Alquran memaparkan bahwa kejahatan terbesar manusia ketika hilang akal sehatnya, hingga terperosok dalam penyembahan semu.
Betapa tidak, Allah menjadikan dirinya sebagai makhluk termulia dengan mengagungkan Allah, dengan mendedikasikan dirinya sebagai pemimpin di muka bumi.
Alih-alih mengagungkan, mereka justru menghinakan diri dengan mengambil sesembahan selain Allah. Akal sehatnya tidak dipergunakan untuk merenungkan ciptaan Allah dengan mengambil hikmah melalui alam sekitarnya.
Ketika akal sehatnya disfungsi, mereka menolak ajakan kaum profetik, dalam mentauhidkan Allah, dan terjerumus dalam penyembahan terhadap sesuatu yang tidak bisa mendatangkan manfaat dan mudarat.
Ajakan Terhormat
Tersebarnya penyembahan palsu tidak lain karena hilangnya akal sehat, dan tidak terkontrolnya hawa nafsu yang menguasai diri manusia.
Pada saat seperti ini, para rasul diutus untuk mengajak dan mengembalikan manusia agar meniti jalan profetik dengan fokus menyembah hanya kepada Allah.
Namun para penolak kebenaran justru tetap bersikukuh mengambil sesembahan selain Allah. Padahal jelas sekali bahwa sesembahan itu tidak memiliki kontribusi apapun pada dirinya.
Saat itulah akal sehatnya disfungsi dan dipalingkan kepada sesembahan yang tak bisa berbuat kebaikan untuk dirinya.
Sesembahan yang diharapkan bisa menolong justru tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka terjerembab untuk mengikuti hawa nafsu itu.
Mereka pun all out mengorbankan diri dan hartanya, hingga menjadi penjaga berhala itu. Allah menjelaskan hal itu sebagaimana firman-Nya:
لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ نَصْرَهُمْ ۙ وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُّحْضَرُوْنَ
“Mereka (sesembahan) itu tidak dapat menolong mereka; padahal mereka itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga (sesembahan) itu.” (QS. Ya-Sin : 75)
Manusia yang kehilangan akal sehatnya justru menjadi polisi atas siapapun yang menasihati dirinya untuk kembali ke jalan yang benar.
Para pemuja benda-benda keramat rela untuk menyisihkan hartanya untuk menjaga benda-benda itu.
Mereka berharap benda-benda keramat itu bisa menolong dirinya ketika menghadapi musibah. Sementara Alquran mendeskripsikan bahwa benda-benda keramat itu bukan hanya semu tetapi lemah.
Dengan kata lain, sesembahan itu tidak bisa berbuat apapun untuk dirinya dan pada siapapun. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَا تَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنْصَرُوْنَ
“Dan mereka mengambil sesembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.”(QS. Ya-Sin : 74)
Alih-alih mendapat pertolongan dari sesembahan itu, mereka pun dibuat sengsara karena apa yang dilakukannya tidak bisa diterima akal sehat.
Terkadang mereka mengorbankan salah seorang anggota keluarganya sebagai tumbal guna mendapatkan kepuasan batin, atau memperoleh kekayaan serta kekuasaan. Pada saat itu akal sehatnya tertutupi oleh kepentingan sesaat.
Disfungsi Akal Sehat
Allah menganugerahkan akal agar manusia bisa merenungkan terhadap apa saja yang di dalam atau di luar dirinya.
Allah menunjukkan kebesaran dan kekuasaan-Nya dengan memperlihatkan berbagai peristiwa pada alam semesta.
Terciptanya kehidupan dengan turunnya air hujan merupakan fenomena alam yang bisa dilihat dan dirasakan manusia.
Dengan air hujan, alam ini bisa hidup yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan binatang dengan aneka ragamnya. Tumbuhan dan hewan ini menopang dan menjaga keberlangsungan hidup manusia.
Alquran menarasikan bahwa air hujan bukan turun dengan sendirinya tetapi atas kehendak Allah. Dengan air hujan itu bisa menghidupkan makhluk yang sebelumnya mati, dan menumbuhkembangkan segala makhluk yang ada di bumi.
Allquran menarasikan hal itu sebagaimana firman-Nya:
اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَسَلَـكَهٗ يَنَا بِيْعَ فِى الْاَ رْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهٖ زَرْعًا مُّخْتَلِفًا اَ لْوَا نُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَـرٰٮهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَجْعَلُهٗ حُطَا مًا ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَذِكْرٰى لِاُ ولِى الْاَ لْبَا بِ
“Apakah engkau tidak memperhatikan, bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi, kemudian dengan air itu ditumbuhkan-Nya tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, kemudian menjadi kering, lalu engkau melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai.
Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar : 21)
Alam semesta ini tidak hidup dengan sendirinya tetapi ada yang menggerakkan. Tidak mungkin alam ini hidup dengan sendirinya tanpa ada sentuhan dari Dzat Yang memberi kehidupan.
Manusia bisa dijadikan sebagai contoh kongkret, dimana tetesan air mani sebagai barang yang menjijikkan bisa berubah menjadi mulia.
Berkat sentuhan Allah, setetes air mani bisa berubah menjadi sosok manusia yang tampan atau cantik jelita. Namun setelah itu manusia justru menjadi makhluk yang paling durhaka kepada Allah.
Betapa tidak, ketika diperintahkan untuk tunduk dan patuh pada perintah-Nya, mereka berani menolak dan menentang kekuasaan-Nya.
Bahkan manusia merupakan makhluk yang paling nyata permusuhannya pada Khaliknya. Hal Ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
اَوَلَمْ يَرَ الْاِ نْسَا نُ اَنَّا خَلَقْنٰهُ مِنْ نُّطْفَةٍ فَاِ ذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ
“Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia menjadi musuh yang nyata!” (QS. Ya-Sin : 77)
Allah memerintahkan memuliakan dirinya dengan mengagungkan dan menyembah hanya Allah. Namun manusia justru mencari sesembahan semu hingga melupakan siapa yang menciptakannya.
Manusia diperintahkan berbuat adil dan menegakkan keadilan, tetapi justru berbuat dzalim dan menebarkan ketimpangan sosial.
Mereka bukan hanya melupakan Allah, tetapi meniadakannya, hingga berani berbuat bebas tanpa mengindahkan aturan dan norma yang tertuang dalam Alquran dan sunah.
Mereka inilah manusia pembangkang dan menjadi pelopor pada setiap perilaku pembangkangan yang ada di muka bumi ini.
Mereka inilah yang menjadi musuh utama penegak nilai-nilai profetik yang berupaya menyebarkan Alquran dan hadis. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News