Kami hanya nasihatkan jangan manjakan pengemis! Apalagi pengemis yang malas bekerja, bertato, bertindik, semir nyolok, kumuh, lusuh, masih muda yang kalau balap lari kita yang sudah stw ini pasti kalah.
Mereka yang sering berada di perempatan dan setiap lampu merah. Beroperasi ketika kendaraan-kendaraan berhenti.
Di setiap lampu merah di Bali, ada tulisan besar, “Anda Seyogyanya Malu Pada Orang Yang Mengais Rezeki Berpeluh Keringat , Sementara Anda Tidak Tahu Malu Ngemis Di Jalanan.”
Sehingga di Bali, tidak seperti kota-kota di Jawa, marak dengan pengemis jalanan. Bahkan tidak sedikit dengan cara ngecet tubuh, yang tersisa matanya yang kelihatan merah karena iritasi di tengah terik.
Duh, kok segitunya manusia itu. Harusnya mereka malu kepada burung yang tidak pernah mengemis kepada sesamanya.
Kebanyakan mereka malah tidak jelas apa agamanya. Kalau ingin sedekah, carilah orang yang saleh yang lebih berhak untuk diberi.
Yaitu, orang-orang yang miskin yang sudah berusaha bekerja namun tidak mendapatkan penghasilan yang mencukupi kebutuhan keluarganya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِى تَرُدُّهُ الأُكْلَةُ وَالأُكْلَتَانِ ، وَلَكِنِ الْمِسْكِينُ الَّذِى لَيْسَ لَهُ غِنًى وَيَسْتَحْيِى أَوْ لاَ يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا
“Namanya miskin bukanlah orang yang tidak menolak satu atau dua suap makanan. Akan tetapi miskin adalah orang yang tidak punya kecukupan, lantas ia pun malu atau tidak meminta dengan cara mendesak.” (HR. Bukhari no. 1476). (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News