Yang Menanam Akan Menuai, Ini Kisah dalam Alquran dan Hadis
foto: islamicity.org

Bertepatan dengan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI ke-78 marilah kita berdoa:

“Segala puji itu hanyalah milik Allah. Dialah zat yang telah menyempurnakan nikmatNya untuk kita dan secara berturut- turut memberikan berbagai pemberian dan anugerah kepada kita.”

Insya Allah, Allah menyanjung dan memberi keselamatan untuk Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alayhi wasallam, keluarganya yang merupakan manusia pilihan, dan semua sahabatnya yang merupakan manusia-manusia yang bertakwa seiring silih bergantinya malam dan siang.

Kita pasti pernah mendengar peribahasa ini, “Siapa yang menanam, Dia yang akan menuai.”

Maksudnya, jika seseorang menanam kebaikan, maka ia akan menuai kebaikan pula. Dan jika seseorang menanam kejelekan, maka ia akan menuai hasil yang jelek pula.

Berikut beberapa contoh dalam Alquran dan hadis yang menceritakan maksud dari peribahasa ini.

Berlaku Jujur, Menuai Kebaikan

Dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud, ia menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga.

Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.

Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka.

Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim 2607)

Terkhusus lagi, beliau memerintahkan kejujuran ini pada pedagang karena memang kebiasaan para pedagang adalah melakukan penipuan dan menempuh segala cara demi melariskan barang dagangan.

Dari Rifa’ah, ia mengatakan bahwa ia pernah keluar bersama Nabi saw ke tanah lapang dan melihat manusia sedang melakukan transaksi jual beli.

Beliau lalu menyeru, “Wahai para pedagang !” Orang-orang pun memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil menengadahkan leher dan pandangan mereka pada beliau.

Lantas Nabi Saw bersabda:

“Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.” (HR. Tirmidzi 1210 dan Ibnu Majah 2146. Syaikh Al Albani mengatakan hadits tersebut shahih)

Berlaku jujur juga akan menuai berbagai keberkahan. Yang dimaksud keberkahan adalah tetapnya dan bertambahnya kebaikan. Dari sahabat Hakim bin Hizam, Nabi aw bersabda:

“Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah.

Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut.

Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu.” (HR. Bukhari 2079 dan Muslim 1532)

Inilah buah yang dipetik dari pedagang yang tidak berlaku jujur. Sedangkan sebaliknya jika pedagang bisa berlaku jujur, maka ia pun akan menuai berbagai kebaikan dan keberkahan.

Mudah Memaafkan dan Tawaduk

Rasulullah saw bersabda: “Sedekah tidak mungkin mengurangi harta. Tidaklah seseorang suka memaafkan, melainkan ia akan semakin mulia.

Tidaklah seseorang bersikap tawaduk (rendah diri) karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.“ (HR. Muslim 2588 dari Abu Hurairah)

Seseorang yang selalu memaafkan akan semakin mulia dan bertambah kemuliaannya. Ia juga akan mendapatkan balasan dan kemuliaan di akhirat.

Begitu pula orang yang tawaduk karena Allah, ia akan ditinggikan derajatnya di dunia, Allah akan senantiasa meneguhkan hatinya dan meninggikan derajatnya di sisi manusia, serta kedudukannya pun akan semakin mulia.

Di akhirat pun, Allah akan meninggikan derajatnya karena ketawadukkannya di dunia. (Al Minhaj Syarh Muslim, 16/141-142)

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.

Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)

Sahabat yg mulia, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan:

“Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek.

Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini.”

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/243)

Menolong dan Memudahkan Sesama, Menuai Pertolongan dan Kemudahan dari Allah

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Barang siapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat.

Barang siapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat.

Barang siapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hambaNya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim 2699 dari Abu Hurairah)

Di antara bentuk pertolongan di sini adalah seseorang memberikan kemudahan dalam masalah hutang. Ini bisa dilakukan dengan dua cara.

Cara pertama, memberikan tenggang waktu pelunasan dari tempo yang diberikan, ini hukumnya wajib.

Karena Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” (QS. Al Baqarah: 280)

Cara kedua dengan memutihkan utang tersebut, dan ini dianjurkan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

“Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280)

Berkebalikan dari sikap baik ini adalah mengenakan riba pada saudaranya yang menunda utang. Ini adalah berkebalikan dari memberi kemudahan.

Maka tentu saja orang yang memberi kesulitan pada saudaranya akan menuai hasil yang sebaliknya.

Usaha Disertai Tawakal akan Menuai Hasil

Dari Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi saw bersabda:

”Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki.

Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim. Shahih kata Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no.310)

Burung ini melakukan usaha dan bertawakkal pada Allah, akhirnya ia pun kenyang ketika pulang di sore hari.

Ini berarti tanpa usaha, tidak akan memperoleh hasil apa-apa. Dan usaha tanpa tawakal, hanya akan memperoleh sekadar yang Allah takdirkan.

Yang tepat adalah usaha disertai tawakal, niscaya hasil memuaskan yang akan dituai.

Berbuat Curang, Menuai Berbagai Musibah

Nabi saw bersabda:

“Dan tidaklah mereka berbuat curang ketika menakar dan menimbang melainkan mereka akan ditimpa kekeringan, mahalnya biaya hidup dan kelaliman para penguasa.” (HR. Ibnu Majah 4019 kata Syaikh Al Albani hadis ini sahih)

Dan karena curang dalam perniagaan inilah sebab dibinasakannya Kaum Madyan, umat Nabi Syu’aib ‘alaihis salam.

Allah Ta’ala memerintahkan pada Kaum Madyan:

“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang orang yang merugikan; dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.

Janganlah kalian mengurangi hak-hak milik orang lain dan jangan berbuat kemaksiatan dan kekejian demi menyebarkan kerusakan di muka bumi.” (QS. Asy Syu’ara: 181-183)

Jadi ingatlah, setiap yang kita tanam -baik kebaikan maupun kejelekan-, pasti kita akan menuai hasilnya.

Oleh karenanya, bersemangatlah dalam menanam kebaikan dan janganlah pernah mau menanam kejelekan.

Para ulama sering kali mengutarakan, “Balasan dari kebaikan adalah kebaikan setelahnya. Sedangkan balasan dari kejelekan adalah kejelekan setelahnya.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/372 Surat Al Lail ayat 7)

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini