Lembaga pendidikan Muhammadiyah telah membersamai kehidupan putra-putri bangsa Indonesia sejak lama, bahkan sebelum kemerdekaan, dan telah meluluskan berbagai tokoh yang bukan hanya dari kalangan muslim, tetapi juga dari nonmuslim.
Salah satu tokoh nonmuslim yang lahir dari rahim sekolah Muhammadiyah adalah Dr Ponijan Liaw, seorang tokoh pemuka Buddhis, mantan Ketua Umum Pemuda Buddhis dan mentor serta motivator internasional asal Indonesia.
Dikutip dari video dirilis, Kamis (15/8/2023) di kanal YouTube IMF Media, Ponijan menyampaikan bahwa keberhasilannya di masa sekarang tidak bisa dilepaskan dari masa kecilnya.
Salah satunya adalah sekolah SD Muhammadiyah Desa Pon, Kecamatan Sei bamban, Kabupaten Serdang Bedagai.
“SD Muhammadiyah itu adalah sekolah terbaik kami waktu itu, di Kampung Pon itu. Jadi kami semuanya bersekolah di Muhammadiyah pada waktu itu. Di sana kami belajar tanpa ada diskriminasi, dengan guru-guru yang sangat menyayangi kami. Kami dibesarkan di komunitas Muhammadiyah,” tutur dia.
Bukan hanya sekolah dasar, Ponijan Liaw bahkan melanjutkan sekolah SMP-nya juga di Muhammadiyah.
Sampai sekarang dia tetap merawat hubungan baik dengan guru-gurunya di sekolah Muhammadiyahnya dulu.
Sebagai minoritas, dirinya bersama keluarga dan etnis lain merasa damai dan aman hidup di tengah-tengah lingkungan muslim dan itu adalah Muhammadiyah.
“Di kampung saya itu tidak ada sama sekali, padahal kami itu mungkin 0,9 persen atau satu persen paling banyak di sekolah itu. Tetapi tidak ada diskriminatif sama sekali. Artinya ketika ada pelajaran agama pun, Agama Islam tentunya, karena Muhammadiyah kan, itu kami disilakan mau ikut belajar. Tidak ikut belajar pun dianggap diberikan nilai atau angka lulus,” beber dia.
Ponijan Liaw mengatakan, bahwa meskipun dirinya bersama saudara dan teman-temannya yang non-muslim, selama belajar Agama Islam di sekolah Muhammadiyah tidak pernah mengalami paksaan. Termasuk tidak ada paksaan dari guru Agama untuk pindah ke Islam.
Selain tidak ada perilaku diskriminatif, alasan banyak keluarga Buddhis dan nonmuslim dari kampung tersebut memilih sekolah Muhammadiyah karena kualitasnya.
Menurut Ponijan, sekolah-sekolah Muhammadiyah waktu itu adalah sekolah terbaik dan memberikan pencerahan bagi peserta didik untuk bermimpi lebih tinggi.
“Yang ada sekolah Muhammadiyah, dan itu sekolah paling terkenal pada masanya. Bahkan sampai hari ini. Bayangkan itu 40 tahun yang lalu berarti itu kira-kira,” cetus dia.
Ponijan yang saat ini menjadi motivator terbaik di Asia menyampaikan, prestasi yang dia peroleh sekarang adalah berkat pendidikan yang diajarkan gurunya, yaitu Rahmat Riyanto, Guru SMP Muhammadiyah Desa Pon.
Dari Rahmat tersebut terbuka wawasan dan meninggikan cita-cita Ponijan kecil. (*/tim)