Konsekuensi Gerakan Pembaharuan bagi Muhammadiyah
Kiai Haji Ahmad Dahlan dan kawan-kawannya yang mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah. foto: repro

Sebagai gerakan pembaharuan, Muhammadiyah tentu tidak boleh puas dengan segala capaian yang berhasil ditorehkannya sejauh ini.

Bendahara Umum PP Muhammadiyah Hilman Latief mengatakan, ribuan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang sudah mewarnai dan membersamai kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan sampai sekarang harus diapresiasi dan disyukuri.

“Akan tetapi, gerakan tajdid atau pembaharuan yang melekat pada Muhammadiyah tidak boleh berhenti karena capaian-capaian tersebut,” katanya dalam agenda Pengukuhan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Yaman, Sabtu (26/8/2023).

Kepada kader dan pimpinan persyarikatan Hilman meminta untuk konsisten dalam melakukan pembaruan.

Dalam pandangannya, gerakan pembaharuan yang dimiliki oleh Muhammadiyah membangkitkan kesadaran kader.

Lebih-lebih pimpinan Persyarikatan untuk berkaca dan mawas diri perihal kontribusi yang sudah ia berikan kepada persyarikatan, umat, bangsa, dan dunia.

“Oleh karena itu saya memahami tajdid adalah inovasi, tajdid bukan hanya sekedar kita mengeluarkan pikiran-pikiran baru, tapi juga bagaimana secara sosial, secara ekonomi, secara politik, secara kebudayaan, bahkan di aspek-aspek pendidikan kita juga banyak melakukan inovasi,” tegas Hilman.

Dengan jumlah kader diaspora di luar negeri yang melimpah, Hilman meyakini akan ada banyak gagasan yang diberikan mereka untuk kemajuan Persyarikatan.

Dia berharap dengan kesegaran gagasan tersebut mendorong praktik aksi Islam sehingga lebih dinamis.

Menyinggung Saudi Arabia yang dikenal sebagai basis Wahabisme, Hilman mengutarakan bahwa mereka saat ini melakukan banyak perubahan peraturan, termasuk dalam fatwa-fatwa mereka. Perubahan tersebut dirasakan sejak lima tahun terakhir ini.

Oleh karena itu Hilman berpesan kepada kader yang berdiaspora untuk belajar di negara-negara Timur Tengah supaya tidak pudar spirit dan gerakan pembaharuannya. Sebab itu adalah jati diri Muhammadiyah.

“Meskipun kita ini merupakan organisasi atau gerakan Islam yang menjaga kemurnian Islam bukan berarti bahwa kita menjadi orang atau kelompok masyarakat yang berpikir konservatif. Tapi sebaliknya adalah organisasi yang siap untuk menjawab berbagai perubahan, siap menerima komunikasi masyarakat internasional dan dunia di luar sana,” ungkap Hilman.

Selain gerakan pembaharuan, dalam Risalah Islam Berkemajuan (RIB) yang merupakan hasil dari Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Surakarta 2022 ini juga ada dua ciri gerakan lain yang melekat pada Muhammadiyah yaitu sebagai gerakan dakwah dan gerakan ilmu. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini