*Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Wakil Ketua Majelis Tabligh PWM Jatim
Salat dan zakat merupakan dua entitas profetik yang saling menopang bukan berjalan sendiri-sendiri. Salat berdimensi vertikal dimana adanya kedekatan hubungan hamba dengan Penciptanya.
Bantuan Allah akan hadir ketika hubungan vertical seorang hamba sangat dekat. Sementara zakat berdimensi horizontal dimana akan mendekatkan hubungan sosial atau solidaritas antara sang pemberi dan penerima.
Oleh karenanya, Abu Bakar memerangi orang yang menolak mengeluarkan zakat, meskipun mereka tetap menjalankan shalat. Beliau sangat kokoh dalam menyinergikan mutualisme shalat dan zakat.
Andai kata Abu Bakar membiarkan kelompok penolak zakat, bisa jadi muncul kelompok-kelompok baru yang meninggalkan salat dan rukun Islam lainnya.
Sinergi Salat-Zakat
Allah sangat jarang memisahkan antara salat dan zakat, tetapi justru senantiasa menggandengkan keduanya.
Kalau salat akan menautkan hati seorang hamba kepada Allah, dan ketika hubungan batin hamba dengan Allah sangat dekat, maka bantuan Allah senantiasa hadir.
Sementara zakat berkaitan dengan empati dari orang berkecukupan kepada orang yang kurang mampu. Ketika di antara kedua pihak sering dan intens memberi dan menerima, maka akan tertanam solidaritas sosial yang rekat.
Umat Islam sangat ditekankan untuk memperhatikan dua entitas itu (salat dan zakat). Ketika umat Islam memfokuskan hal itu, maka Islam bergerak cepat. Hal ini karena adanya peran Allah yang mencatat keagungan dua ibadah itu.
Alquran menarasikan demikian ini sebagaimana firman-Nya:
وَاَ قِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰ تُوا الزَّکٰوةَ ۗ وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَ نْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
“Dan laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah : 110)
Dua ibadah agung ini sangat ditekankan. Kalau salat berdimensi individual sementara zakat berdimensi sosial.
Oleh karenanya, ketika seorang hamba hanya mengandalkan salat tanpa mengaitkan zakat, maka dia hanya peduli pada kepentingan dirinya dan apatis pada kepentingan orang lain.
Dengan kata lain, salat memang memiliki dimensi mempertautkan atau menggantungkan urusan kepada Allah
Sementara zakat berdimensi sosial, dimana seorang hamba yang memperoleh bantuan, maka dia akan berterima kasih pada pemberinya.
Dengan demikian, akan terjalin solidaritas sosial yang baik. Bilal bin Rabah tidak akan melupakan jasa Abu Bakar yang pernah mengentaskan dirinya dari perbudakan. Abu Bakar banyak memanfaatkan uangnya untuk kepetingan agamanya.
Abu Bakar: Kelembutan dan Keteguhan
Abu Bakar dikenal sebagai seorang hamba yang memiliki kelembutan hati, sehingga Aisyah, putrinya mengatakan bahwa ayahnya sering menangis bila membaca Alquran.
Sedemikian lembut hati Abu Bakar, namun ketika ada sekelompok orang yang menolak membayar zakat, maka beliau bangun untuk memeranginya.
Menurut Abu Bakar, salat dan zakat tidak bisa dipisahkan. Ketika membiarkan hidup dalam keadaan nyaman para penolak zakat, maka akan meruntuhkan Islam.
Ketika seseorang hanya memperhatikan salat dan melalaikan zakat, maka dia hanya peduli pada dirinya sendiri tapi hilang empatinya pada orang yang lemah ekonominya.
Islam akan tegak melalui hamba-hamba-Nya yang peduli menegakkan salat dan menunaikan zakat. Ketika tegak shalatnya, berarti menggerakkan Allah untuk membantunya dalam menghadapi berbagai persoalan.
Sementara zakat yang tegak dan tersebar secara proporsional, maka kepedulian orang yang menerima zakat akan terbangun. Ketika mendapatkan bagian zakat maka orang itu akan mudah digerakkan untuk melakukan apa saja.
Orang-orang miskin hidup susah sulit untuk memberikan tenaganya untuk membantu orang-orang kaya yang pelit. Bahkan tidak jarang, orang-orang kaya yang pelit akan menjadi korban dari mereka yang tidak mendapatkan perhatian.
Mereka hidup susah tanpa mendapatkan bantuan sosial, sehingga mereka justru menjadi ancaman bagi masyarakatnya. Sebaliknya ketika orang-orang miskin mendapat perhatian dengan diberikan haknya, maka mereka menjadi pengaman bagi kampungnya.
Dengan tegaknya salat dan tersebarnya zakat, maka Allah akan turun tangan membantu para hamba-Nya dalam menghadapi persoalan.
Allah telah mencatat perbuatan baik mereka, dan tidak menyia-nyiakan perbuatan mereka yang menegakkan salat dan menunaikan zakat.
Ketika seorang hamba mematuhi perintah menegakkan salat dan menunaikan zakat, maka Allah akan membantunya. Bahkan Allah menyelamatkan mereka dari berbagai cobaan dan terselamatkan dari musibah.
Allah mengabadikan kisah kesuksesan Nabi Yusuf yang memiliki ketakwaan yang sangat tinggi, dan kesabaran yang kuat. Hal inilah yang membuat Allah menolongnya di saat menghadapi persoalan besar. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:
قَا لُوْۤا ءَاِنَّكَ لَاَ نْتَ يُوْسُفُ ۗ قَا لَ اَنَاۡ يُوْسُفُ وَهٰذَاۤ اَخِيْ قَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَيْنَا ۗ اِنَّهٗ مَنْ يَّتَّقِ وَيَصْبِرْ فَاِ نَّ اللّٰهَ لَا يُضِيْعُ اَجْرَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Mereka berkata, “Apakah engkau benar-benar Yusuf?” Dia (Yusuf) menjawab, “Aku Yusuf dan ini saudaraku. Sungguh, Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami.
Sesungguhnya barang siapa bertakwa dan bersabar, maka sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf : 90)
Ayat di atas menjelaskan pemberian Allah kepada hamba-Nya yang melakukan perbuatan baik. Dengan kata lain, Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang berjuang menegakkan salat dan menunaikan zakat.
Perbuatan ini tidak akan disia-siakan, dan Allah akan membalasnya dengan balasan yang memuliakannya.
Di sinilah pentingnya menyinergikan salat dan zakat sebagai sebuah mutualisme profetik sehingga kehidupan kaum muslimin semakin berkah, karena turun pertolongan Allah. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News