Salat Itu Perkara Penting dan Tanda Kebaikan Keluarga
foto: bbc.co.uk
UM Surabaya

Sebagai orang tua berkewajiban memerintah keluarga, anak-anak yang sudah tamyiz, supaya taat kepada Allah dan tepat waktu menunaikan salat. Serta mendidik mereka dari menerjang larangan.

Dari Amru bin Syu’aib dari Ayahnya dari Kakeknya dia berkata; Rasulullah saw bersabda:

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan salat apabila sudah mencapai umur 7 tahun, dan apabila sudah mencapai umur 10 tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud: 495)

Dari Abu Tsurayyah Sabrah bin Ma’bad Al-Juhany radhiyallahu anhu ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

“Ajarkanlah salat kepada anak-anak di umur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika meninggalkan salat di umur sepuluh tahun.” (HR.Tirmidzi: 407)

Dalam lafazh Abu Dawud:

“Perintahkanlah anak kecil untuk melaksanakan salat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya.” (HR. Abu Dawud: 494)

Salat adalah ibadah yang paling agung yang pertama kali dihisab. Rasulullah saw pernah bersabda:

“Hal pertama yang dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat dari amalannya adalah salat.

Apabila salatnya baik maka sungguh ia telah sukses dan selamat. Sebaliknya, apabila rusak maka sungguh ia telah gagal dan merugi.” (HR. Abu Dawud: 864, Tirmidzi: 413, Nasa’i: 465)

Seorang ayah harus mengajari keluarganya untuk mengerjakan salat. Karena salat adalah perkara penting dan tanda kebaikan sebuah keluarga.

Bahkan karena pentingnya amalan salat ini, Nabi Ibrahim alaihissalam memohon kepada Allah:

“Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat. Ya Rabb kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)

Salat adalah salah satu tolok ukur baik atau tidak sebuah keluarga. Karena salat merupakan kewajiban utama bagi setiap muslim dan muslimah.

Bagaimana mungkin sebuah keluarga akan baik menunaikan hak yang lain, sedang hak Allah yang paling utama setelah syahadatain saja tidak tunaikan dengan baik.

Abu al-‘Aliyah Rufai’ bin Mihran rahimahullah, seorang ulama dan orang saleh dari generasi tabi’in.

Jika ia mendengar ada seorang yang alim, maka dia akan mencari dan menemuinya kemudian salat di belakangnya.

Apabila ia melihat orang tersebut tidak sempurna dalam mengerjakan salat, maka dia akan meninggalkannya seraya berkata dalam hatinya:

“Sesungguhnya orang yang meremehkan salatnya, maka dia akan lebih meremehkan perkara yang lain.” (Suwar Min Hayatit Tabi’in: 448)

Karenanya, tanda orang-orang munafik yang difirmankan oleh Allah dalam Alquran, salah satunya adalah mereka salatnya buruk.

Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas.

Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’: 142)

Rasulullah saw bersabda:

“Salat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah salat isya dan salat subuh, sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari: 657, Muslim: 651)

Salat adalah tolok ukur kebaikan, bahkan keselamatan di akhirat kelak. Rasulullah saw bersabda:

“Hal pertama yang dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat dari amalannya adalah salat. Apabila salatnya baik maka sungguh ia telah sukses dan selamat.

Sebaliknya, apabila rusak maka sungguh ia telah gagal dan merugi.” (HR. Abu Dawud: 864, Tirmidzi: 413, Nasa’i: 465)

Jika seorang tidak memperhatikan salatnya tidak ada lagi yang patut ia banggakan. Imam Hasan al Bashri mengatakan:

“Wahai anak Adam, apa yang berharga dari agamamu jika salatmu saja tidak berharga bagimu?! Padahal, pertanyaan pertama yang akan ditanyakan kepadamu pada hari kiamat nanti adalah salatmu.” (Al Kabair: 28 Darul Fikr)

Paksa anak dan keluarga untuk melakukan ketaatan. Hari ini, betapa banyak orang tua yang konsep pendidikan anaknya adalah “sesuai dengan kemauan mereka.”

Sehingga tatkala sang anak tidak punya kemauan beribadah, belajar agama, dan seterusnys, orang tua pun membiarkan saja.

Dari hadis yang mulia di atas jelas bahwa terkadang disyariatkan seorang ayah untuk memaksa anaknya untuk beribadah, boleh memukul mereka namun tetap dengan pukulan yang mendidik bukan menyiksa. Ibadah yang paling utama untuk diperhatikan oleh seorang ayah adalah salat.

Demikian pula dengan kebaikan yang lain seperti menuntut ilmu agama. Lihatlah potret generasi mulia dari kalangan sahabat dan tabi’in.

Diriwayatkan dari Ikrimah, salah seorang murid senior dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, ia mengatakan: “Ibnu Abbas mengikat kedua kakiku saat ia mengajarkan Alquran dan fikih kepadaku.” (Shahih Bukhari, Kitab Khushumat: 7)

Atsar ini menunjukkan bolehnya kita memaksa seseorang yang berada di bawah kekuasaan kita untuk diajari ilmu agama. Karena mengajarkan ilmu agama adalah tanggung jawab kita.

Oleh sebab itu, sebagai orang tua atau orang yang mempunyai tanggung jawab, tidak boleh hanya mengikuti keinginan anak.

Kalau mereka kurang kemauan beribadah dan belajar agama maka harus dipaksa. Jangan dibiarkan semau mereka dengan dalih sayang kepada mereka.

Justru itulah bentuk bahwa kita tidak sayang dengan mereka. Kita paksa belajar agama adalah demi kebaikan mereka juga. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini