Aman dan rezeki merupakan dua entitas yang saling terkait, di mana aspek pertama (aman) sebagai prasyarat bagi terwujudnya aspek kedua (rezeki).
Tanpa adanya keamanan berpotensi besar akan menghambat lancarnya rezeki. Nabi Ibrahim memberikan contoh ketika mengawali doanya dengan memohon keamanan sebelum meminta rezeki.
Hal ini menunjukkan bahwa berupaya untuk menciptakan keamanan merupakan tugas utama bagi pemimpin sebelum memberi jaminan mengalirnya rezeki di tengah masyarakat.
Pentingnya Keamanan
Keamanan merupakan pintu terbukanya kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya keamanan, maka masyarakat bisa melakukan kegiatan untuk mengais rezeki sehingga kehidupan menjadi dinamis.
Sebaliknya dalam keadaan yang tidak tenang, entah adanya ancaman atau perang akan mendatangkan ketidakpastian.
Dalam keadaan seperti ini, masyarakat hidup susah dan tidak tenang, sehingga mengalami kesulitan dalam mencari rezeki dalam rangka menjaga keberlangsungan hidup.
Dalam konteks ini, Nabi Ibrahim memberikan teladan dalam doanya, di mana dia meminta keamanan negerinya sebelum meminta rezeki.
Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:
وإذ قال إبراهيم رب اجعل هذا بلدا آمنا وارزق أهله من الثمرات من آمن منهم بالله واليوم الآخر
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa, “Wahai Rabbku jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. Al-Baqarah 126)
Terciptanya keamanan juga menjadi pintu kebaikan yang lain, yakni tenangnya dalam beribadah. Ketika masyarakat tenang dalam beribadah, maka berbagai kebaikan lain akan semakin membanjiri.
Dengan kedekatan anggota komunitas kepada Allah, dengan memproduksi banyak ibadah dan berbuat baik, maka Allah akan menurunkan berbagai kenikmatan dan keberkahan yang diturunkan Allah dari langit dan dasar bumi.
Hal ini dinarasikan Alquran sebagaimana firman-Nya:
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf : 96)
Masyarakat pada umumnya tidak bersyukur dengan melakukan pendekatan atau ibadah kepada Allah. Kenikmatan yang demikian besar dan melimpah manusia justru tidak menunjukkan sikap yang rendah hati kepada Allah.
Allah memberikan berbagai kemudahan dan memperbanyak kenikmatan kepada manusia, berupa kesehatan, rezeki, dan dijauhkan dari bencana.
Namun tidak sedikit manusia yang justru mendustakan serta mengabaikan peranan Allah dalam hidupnya. Mereka justru melakukan pendustaan dengan mengagungkan kepada selain Allah.
Keamanan dan Tersebarnya Islam
Islam berkembang dengan pesat ketika situasi dalam keadaan tenang. Situasi yang mengancam jiwa maka sulit bagi warga negara untuk melakukan ibadah dengan tenang.
Bukankah Islam berkembang dengan pesat sesaat setelah perjanjian gencatan senjata antara kaum muslimin dan Quraisy dalam perjanjian Hudaibiyah?
Sebelum perjanjian ini umat Islam menjadi pihak yang dikejar-kejar terancam. Namun dengan perjanjian ini, umat Islam keadaan sejajar dan duduk dalam meja perundingan.
Dalam salah satu butir perjanjian itu tercatat kesepakatan adanya gencatan senjata antara kaum muslimin dan orang-orang Makkah (kafir) untuk tidak ada perang selama 10 tahun yang akan datang.
Setelah perjanjian itu, nabi memerintahkan para sahabatnya untuk mengirim surat kepada raja-raja. Di dalam surat itu, nabi mengajak mereka untuk memeluk agama Islam.
Ada di antara mereka yang menolak tegas, dan ada pula yang menerima Islam. Dengan kiriman surat itu, raja yang menerima Islam menyampaikan kepada rakyat, sehingga terjadi Islamisasi besar-besaran. Akhirnya Islam berkembang dengan cepat dan pesat.
Hal sebaliknya terjadi, di mana Islam berkembang dengan lambat dan bahkan berkurang ketika terjadi penjajahan kepada negeri-negeri Islam. Bahkan ketika terjadi kecamuk perang antara saudara muslim, maka terjadi kemandegan kuantitas umat Islam.
Dalam situasi seperti ini, terjadi kekacauan sehingga tersendat dan terhambat laju perkembangan ekonomi. Ketika negara dalam keadaan tidak aman, maka kesulitan masyarakat untuk mengais rezeki juga terpengaruh.
Ketika situasi perang dan suasana tidak tenang ini, di samping terjadi kemandekan dalam memproduksi pangan juga menghentikan lahirnya ulama negeri itu.
Dalam situasi yang mencekam, umat Islam bukan saja sulit memperoleh keamanan, tetapi sulit mendapatkan ketenangan dalam melakukan ibadah.
Apalagi ketika terjadi penjajahan atau penindasan, maka sulit bagi umat Islam untuk memperbaiki kehidupan mereka, baik mencari rezeki atau mendekatkan diri kepada Allah melakukan ibadah dengan tenang.
Bukankah negeri yang sedang mengalami peperangan, seperti Ukraina, yang saat ini mengalami keterancaman, karena berperang dengan Rusia. Situasi yang tidak aman, membuat mereka tidak tenang dalam menjalani kehidupan.
Mereka sulit untuk bekerja, karena tidak bisa keluar rumah. Keluar rumah sama saja menyerahkan nyawa mereka kepada pasukan musuh. Sementara tidak keluar rumah, mereka akan kelaparan.
Di sinilah relevansi doa Nabi Ibrahim yang mengawali doanya dengan memohon keamanan sebelum meminta rezeki.
Dengan doa Nabi Ibrahim itu, maka negeri Makkah menjadi negeri yang tenang, aman dan damai.
Dengan adanya ketenangan itu maka melimpah berbagai macam buah dan berbagai kenikmatan lain yang tak terduga.
Mereka pun bisa beribadah dengan tenang dan leluasa mendekatkan diri kepada Allah. Ketika mereka dekat dengan Allah, maka Allah pun semakin mencurahkan kenikmatannya kepada penduduk Makkah. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News