Pendidikan Indonesia bukanlah pendidikan sekuler, melainkan holistik. Hal itu sebagaimana konsep pendidikan yang disebutkan dalam Pasal 31 UUD 1945, yaitu pendidikan nasional merupakan sistem yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Sekaligus pendidikan juga merupakan sistem untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir dalam acara UNPAD Bersyukur, Ahad (10/9/2023)
Dia lalu menjelaskan, pendidikan nasional merupakan pendidikan berdasarkan Pancasila serta UUD 1945 dengan tetap berakar pada nilai agama dan kebudayaan Indonesia, sekaligus tanggap terhadap tuntutan zaman.
Haedar menegaskan, pengembangan akademik yang unggul dan berdampak mesti berangkat dari hakikat dan sistem pendidikan yang utuh dan terpadu dalam paradigma holistik.
“Sistem pengembangan akademik apapun fokus atau stressingnya, termasuk Kampus Merdeka mesti berlandaskan pada konsep dan sistem pendidikan yang holistik itu,” terang Guru Besar Sosiologi ini.
Manusia Budak
Menurut Haedar Nashir, lembaga atau instansi pendidikan bukan tempat pemroduksi pekerja.
Di sisi lain, pembaruan teknologi dan informasi yang dikembangkan suatu lembaga pendidikan tidak lantas memperbudak manusia dari teknologi yang dibuatnya itu.
Dalam kesempatan ini, Haedar mengutip Herbert Marcuse yang menyebut saat ini IPTEK menjadi kekuatan dominan sekaligus hegemonik dalam kehidupan manusia. Sampai-sampai manusia melupakan dimensi lain dari hidupnya, one dimensional man.
“Di mana IPTEK dan kehidupan indrawi hanya bagian dari semua kosmologi kehidupan itu, yang mungkin perlu kita hayati kembali,” terang Haedar.
Karena itu, timpal Haedar, kebutuhan mendesak untuk kehidupan manusia abad 21 ini adalah sebuah sistem kehidupan yang teo-antroposentris dan antro-teosentris.
Dia menjelaskan, kehidupan manusia abad modern dan postmodern tidak cukup dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan menegasikan ketuhanan. Sebaliknya, juga tidak boleh kemudian hanya bertuhan tetapi melupakan dunia.
“Sungguh menjadi ketinggalan manakala kita kembali ke dunia teosentrisme yang anti kehidupan dunia, sebaliknya ke dunia humanisme-antroposentrisme yang sekuler dan agnostik atau ateistik,” ungkapnya.
Haedar juga berharap, khususnya kepada Agama Islam supaya menjadi agama pencerahan untuk membangun peradaban, yang melahirkan umat terbaik untuk mencerahkan semesta dan memajukannya. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News