Hidup adalah proses untuk menghadapi dan menyelesaikan ujian. Setiap manusia apa pun ras dan agamanya akan menghadapi ujian kehidupan.
Ada yang Allah Ta’ala berikan ujian berupa kelapangan, dan tidak sedikit juga yang Allah berikan ujian berupa kesempitan dan kesusahan.
Berbaik sangka kepada Allah Ta’ala merupakan salah satu solusi dalam menghadapi ujian. Layaknya seorang murid seyogianya tetap berbaik sangka kepada gurunya ketika menghadapi soal ujian yang sulit.
Berbaik sangka kepada Allah adalah konsekuensi logis pengesaan kepada Allah Ta’ala. Di dalam salah satu ayat Alquran, Allah Ta’ala memuji orang-orang yang senantiasa berbaik sangka kepada Allah dan memberikan pahala kepada mereka atas hal tersebut.
Allah Ta’ala berfirman:
ثُمَّ اَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ الْغَمِّ اَمَنَةً نُّعَاسًا يَّغْشٰى طَۤاىِٕفَةً مِّنْكُمْ ۙ وَطَۤاىِٕفَةٌ قَدْ اَهَمَّتْهُمْ اَنْفُسُهُمْ يَظُنُّوْنَ بِاللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ ۗ يَقُوْلُوْنَ هَلْ لَّنَا مِنَ الْاَمْرِ مِنْ شَيْءٍ ۗ قُلْ اِنَّ الْاَمْرَ كُلَّهٗ لِلّٰهِ ۗ
“Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Dia menurunkan rasa aman kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri.
Mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata, “Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?
Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya segala urusan itu di tangan Allah.’ ” (QS. Ali Imran: 154)
Semakin bertambah keimanan seseorang, maka semakin baik pula persangkaannya kepada Allah Ta’ala. Sebaliknya, semakin berkurang keimanan seseorang, maka persangkaannya kepada Allah pun akan semakin memburuk.
أنا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بي، وأنا معهُ إذا ذَكَرَنِي، فإنْ ذَكَرَنِي في نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ في نَفْسِي، وإنْ ذَكَرَنِي في مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ في مَلَإٍ خَيْرٍ منهمْ
“Sesungguhnya Aku berdasarkan pada prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku akan selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku.
Jika ia mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia berzikir mengingat-Ku dalam sebuah perkumpulan, maka Aku akan sebut-sebut dia dalam sebuah perkumpulan yang lebih baik dari mereka.” (HR. Bukhari no. 7405 dan Muslim no. 2675)
Husnuzan, berbaik sangka kepada Allah Ta’ala lebih ditekankan lagi untuk dilakukan saat seseorang mendekati ajalnya. Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
سَمِعْتُ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، قَبْلَ مَوْتِهِ بثَلَاثَةِ أَيَّامٍ يقولُ: لا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إلَّا وَهو يُحْسِنُ الظَّنَّ باللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (tiga hari menjelang wafatnya) mengatakan, “Janganlah seorang di antara kalian meninggal, kecuali dia telah berbaik sangka kepada Allah.” (HR. Muslim no. 2877)
Tidak selayaknya seorang mukmin meninggal dunia sedangkan ia putus asa dari rahmat Allah dan kasih sayang-Nya.
Hendaknya ia memperbanyak husnuzan kepada Allah Ta’ala dengan mengerjakan kebaikan, menghindarkan diri dari kemaksiatan, serta berharap akan pahala dan balasan dari Allah Ta’ala.
Imam Al-Qurtuby menjelaskan dalam Al- Mufhim bahwa berbaik sangka kepada Allah maksudnya adalah:
1. Berprasangka dikabulkan ketika berdoa
2. Berprasangka diterima ketika bertobat
3. Berprasangka diampuni ketika meminta ampun, dan
4. Berprasangka diberikan pahala dan balasan ketika beribadah.
Fathul Bary : 15/270. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News