Hukum Aksi Demonstrasi
Ilustrasi foto: kompas.com/tria sutrisna
UM Surabaya

*) Oleh: Dr Zainuddin MZ, Lc, MA
Ketua Lajnah Tarjih Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Timur

Sewaktu dinas di Saudi Arabia, dalam sebuah jamuan makan bersama saya disindir teman-teman. Waktu itu di Indonesia sedang ramai-ramainya Aksi Bela Islam 212 di Jakarta. Katanya: Kenapa muslim di Indonesia sering mengadakan demo?

Saya balik bertanya, memangnya kenapa? Apakah bertentangan dengan syariat Islam? Tolong tunjukkan Alquran dan hadisnya kalau demo itu dilarang!

Ia pun tidak dapat menunjukkan kecuali dengan kaidah berfikir bahwa demo seperti itu mudaratnya lebih besar dari manfaatnya.

Jika itu dasar pemikiran Anda, kenapa kumpul-kumpul dalam sepak bola yang juga sering mendatangkan mudarat lebih besar tidak Anda larang?

Saya tidak yakin ia melarangnya, karena saya tahu ia memang suka nonton sepak bola walaupun menyadari bahwa mudaratnya sangat besar, apakah terabaikannya shalat sampai terjadinya bentrok antar fanatik klubnya.

Di luar dugaan, ketika diskusi belum tuntas tiba-tiba ada breaking news, demo besar-besaran di ibu kota Riyadh.

Dari ulasan pers semua faham bahwa demo itu untuk menuntut dicabutnya aturan wanita diperbolehkan menyetir mobil sendiri.

Karena hampir setiap hari terjadi tabrakan akibat diperbolehkannya para wanita menyetir mobil sendiri. Maka sungguh mati kutu teman diskusi saya.

Akar Masalah

Akar masalah perselisihan Salafi dan lainnya saat memahami ketaatan kepada ulil amr, siapa ia sebenarnya.

Bagi Salafi jika pemimpin itu muslim walaupun tidak menjalankan kepemimpinannya sesuai dengan syariat Islam tetap dikategorikan ulil amri.

Kelompok lainnya, walaupun pemimpin itu muslim namun ia tidak menjalankan kepemimpinannya sesuai dengan syariat Islam, maka tidak layak dikategorikan ulil amri. Bahkan mempersyaratkan kepemimpinan itu dalam bingkai kekhilafaan.

Hadis yang menjelaskan ulil amri diriwayatkan (1) Anas, (2) Irbad, (3) Umu Husain, (4) Hudzaifah adalah sebagai berikut:

Hadis Umu Hushain ra:

وَعَنْ أُمِّ الْحُصَيْنِ الْأَحْمَسِيَّةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: (حَجَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَجَّةَ الْوَدَاعِ, فَرَأَيْتُهُ) (يَخْطُبُ بِعَرَفَاتٍ) (وَمَعَهُ بِلَالٌ وَأُسَامَةُ, أَحَدُهُمَا يَقُودُ بِهِ رَاحِلَتَهُ, وَالْآخَرُ رَافِعٌ ثَوْبَهُ عَلَى رَأسِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) (يُظِلُّهُ مِنْ الْحَرِّ) (وَعَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُرْدٌ قَدْ الْتَفَعَ بِهِ مِنْ تَحْتِ إِبْطِهِ, قَالَتْ: فَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى عَضَلَةِ عَضُدِهِ تَرْتَجُّ ((فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ, وَذَكَرَ قَوْلًا كَثِيرًا) (ثُمَّ سَمِعْتُهُ يَقُولُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ, وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ) (يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللهِ تَعَالَى فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا (

“Umu Hushain al-Ahmasiah ra. berkata: (Aku pergi haji bersama Rasulullah saw. saat haji wada’. Lalu aku menyaksikan) (Nabi saw. berkhotbah di Arafah) (yang didampingi Bilal dan Usamah.

Seorang memegang tali kendali untanya yang lain menutupkan kain di atas kepalanya) (untuk memayunginya dari suasana panas) (Pada Nabi saw. ada kain burdah yang diselempangkan di bawah ketiaknya.

Aku menyaksikan otot pada lengan atasnya tertutupi) (Lalu Nabi saw. memuja dan memuji Allah dan menyampaikan banyak hal) (Lalu aku mendengarnya bersabda:

Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah, walaupun kelak kalian dipimpin oleh budak suku Habsyi yang terputus hidung dan tangannya) (selagi ia memimpin kalian berdasar Kitab Allah, maka dengarkan dan taatilah). (Hr. Muslim: 1298, 1838; Tirmidzi: 1706; Nasai: 3060; Ahmad: 27309, 27310)

Catatan:

Adanya hadis yang mengabarkan “akan muncul pemimpin-pemimpin yang tidak mengambil petunjukku dan tidak mengambil sunahku dan munculnya Dajal” merupakan berita Nabi yang harus diwaspadai dan diperangi, bukan diartikan walaupun pemimpin itu tidak berpegang dengan syariat Islam tetap harus dipatuhi.

Karena umat Islam tidak boleh kompromi dengan Dajal sebagaimana dengan pemimpin yang tidak menjalani syariat Islam.

Analisa

Sungguh indah jika kajian hadis difahami secara komprehensif, tidak parsial. Semua akan mengerti bahwa karakter ulil amri itu adalah muslim, hamba merdeka, bahkan dalam hadits shahih diterangkan bersuku Quraiys yang menjalankan pemerintahannya sesuai dengan Kitab Allah (syariat Islam).

Sabda Nabi saw: “Walaupun kelak kalian dipimpin oleh budak suku Habsyi yang terputus hidung dan tangannya) (selagi ia memimpin kalian berdasar Kitab Allah, maka dengarkan dan taatilah), mempertajam syarat ulil amri yang harus menjalankan pemerintahannya dengan syariat Islam.

Dalil-dalil itulah yang digunakan kelompok salafi untuk mengharamkan aksi demontrasi.
Kalangan salafi yang mengharamkan aksi demontrasi juga berdalil dengan sikap Nabi Musa ketika mendakwahi Firaun dengan perkataan yang lemah lembut (Qs. Thaha:44), tidak dengan cara aksi demonstrasi.

Argumentasi ini dibantah, bahwa menggunakan dalil umum tanpa melihat konteks akan menjadikan gagal paham terhadap ayat itu sendiri. Apalagi tanpa melihat nas yang menceritakan cara dakwah para Nabi dan Rasul yang lain.

Sebagai contoh Nabi Ibrahim yang menghancurkan patung Lata, Manna dan Uzza; tuhan sesembahan umatnya, adalah cermin melegalkan kekerasan. Metode dakwah para Nabi berbeda-beda sesuai dengan keadaan pada saat itu.

Sebenarnya, Allah memerintah Nabi Musa untuk mendakwahi Firaun dengan perkataan lemah lembut tersirat pelajaran penting, bahwa Nabi Musa adalah Nabi yang pernah tinggal dan diasuh oleh Firaun sendiri.

Sebagai seorang yang pernah diasuh oleh Firaun, sepantasnya Nabi Musa bertutur dengan baik, walaupun Firaun sendiri adalah orang yang ingkar dan mengaku dirinya sebagai Tuhan.

Kemudian, menurut Salafi, menyelesaikan kemungkaran dengan kemungkaran hukumnya haram? Pola fikir seperti ini perlu diwaspadai, atas dasar apa berkesimpulan bahwa aksi demontrasi merupakan sebuah kemungkaran?

Apakah ada dalil yang sharih (jelas) yang membenarkan pernyataan seperti itu? Atau hanya persepsinya sendiri agar masyarakat mengikuti doktrinnya?! Ketika Nabi Muhammad saw. dihujat, apakah Anda diam saja.

Landasan Teoritik Tentang Aksi Demontrasi

Unjuk rasa atau aksi demonstrasi adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum.

Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok.

Dalam istilah Islam, aksi demonstrasi disebut dengan muzhaharah, yaitu sebuah media dan sarana penyampaian gagasan atau ide-ide yang dianggap benar dan berupaya mensyiarkannya dalam bentuk pengerahan masa.

Dalam perspektif hukum Islam, aksi demontrasi sendiri merupakan sarana untuk menasihati pemimpin yang telah berbuat kemungkaran agar kembali kepada kebaikan, sebagai bentuk amar ma’ruf nahi mungkar.

Hal ini didukung (1) firmanNya (Qs. Ali Imran: 104), (2) Qs. Al-Anfal: 60), (3) Hadits Abu Sa’id al-Khudri ra., Rasulullah saw. bersabda:

Termasuk jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat keadilan di hadapan penguasa yang zalim.

(4) Kaidah fikih sesuatu hal yang tidak akan tercapai dan terlaksana kewajiban kecuali dengannya, maka hal tersebut menjadi wajib.

Sehingga dalam hal ini suatu tujuan yang akan ditempuh dengan mengharuskan menggunakan sarana, maka pemakaian sarana tersebut menjadi wajib.

Dan demonstrasi adalah sarana yang sangat efektif dalam melaksanakan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar, dakwah dan jihad.

Dengan demikian demonstrasi sebagai sebuah sarana yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan dakwah, amar ma’ruf nahi mungkar dan jihad demi menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, memberantas kezaliman dan kebatilan itu perlu, dan umat Islam harus mendukung setiap upaya kebaikan dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai Islam demi kejayaan Islam dan kemaslahatan umat.

Dalil Aksi Demontrasi

Kemudian ditemukan hadis diperbolehkan melakukan aksi demontrasi yang diriwayatkan (1) Ibnu Abbas, (2) riwayat Ibnu Abbas lagi, dan (3) riwayat Iyas. Karena keterbatasan halaman tidak mungkin dipaparkan semua dalilnya.

Catatan Akhir

Kepada teman-teman warga Saudi Arabia saya katakan, bukankah menurut kalian taat kepada ulil amri adalah harga mati dan haram mengadakan aksi demonstrasi?

Ketahuilah ulil amri di negeri kami membolehkan kami mengadakan aksi demonstrasi, kenapa kalian yang ribut?

Di negara kami aksi demonstrasi diperbolehkan dan dijamin oleh undang-undang. Kami diizinkan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya.

Aturan itu menunjukkan bahwa sebagai warga negara mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi maupun pendapat baik dilakukan melalui audiensi, pawai, rapat umum, mimbar bebas, bahkan bisa unjuk rasa atau dikenal dengan aksi demonstrasi. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini