolonial, yang kemudian menyebar dan mempengaruhi banyak aspek kehidupan global.
Namun, Taha Abdurrahman, seorang pemikir Muslim kontemporer, menawarkan pandangan yang berbeda. Baginya, modernitas itu beragam dan tidak terbatas pada satu sumber atau pandangan.
Dia mengakui bahwa manusia saat ini hidup di era modern, yang penuh dengan perubahan dan kompleksitas.
Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa umat Islam harus menerima kenyataan ini dan beradaptasi dengan zaman modern yang sedang kita alami.
Dalam konteks islamisasi terhadap modernitas, Taha berpendapat bahwa pendekatan yang perlu diambil adalah mengintegrasikan nilai-nilai Islam dan tradisi ke dalam konteks modernitas yang ada.
Islamisasi modernitas mengajak umat Muslim untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam dan memahami ajaran-ajaran agama secara mendalam, sambil secara kritis dan selektif memanfaatkan aspek-aspek positif yang ditawarkan oleh modernitas.
Berdasarkan paparan di atas, pengaruh modernitas telah membawa konsekuensi signifikan bagi umat Islam, di antaranya adalah krisis epistemologi.
Krisis ini mencakup epistemic rupture, di mana umat Islam terpisah dari masa lalu bahkan dalam beberapa hal pemahaman tradisional dan modern saling bentrok.
Selain itu modernitas juga menyebabkan krisis empiris yang melibatkan kerusakan lingkungan, tumbuhnya bunuh diri, disparitas yang menganga antara kaya dan miskin, disintegrasi sosial, dan lain-lain.
Setelah menjelaskan secara kritis dampak negatif dari modernitas Barat, Rofiq kemudian mengajukan tesis tentang pentingnya kombinasi antara disiplin ilmu future studies dan al-turats.
Future studies, juga dikenal sebagai studi prospektif, adalah sebuah disiplin ilmu yang bertujuan untuk memahami, merencanakan, dan membentuk masa depan.
Ziauddin Sardar memuat rancangan bahwa future studies terdiri dari tiga tahapan: mengamati dengan cermat realitas dan situasi hari ini, analisis tren linier dari masalah tersebut hingga ke masa depan, dan merekayasa atau mewujudkan masa depan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Selain future studies, juga penting memiliki pemahaman akan tradisi intelektual Islam atau yang secara teknis disebut dengan al-turats.
Turats menyimpan kekayaan tak terhingga dalam bentuk ilmu, tradisi, dan kearifan lokal. Seperti cahaya yang menerangi kegelapan, ia menawarkan bimbingan dan panduan dalam menghadapi beragam tantangan modern.
Kekuatan turats tidak hanya terletak pada pengetahuan yang terangkum, tetapi juga dalam keberlanjutan warisan nilai-nilai mulia dari masa lalu.
Turats juga membawa nilai-nilai luhur yang tak akan pernah pudar, dan memastikan integritas keislaman tetap terjaga.
Muhammadiyah perlu melakukan integrasi antara modernitas yang berporos pada future studies dan tradisi yang berakar pada turats.
Kombinasi kedua pendekatan ini memungkinkan Muhammadiyah untuk menjadi lebih adaptif terhadap perubahan zaman dan tuntutan masyarakat modern, tanpa melupakan akar sejarah dan nilai-nilai yang menjadi fondasi keberadaannya.
Dalam upaya mencapai visi dan misinya, Muhammadiyah dapat merangkul kemajuan dan kebaruan dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai turats, sehingga menghadapi masa depan dengan optimisme dan kepercayaan diri yang tinggi. (*)
*) Muhamad Rofiq Muzakkir, intelektual muslim alumni Arizona State University
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News