Resepsi Pernikahan ala Warga Persyarikatan
foto: pti

*) Oleh: Ahsan Jamet Hamidi
Ketua PRM Legoso, Ciputat Timur

Minggu lalu, saya didapuk menjadi ketua panitia pernikahan putri pertama seorang kawan dekat. Alhamdulillah, acaranya berlangsung lancar.

Tolok ukur saya sederhana. Sabtu itu, cuaca sangat bersahabat. Sejak siang hingga malam, langit di wilayah seputaran Ciputat-Pamulang terpayungi oleh awan atau polusi.
Cahaya matahari tertutup oleh mendung, namun tidak hujan. Prosesi akad nikah lancar, tepat waktu. Semua orang yang diberi tugas untuk membaca doa, memberikan nasehat pernikahan dan mencatatkan berita acara perkawinan bisa hadir secara tepat.

Calon pengantin kini sudah sah menjadi suami-istri. Pernikahan mereka pun sudah tercatat dalam akta nikah resmi. Sah secara agama dan negara.

Mengawal pesta pernikahan anak-anak muda zaman sekarang itu mudah. Orang tua tinggal mengikuti alur yang sudah dibuat oleh calon pengantin.

Skenarionya lengkap dan detail. Dari prosesi akad nikah hingga resepsi. Mereka memilih lokasi terbuka, dengan nuansa alam yang natural.

Skenario yang disiapkan calon pengantin, selanjutnya akan dieksekusi oleh wedding organizer profesional yang disewa secara khusus. Kontribusi para kawan dekat calon pengantin juga sangat mendukung kelancaran acara.

Mereka bersiaga penuh mengambil peran apa saja. Tugas saya praktis hanya memastikan semua berjalan.

Awalnya saya agak grogi, karena tidak punya pengalaman mengawal prosesi pernikahan keluarga seorang pejabat. Resepsi kali ini adalah pernikahan putri pertama teman dekat saya, Din Wahid. Dia sedang menjabat Wakil Rektor UIN Jakarta, sekaligus Sekretaris Lembaga Pengembangan Pesantren, Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Din Wahid baru kembali dari Negeri Kincir Angin setelah empat tahun menjabat sebagai Atase Pendidikan Indonesia di Negeri Belanda. Bisa dibayangkan kolega-koleganya yang akan hadir.

Pastilah banyak orang penting. Apalagi sang besan juga seorang pejabat penting di lingkungan BUMN.

Setelah mendengar konsep pernikahan, saya senang dan optimis. Konsep pernikahannya selaras dengan karakter Din Wahid yang simpel, apa adanya. Dia memang tipe orang yang tidak suka basa-basi.

Ketika pihak Wedding Organizer bertanya: ”siapa tamu VIP yang akan hadir ?” Dia menjawab lugas, “Rektor UIN, Dirjen Haji dan Sekretaris Umum Muhammadiyah”.

Ia meminta ada tempat khusus bagi para tamu VIP dengan persediaan makan-minum cukup. Juga tempat khusus bagi keluarga inti yang sudah lanjut usia. Lengkap dengan aneka konsumsi, akses yang mudah dan tempat duduk yang nyaman.

Resepsi Sederhana KH Ahmad Dahlan

Ketika Kiai Ahmad Dahlan masih hidup, kehidupan warga Persyarikatan di Kampung Kauman Yogyakarta sudah cukup baik. Para juragan batik di sana sering mengadakan resepsi pernikahan dengan pesta sangat mewah.

Hiasan rumah, rias pengantin, hiburan dan hidangan yang disajikan serba mahal. Durasi pesta pernikahan juga berlangsung berhari-hari, sehingga banyak sekali biaya yang dikeluarkan.

Kiai Ahmad Dahlan merasa tidak nyaman dengan tradisi pernikahan penuh kemewahan seperti itu. Di dalam forum pengajian, ketika ada warga Persyarikatan yang akan menyelenggarakan pesta pernikahan, Kiai Dahlan akan bertanya, berapa anggarannya?

Jika melebihi angka 1.000 gulden, Kiai Dahlan akan meminta separonya disumbangkan untuk Muhammadiyah. Permintaan tersebut ada yang menyetujui, ada yang tidak. Lumrah.

Ketika tradisi kesederhanaan dalam pesta pernikahan itu mulai banyak dipraktikkan, maka hidangan makanan dalam setiap pesta pernikahan warga Persyarikatan juga jauh berkurang.

Para tamu diberi satu gelas teh manis dan kue lemper satu biji. Maka sejak saat itu, tersebarlah istilah ”Walimatul ’Ursy Perji” artinya ”Pesta Pernikahan Lemper Siji” alias lemper satu biji.

Meski demikian, himbauan Kiai Ahmad Dahlan untuk menggelorakan hidup sederhana itu terus disuarakan di kalangan Muhammadiyah. Cerita tersebut dapat dibaca dalam buku Kisah Inspiratif Para Pemimpin Muhammadiyah yang ditulis Sukriyanto AR.

Pesta pernikahan yang baru saya ikuti kemarin juga menganut prinsip itu. Tentu dalam konteks yang berbeda.

Meski tidak hanya menyajikan satu gelas teh manis dan lemper satu biji, namun prinsip tidak berlebih-lebihan dalam menyajikan hidangan untuk para tamu, tetap diterapkan.

Menghormati para tamu undangan adalah wajib. Untuk itu, sang punya hajat betul-betul memastikan agar tidak ada satu pun tamu undangan yang tidak kebagian makanan. Alhamdulillah, persediaan makanan cukup untuk semua tamu undangan dan panitia. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini