Menghadirkan Energi Positif Di Balik Kecemasan
UM Surabaya

Oleh: Koko Soesantho, S.Ag., M.Si.
(Wakil ketua LDK PWM Jawa Timur & Trainer Self Mastering Skill)

Tidak ada orang yang menyukai dan merasa nyaman dengan hadirnya rasa cemas.

Namun toh rasa cemas senantiasa muncul dalam kehidupan kita. Tanda-tanda fisik seperti jantung berdebar, tangan berkeringat dingin dan sakit kepala ringan yang mengganggu tidur.

Rasa cemas merupakan pertanda bahwa kehidupan yang kita jalani sedang bergeser dari rasa nyaman.

Rasa cemas menandakan kita cemas terhadap perubahan dan perubahan yang tidak berpihak kepada kita tentunya.

Rasa cemas tanda bahwa kita masih punya harapan, keinginan, tujuan yang harus dicapai serta keharusan yang tidak bisa ditinggalkan.

Namun kita sudah menghadirkan keburukan, kejelekan dan kegagalan dalam bayangan pikiran serta perasaan kita. Itulah mengapa kecemasan kita terletak di antara kini dan nanti.

Dalam konteks pertumbuhan rasa harga diri sering kali dipupuk dengan beberapa dosis rasa cemas.

Harga diri yang terletak dalam motivasi diri akan keberadaan yang ingin diakui, dihargai dan dihormati senantiasa terus menemui ketegangan konflik relasi yang tiada akhir.

Kecemasan terjadi dalam relasi kita dengan orang lain. Kecemasan muncul dari ketakutan, kekhawatiran bahwa diri ini dianggap tidak penting, tidak dihargai, direndahkan dan tidak dihormati. Bahkan mungkin dikhianati atau disingkirkan.

Setidaknya secara subjektif itu yang dirasakan. Kecemasan seperti ini adalah kecemasan yang bersifat duniawi.

Maka, solusinya tidak lain adalah dengan menghadirkan kesadaran spiritual. Bahwa dirinya tidak diakui, dihargai dan dihormati, justru tidak penting, tidak esensial.

Ia sadar bahwa secara spiritual dirinya tidak ada, yang ada hanya Allah SWT. Maka, pengakuan atau ingin diakui akan menjadi dasar dari kecemasan.

Berbekal kesadaran spiritual, maka hanya dalam amal, aksi, tindakanlah yang penting untuk dibawa di hadapan Alloh SWT. Diakui orang lain atau tidak itu tidak penting, tidak berpengaruh terhadap kesadaran diri yang sebenarnya.

Justru tersadar dengan kecemasan spiritual, yang dengannya kekuatan keikhlasan yang membuatnya terus bergerak sampai titik finis kehidupan yaitu kematian.

Maka demi perjuangan pertumbuhan pribadi yang tangguh, mencapai puncak pencapaian kemuliaan yang bermartabat, memang penuh risiko, perlu energi dan stamina fisik dan mental dan penuh rasa tidak puas terhadap suatu keadaan yang terjadi para suatu keadaan tertentu.

Apabila hal itu berarti bahwa kita akan sering kali atau sekali waktu tersiksa oleh rasa cemas, maka berilah ruang, waktu serta hadapi dengan sikap positif.

Maka sesungguhnya kita sedang belajar mengalami dan mencoba menemukan pesan di balik rasa cemas itu sendiri, bahwa memang kita tidak punya pilihan lain.

Selain membangkitkan kesadaran hidup itu sendiri yang harus dijunjung tinggi dan diselamatkan dari gangguan ketakutan dan kekhawatiran dari kecemasan.

Hadirnya kecemasan menjadi alarm bagi kita untuk mendayagunakan sumber-sumber daya hidup yang kita miliki menjadi satu menjadi energi dan sikap positif mengubah keadaan. Tidak ada cara lain jika kita ingin terbebas dari kecemasan apapun.

Qur’anic Spirit:

مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ بَا قٍ ۗ وَلَـنَجْزِيَنَّ الَّذِيْنَ صَبَرُوْۤا اَجْرَهُمْ بِاَ حْسَنِ مَا كَا نُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 96). (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini