Teologi Profetik dan Keselamatan Jiwa
Ilustrasi foto: albawaba.com

Penjagaan Allah terhadap generasi yang memegang teologi Profetik sangat sempurna. Hal itu ditunjukkan oleh sekelompok pemuda yang memegang teguh prinsip tauhid.

Mereka tidak mengikuti tradisi masyarakat yang berbuat syirik. Allah pun menjaga jiwa mereka dari kejaran dan tekanan musuh.

Penjagaan Allah juga diberikan kepada seorang yang bertauhid sementara membinasakan harta benda temannya yang berbuat syirik.

Dengan demikian, Allah menyelamatkan jiwa dan harta terhadap hamba-hamba-Nya yang memurnikan keyakinannya pada Allah dan membinasakan siapapun yang menduakan-Nya.

Ashabul Kahfi

Kekuasaan Allah melindungi hamba-hamba-Nya yang teguh di atas tauhid. Hal ini ditunjukkan dengan terlindungnya sekelompok pemuda yang kokoh terhadap keyakinan bahwa Allah sebagai Zat yang wajib disembah.

Sementara masyarakatnya mengagungkan seorang raja dan mengakui sebagai kekuatan yang bisa menyelamatkan.

Alah pun menyelamatkan jiwa para pemuda itu dari kejaran dan tekanan raja yang ingin mengembalikan keyakinannya agar mengakui dirinya sebagai tuhan.

Keteguhan para pemuda itu berbuah manis. Mereka dijaga jiwa dan fisiknya dari pembunuhan dan menghidupkan hingga berganti generasi. Mereka hidup di dalam gua (Ashabul Kahfi) selama 309 tahun.

Hal ini dinarasikan Alquran sebagaimana firman-Nya:

وَتَحْسَبُهُمْ اَيْقَا ظًا وَّهُمْ رُقُوْدٌ ۖ وَّنُـقَلِّبُهُمْ ذَا تَ الْيَمِيْنِ وَ ذَا تَ الشِّمَا لِ ۖ وَكَلْبُهُمْ بَا سِطٌ ذِرَا عَيْهِ بِا لْوَصِيْدِ ۗ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَا رًا وَّلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا

“Dan engkau mengira mereka itu tidak tidur, padahal mereka tidur; dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di depan pintu gua.

Dan jika kamu menyaksikan mereka, tentu kamu akan berpaling melarikan (diri) dari mereka dan pasti kamu akan dipenuhi rasa takut terhadap mereka.” (QS. Al-Kahf: 18)

Allah menjaga hamba-hamba-Nya dengan membuat situasi mencekam bagi siapa pun yang melihat keadaan mereka dan ingin mencelakakan para pemuda yang kokoh dalam mentauhidkan Allah.

Kesyirikan dan Hancurnya Kekayaan

Allah terkadang tidak memberi harta kekayaan melimpah kepada seorang hamba yang mentauhidkan Allah, tetapi akan memberikan sesuatu yang lebih baik dari orang yang memiliki harta melimpah tetapi melakukan kesyirikan.

Bahkan pelaku nilai-nilai profetik mendapat jaminan akan memperoleh sesuatu yang jauh lebih baik daripada apa yang dibangga-banggakan para pelaku syirik dengan kekayaannya.

Sebaliknya, Allah membinasakan harta mereka karena kezaliman yang dilakukannya.

Hal.ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

وَاُ حِيْطَ بِثَمَرِهٖ فَاَ صْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلٰى مَاۤ اَنْفَقَ فِيْهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلٰى عُرُوْشِهَا وَيَقُوْلُ يٰلَيْتَنِيْ لَمْ اُشْرِكْ بِرَبِّيْۤ اَحَدًا

“Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu dia membolak-balikkan kedua telapak tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur roboh bersama penyangganya (para-para) lalu dia berkata, “Betapa sekiranya dahulu aku tidak menyekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun.” (QS. Al-Kahf : 42)

Hancurnya sawah ladang disebabkan perilaku mereka yang lalai akan kewajibannya sebagai hamba, sehingga Allah membiarkan kerusakan hak miliknya.

Ludesnya harta kekayaan itu disebabkan di antaranya, merasa sombong karena apa yang mereka bangga-banggakan karena usaha dan kepintarannya, hingga lalai terhadap peran dan bantuan Tuhannya.

Atau karena tidak memberikan hak kepada orang lain (fakir-miskin) atas harta yang dimilikinya.

Kesombongan dan kekikiran atas melimpahnya harta ini menghancurkan sebagian atau keseluruhan harta kekayaannya.

Dua faktor (kesombongan dan kekikiran) ini disebabkan oleh ketiadaan kesadaran untuk mentauhidkan Allah sebagai Maha Pencipta dan Maha Pemelihara.

Ketika hilang kesadaran atas kehendak Allah itulah yang mendorong dirinya untuk berbuat zalim. Ketika kezaliman itu masif sistematis, maka Allah meluluhlantakkan secara tiba-tiba.

Hal ini bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari bahwa orang-orang yang hidup dalam kemewahan begitu mudah melakukan kedzaliman.

Kekayaannya tidak dikeluarkan sebagiannya kepada orang-orang yang lemah. Bahkan mereka berbuat zalim kepada orang yang pernah berjasa kepada dirinya.

Ketika dalam keadaan mapan dan melimpah kekayaannya, justru semakin pelit. Mereka hanya pamer harta kepada orang-orang miskin sehingga tumbuh kecemburuan sosial.

Fenomena inilah yang membuat Allah murka hingga membinasakan kekayaannya. Hancurnya Kekayaan itu bisa jadi dengan adanya sakit, anaknya durhaka, keluarganya berperilaku menyimpang, atau ditipu orang.

Semua itu sebagai akibat ketidakmampuan dirinya menghadirkan nilai-nilai profetik sehingga muncul kerakusan dan ketamakan tanpa batas. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini