Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir menegaskan pentingnya pemahaman terhadap ideologi, politik dan organisasi yang aktual untuk memajukan wilayah.
Menurut dia, ideologi yang dipahami oleh Muhammadiyah adalah pandangan dunia yang tengahan.
Di Muhammadiyah terdapat pemikiran-pemikiran resmi yang berasal dari pandangan keagamaan, produk pemikiran tersebut kemudian menjadi kerangka berpikir ideologis Muhammadiyah.
“Jika ditarik ke belakang, kerangka ideologis Muhammadiyah dapat ditemukan jejaknya dalam ajaran hidup KH. Ahmad Dahlan,” kata Haedar Nashir dalam Ideopolitor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) D.I. Yogyakarta, Ahad (6/8/2023).
Dalam urusan politik, terang Haedar, wilayah harus mampu mengakomodir warga Muhammadiyah untuk bergerak pada politik kebangsaan dan kenegaraan.
Haedar juga menyinggung tentang realitas politik yang dihadapi Muhammadiyah saat ini, termasuk politik agama dan politik praktis yang menarik-narik Muhammadiyah.
Guru Besar Sosiologi ini lalu menjelaskan, jalur politik yang ditempuh Muhammadiyah bukan praktis untuk kekuasaan. Melainkan jalur politik kebangsaan dan kenegaraan.
Haedar mencontohkan pendirian berbagai Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) merupakan jalur politik yang ditempuh untuk mencerahkan, mencerdaskan, menyehatkan dan memajukan masyarakat di berbagai aspek kehidupan.
“Tetapi di sisi lain Muhammadiyah mendorong kadernya untuk terjun ke partai politik,” kata dia.
Sementara dalam aspek organisasi, Muhammadiyah sudah membingkai dirinya sebagai organisasi Islam.
Namun demikian, Haedar menekankan supaya Muhammadiyah tidak terjebak dalam dogmatis dan normatif Islam semata.
Melainkan Islam harus dijadikan sebagai pandangan hidup untuk mencerahkan dan memajukan kehidupan.
“Dan kita perlu memahami ideologi, kita perlu memahami Islam sebagai pandangan hidup yang absolut. Dalam pandangan hidup Islam, kita ikuti pandangan dari Majelis Tarjih,” paparnya
Islam yang dipahami Muhammadiyah adalah merujuk kepada Alquran dan sunah yang dilengkapi dengan ijtihad.
Patokan ini menjadi distingsi antara Muhammadiyah dengan gerakan lain yang juga memiliki semangat kembali kepada Alquran dan sunah.
Dalam metode pendekatan, Muhammadiyah mendekati Wahyu dengan metode bayani (teks), burhani (konteks, ilmu, rasio, akal-pikiran yang tersistematis) dan irfani (rasa, batin, ruhani dan intuisi)
Melalui metode pendekatan tersebut, menjadikan gerakan Muhammadiyah tidak terbatas pada teks-teks semata.
Ketiga metode pendekatan tersebut, kata Haedar, sebagai bukti dan mengkonfirmasi bahwa Muhammadiyah adalah Harakah Al Islamiyyah dalam bidang dakwah sekaligus tajdid.
Dalam kaitan ini, Haedar berpesan kepada kader, warga, lebih-lebih pimpinan Muhammadiyah untuk mempelajari Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
Dengan itu diharapkan tidak terjadi keterputusan pemahaman di lingkungan Muhammadiyah.
“Mari para pimpinan Muhammadiyah memahami kembali, membaca kembali dan menyampaikan kembali Manhaj Tarjih,” tegas Haedar.
Sementara itu, Ketua PWM DIY Ikhwan Ahada dalam sambutannya menyampaikan bahwa agenda ini diikuti sebanyak 215 undangan, termasuk dari perwakilan PWM-PWA, PDM, dan perwakilan dari Organisasi otonom, serta perwakilan dari AUM.
Mereka datang untuk meneguhkan ideologi, politik dan organisasi dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
“Ideopolitor juga mengkonfirmasi setebal apa Muhammadiyah kita, ideologi, politik dan arah gerak organisasi yang kita lakukan di Muhammadiyah.” Ungkapnya.
Ikhwan menyebut, bahwa arah gerak Muhammadiyah akan mengalami kesulitan dal bergerak apabila tidak ada sinergi dan kolaborasi.
Dia berharap, setelah Ideopolitor PWM D.I. Yogyakarta ini akan diteruskan dengan agenda serupa di level daerah untuk seluruh cabang Muhammadiyah.
Dalam kaitannya untuk sinergi dan kolaborasi, Ikhwan mengatakan bukan hanya dengan internal Muhammadiyah, tetapi juga dengan pemerintah dan golongan lain.
Sebagai tuan rumah, Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Gunawan Budianto menyampaikan selamat datang peserta Ideopolitor di kampus muda mendunia ini.
Dia menekankan bahwa di kampus UMY tidak boleh ada kepentingan lain selain kepentingan Muhammadiyah di UMY.
“Tidak boleh ada kepentingan-kepentingan lain yang bercokol di kampus ini, termasuk di kampus-kampus Muhammadiyah yang lain, sekolah-sekolah Muhammadiyah yang lain.” Ungkapnya.
Hal tersebut juga berlaku di berbagai Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang lain, termasuk di masjid-masjid Muhammadiyah, jangan sampai diserobot oleh orang lain.
Maka dari itu, penting Cabang dan Ranting Muhammadiyah harus diaktifkan, melalui pengajian-pengajian dan lain sebagainya.
Dalam hemat Gunawan, mustahil Muhammadiyah untuk tidak berbicara ‘politik’. Bukan politik praktis, tetapi untuk meneguhkan kepentingan-kepentingan Muhammadiyah.
Dia beralasan akan ada urusan-urusan Muhammadiyah yang diselesaikan melalui kanal-kanal politik. Gunawan pada kesempatan ini mengajak kepada seluruh warga Muhammadiyah untuk mematuhi putusan-putusan politik dari Muhammadiyah. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News