Takhayul, Khurafat, dan Pandangan Muhammadiyah
Ilustrasi: nytimes
UM Surabaya

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ghoffar Ismail mengangkat isu menarik seputar takhayul dan khurafat. Hal itu disampaikan dalam Pengajian Tarjih yang digelar, Rabu (2/8/2023).

Dengan kebijaksanaan yang dikenal luas dalam pemahaman agama, Ghoffar Ismail memberikan wawasan yang mendalam mengenai perbedaan di antara kedua konsep tersebut.

Dalam pemaparannya, dia merujuk pada pengertian takhayul sebagai suatu bentuk pembayangan atau imajinasi tanpa dasar yang kuat.

Mengutip sebuah ayat dalam Alquran yang mengisahkan tukang sihir Fir’aun, Ghoffar menjelaskan bagaimana takhayul dapat mendorong seseorang untuk menganggap khayalan sebagai kebenaran.

“Tukang sihir Firaun menyihir setiap mata para penontonnya. Sehingga seolah mata mereka melihat tali dan tongkat mereka menjadi ular. Termasuk Musa ‘alaihis salam, terbayang dalam diri beliau, tali dan tongkat mereka menjadi ular,” kata Ghoffar.

Selanjutnya, jelas dia, konsep khurafat sebagai bentuk ekstrem dari takhayul. Khurafat melibatkan keyakinan yang tidak hanya didasarkan pada khayalan semata, tetapi juga diwarnai oleh unsur-unsur kedustaan.

Ghoffar menggambarkan bagaimana khurafat sering kali merujuk pada cerita-cerita yang tidak memiliki dasar yang valid, bahkan bertentangan dengan ajaran Islam yang sejati.

“Khurafat adalah cerita-cerita yang mempesonakan bercampur dengan perkara dusta. Atau cerita rekaan, khayalan, ajaran-ajaran, pantangan, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam dan diyakini kebenarannya,” beber Ghoffar.

Dia juga menyoroti bahaya dari menerima takhayul dan khurafat tanpa kritis. Ia mengingatkan audiensnya bahwa Islam mendorong umatnya untuk memahami ajaran agama dengan akal sehat dan berdasarkan dalil-dalil yang sahih.

Menurutnya, menghindari takhayul dan khurafat adalah langkah penting dalam mempertahankan keyakinan yang benar dan menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.

Dalam pengajian tersebut, Ghoffar mengingatkan bahwa pemahaman yang mendalam dan pemikiran yang rasional adalah jalan yang benar dalam mengatasi takhayul dan khurafat.

Dengan memahami perbedaan antara khayalan dan kebenaran, umat Islam dapat menghindari jebakan-jebakan keyakinan yang salah dan tetap kokoh dalam landasan agama yang sahih.

Tidak Memiliki Dasar

Lantas, bagaimana pandangan Muhammadiyah? Menurut Ghoffar Ismail, Muhammadiyah tegas terhadap mitos dan keyakinan yang tidak memiliki dasar ilmiah atau nash yang kuat.

Ghoffar mengedepankan pesan pencerahan yang esensial bagi umat Islam dalam memahami dan menghindari tindakan atau keyakinan yang menyimpang.

“Dalam berislam, Muhammadiyah mengandalkan Manhaj Tarjih yang bersumber pada Alquran dan as-Sunnah dan akal pikiran yang sesuai dengan ajaran Islam, dengan pendekatan bayani (teks), burhani (ilmu), irfani (kebijakan, ihsan),” terang Ghoffar.

Muhammadiyah dengan tegas menyatakan bahwa mitos-mitos yang hanya berlandaskan pada cerita, keyakinan, atau kepercayaan yang tidak memiliki dasar ilmu atau nash, tergolong dalam kategori tathayyur, takhayul, dan khurafat.

Muhammadiyah menjelaskan bahwa tindakan semacam ini dapat berujung pada perilaku syirik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid dan keyakinan kepada Allah dalam aqidah Islam.

Oleh karena itu, Muhammadiyah menggarisbawahi urgensi untuk menjauhi dan meninggalkan praktik-praktik yang terkait dengan takhayul dan khurafat.

“Muhammadiyah menegaskan bahwa mitos-mitos yang hanya didasarkan pada cerita, keyakinan, kepercayaan, baik terhadap hari, bulan, tahun baik atau buruk yang tidak ada dasarnya sama sekali dengan ilmu dan nash, maka dia termasuk Tathayyur, Takhayyul dan Khurafat yang harus dijauhi,” terang Ghoffar, seraya mengutip Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pasal 1 dan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah ayat 3.

Namun, Muhammadiyah juga mendorong pendekatan dakwah yang bijaksana dalam menyampaikan pesan-pesan ini.

Dalam mengatasi takhayul dan khurafat, Muhammadiyah menekankan pentingnya menjalankan dakwah dengan penuh hikmah, menggunakan cara yang baik dan mudah dimengerti, serta mendorong dialog yang baik dan konstruktif.

Pendekatan ini bertujuan untuk membangun pemahaman yang tepat dan mendalam, serta mendorong diskusi terbuka tanpa mengabaikan prinsip-prinsip agama.

Dengan menggabungkan pandangan tegas terhadap takhayul dan khurafat serta pendekatan dakwah yang bijaksana, Ghoffar mengingatkan umat Islam akan urgensi untuk memahami ajaran agama dengan landasan yang kuat.

Hal ini berarti menghindari tindakan atau keyakinan yang dapat mengarah pada penyimpangan, dan senantiasa memperkuat prinsip-prinsip tauhid dalam akidah Islam. Pesan pencerahan ini diharapkan akan membimbing umat dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang sejati. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini