Hukum Salat Jumat Kurang dari 40 Orang
Salat Jumat di Masjid Istiqlal. foto: dakta.com

Para ulama Islam telah lama sepakat bahwa salat Jumat harus dilakukan secara berjamaah. Namun, mereka memiliki perbedaan pendapat yang menarik mengenai jumlah minimal jamaah yang dibutuhkan untuk menjalankan ibadah ini dengan sah.

Mazhab Hanafi, salah satu dari empat mazhab utama dalam Islam, berpendapat bahwa jumlah minimal jamaah yang dibutuhkan untuk salat Jumat adalah tiga orang, tidak termasuk imam.

Ini adalah salah satu pandangan yang ada dalam tradisi Islam yang berusaha mengatur ketentuan salat Jumat. Mazhab Maliki berpendapat bahwa minimal dua belas jamaah diperlukan untuk sahnya salat Jum’at.

Mazhab Syafii dan Hambali, mazhab lainnya dalam Islam, memiliki pandangan yang berbeda. Menurut mereka, jumlah minimal jamaah yang dibutuhkan adalah empat puluh orang, dan ini juga didasarkan pada hadis-hadis yang mereka interpretasikan.

Namun, pandangan yang kuat menurut Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah adalah bahwa tidak ada pembatasan jumlah minimal jamaah yang sah untuk salat Jumat.

Mereka berpendapat bahwa tidak ada hadis yang secara jelas mensyaratkan jumlah tertentu. Selama salat Jum’at dilakukan secara berjamaah dengan jumlah banyak sesuai dengan adat setempat, maka ibadah ini dianggap sah.

Pandangan ini didasarkan pada hadis: “Diriwayatkan dari Salim, ia berkata: Jabir Ra menceritakan kepadaku, ia berkata: Ketika kami salat (Jumat) bersama Nabi Saw tiba-tiba datang dari Syam kafilah onta membawa makanan, maka mereka (para sahabat) mendatanginya sehingga tidak tersisa bersama Nabi Saw selain dua belas orang. Oleh karena itu turunlah ayat:

“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar.” [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Tentu saja, perbedaan pendapat ini mencerminkan kompleksitas dalam interpretasi hukum Islam dan berbagai tradisi yang ada.

Meskipun demikian, satu hal yang dapat disepakati adalah pentingnya menjalankan salat Jumat secara berjamaah, meskipun jumlah minimal jamaah dapat berbeda-beda menurut pandangan ulama.

Ini adalah contoh dari beragam interpretasi dalam Islam yang mencerminkan kekayaan intelektual dan budaya dalam umat Muslim. (*)

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah No. 11, 2014

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini