Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News
Ilustrasi foto: karier.mu
UM Surabaya

Dukungan yang diberikan terhadap isu-isu yang diangkat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya dalam mengatasi krisis pangan merupakan sebuah bentuk komitmen politik antarnegara yang mendorong terwujudnya kedaulatan pangan.

Hal ini juga memberikan peluang bagi para buruh tani di pedesaan untuk berwirausaha secara mandiri. Berdasarkan data yang beredar, rata-rata pendapatan bersih buruh tani hanya berkisar di angka 54 persen dari rata-rata upah minimum yang ditetapkan pemerintah (BPS 2018).

Selain upah kerja yang sangat rendah, petani, buruh lepas di perkebunan, atau profesi serupa lainnya tidak memiliki kepastian dan jaminan, baik dalam hal upah, kesempatan kerja hingga keselamatan kerja.

Menyikapi hal tersebut, Tim Mahasiswa Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menawarkan inovasi berupa marketplace yang diberi nama Halmahera.

Mereka,Muhammad Arkan Saputra, Bagas Yudhanto Aji, Zagarino Farrel Dwipangga Putra, Ferina Indah Sari, dan Nur Amelia. Selama mengembangkan gagasan, tim dibantu oleh Novel Idris, S.Kom., M.M. selaku dosen pembimbing.

Kesejahteraan Petani 

“Kami melihat ada celah, tentang kesejahteraan petani di Indonesia jika dibandingkan dengan negara maju seperti Swiss atau Jepang,” jelas Arkan.

Dia lalu menerangkan bahwa sekarang produk-produk di sektor pertanian memiliki harga jual yang relatif rendah hingga membuat kesejahteraan mereka sangat kurang. Setelah melalui observasi yang cukup, tim menemukan adanya kendala terkait retailer (pengecer) yang jumlahnya sangat banyak.

“Ketika petani ingin menjual harga yang tinggi, tidak ada retailer yang mau beli produk mereka, dan karena itu petani malah tidak memiliki pemasukan,” imbuhnya.

Sekilas Halmahera

Halmahera merupakan sebuah marketplace bagi petani untuk mendagangkan produk-produk pertanian, di mana mereka dapat menyesuaikan harga dengan konsumennya. Nama ‘Halmahera’ sendiri diambil dari nama burung endemik kepulauan Maluku, Bidadari Halmahera yang merupakan jenis cendrawasih berwarna cokelat zaitun.

“Selain itu, ‘Halmahera’ dalam istilah memiliki arti, yaitu orang yang secara alamiah mendatangkan uang. ‘Halmahera’ juga melambangkan daya cipta, sehingga dengan menamakan Halmahera diharapkan dapat melambangkan keteraturan, pelayanan, sulit menerima batasan, dan perkembangan yang mapan,” ungkap Arkan.

Secara konsep, Halmahera tak jauh berbeda dengan marketplace lainnya. Mulai dari tampilan dashboard, pemilihan bahasa (sementara hanya tersedia bahasa Indonesia dan bahasa Inggris), pembuatan akun bagi user, pemberian rating untuk toko, pemasangan voucher, hingga pilihan media transaksi.

“Kami memerlukan waktu sekitar dua minggu untuk mengolah ide, menyusunnya dalam Business Model Canvas (BMC), mendesain User Interface (UI), dan keperluan lainnya” imbuhnya.

Fitur Voice Assistant

Menariknya, tim juga mengusung fitur Voice Assistant yang bertujuan membantu orang-orang penyandang disabilitas untuk lebih memudahkan mereka dalam mencari produk yang diinginkan.

“Di Halmahera, misalkan user sedang mencari pupuk, maka secara otomatis akan muncul beberapa pupuk dengan macam-macam harga dan deskripsi, dan akan langsung dibantu. Jadi, tidak cuma dinarasikan saja,” ujar Farrel.

Variabel Terbatas

“Sebelumnya sudah ada marketplace serupa, namun setahu kami hanya sebatas mendistribusikan jagung. Lalu, kami memikirkan ‘kenapa nggak sekalian semuanya?’ atau dengan kata lain variabelnya dibuat lebih banyak,” jelas Farrel.

Dari permasalahan tersebut, akhirnya Farrel dan tim sepakat untuk mengembangkan gagasan bahwa produk yang dijual-belikan melalui Halmahera tak hanya satu macam, namun bisa produk apa pun di sektor pertanian (media tanam, hasil panen, hingga alat bantu pertanian seperti traktor, dan lainnya). Hal tersebut juga dinilai dapat membantu para petani dalam memenuhi kebutuhan mereka.

Pengembangan Lebih Lanjut

Dalam kesempatan yang sama, Ferina menambahkan jika ada keinginan untuk melanjutkan dan mengembangkan Halmahera. Ia berharap inovasi yang dibuat bisa berguna dan membantu aktivitas para petani.

“Ini juga dapat mendukung adanya kemandirian di sektor pertanian dengan penerapan teknologi yang lebih canggih, karena pada dasarnya kemajuan segala sektor bisnis atau non-bisnis lainnya itu ada di pertanian yang unggul,” ujar mahasiswa semester tujuh itu.

Raih Juara 1 Business Pitching

Kekreatifan tim dalam berinovasi membuahkan hasil di ajang internasional Business Pitching dalam rangka Faculty of Business Management and Professional Studies Entrepreneurship Week 2023 (FBMP ETR Week 2023), Management and Science University (MSU), Malaysia.

Tim meraih juara 1 setelah mengalahkan Tim Jakarta Global University Indonesia dan Tim MSU Malaysia sendiri.

“Sebelumnya kami memiliki ide sebanyak tiga opsi, lalu tim beserta dosen pembimbing berunding untuk memutuskan ide mana yang paling relevan, dan terpilihlah ide Halmahera ini,” ujar mahasiswa FEB itu.

Arkan menuturkan bahwa kompetisi FBMP ETR Week 2023 bukanlah kompetisi internasional yang pertama kali mereka ikuti, sebelumnya mereka pernah mengikuti kompetisi di Jogja.

Hanya saja pada kompetisi yang berlangsung di Jogja itu, mereka belum berhasil meraih juara. Untuk itu ia berpesan kepada mahasiswa UMS khususnya mahasiswa FEB agar tidak mudah berkecil hati dan menyerah jika belum berkesempatan menjadi juara di kompetisi mana pun.

“Buat teman-teman, jangan pernah takut dalam mengutarakan gagasan atau ide. Siapa tahu ide tersebut bisa berdampak positif bagi banyak orang, dan jangan pernah berkecil hati kalau pernah gagal dalam berkompetisi. Harus bangkit dengan ide-ide kreatif lainnya lagi!,” tutup Arkan. (genis dwi gustati/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini