*) Oleh: Sigit Subiantoro
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Kediri
Begitu banyak hal yang membuat seseorang sakit hati dan tidak bisa melupakan rasa sakitnya tersebut.
Sakit hati bisa jadi karena omongan orang lain, perilaku, fitnah, gunjingan, tindak kekerasan maupun hal yang membuat hati seseorang terluka.
Jangan sakit hati dan jangan dendam, itulah hal yang diatur oleh agama. Tetapi praktiknya memang susah, namun meski susah, bukan berarti hal itu tidak bisa dilakukan.
Maafkanlah kesalahan orang lain yang pernah menyakiti kita, agar kita menjadi orang yang berjiwa besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”. (QS Al-A’râf:199)
Memaafkan tidak identik dengan kehinaan dan ketidakberdayaan. Bahkan sifat memaafkan merupakan cermin kebesaran jiwa dan kekuatan hati, serta lapang dada.
Sebab, pada dasarnya ada kesanggupan untuk membalas, namun ia memilih tidak membalas dan memaafkan orang yang telah menyakiti hatinya.
Tidak sakit hati dan tidak dendam, akan menunjukkan rasa kebesaran jiwa, yaitu menumbuhkan ketenangan, ketenteraman, kemuliaan dan keperkasaan jiwa, yang tidak akan dijumpai tatkala melampiaskan api dendam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا
“Dan tidaklah Allah menambah seorang hamba dengan kemudahan untuk memaafkan kecuali Allah akan memberinya izzah (kemuliaan)”. [HR Muslim no. 6535].
Wallahu A’lam Bishshawab.(*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News