Kesuksesan Dunia Untuk Menggilas Dakwah Profetik
Ilustrasi: pexels

*) Oleh: Dr Slamet Muliono Redjosari

Alquran mendeskripsikan secara detail bahwa manusia yang sukses dalam kehidupan dunia menjadi penopang untuk menggilas dakwah profetik.

Dengan kata lain, usaha untuk memadamkan cahaya Allah dilakukan oleh mereka hidup dalam kemewahan.

Pemuka kaum Nabi Nuh menentang dakwah Nabi Nuh dengan berbagai cara hingga Allah menenggelamkan mereka dan pengikutnya dengan banjir.

Demikian pula yang menimpa para pemuka kaum Tsamud yang menentang dakwah Nabi Saleh beserta pengikutnya dengan angin dingin.

Harta kekayaan yang terkumpul merupakan karunia Allah, namun dipergunakan untuk memadamkan dakwah para utusan Allah.

Allah pun meluluhlantakkan semua harta kekayaan, dan para pendukungnya yang ikut andil dalam memadamkan cahaya Allah.

Sinergi Kejahatan

Allah memberi karunia kepada hamba-hamba-Nya dengan berbagai keberhasilan duniawi. Di antara mereka menjadi saudagar kaya, pejabat penting, cendekiawan cerdas, penyair ulung, pengusaha ternama.

Alih-alih bersyukur dengan menopang dakwah, mereka justru menjadi manusia terdepan dalam menghadang dakwah rasul. Mereka menjadi tokoh penting dalam memperdebatkan untuk menolak ayat-ayat Allah.

Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menggerakkan orang untuk berbuat jahat dengan mempersekusi siapapun yang berupaya untuk terciptanya tatanan yang adil dan berkeadaban.

Orang-orang yang hidup dalam kemewahan menjadi penghalang utama para pejuang profetik yang mengajak masyarakat kokoh di atas jalan Allah. Al-Qur’an mendeskripsikan hal ini sebagaimana firman-Nya:

مَا يُجَا دِلُ فِيْۤ اٰيٰتِ اللّٰهِ اِلَّا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَلَا يَغْرُرْكَ تَقَلُّبُهُمْ فِى الْبِلَا دِ

“Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah kecuali orang-orang yang kafir. Karena itu, janganlah engkau (Muhammad) tertipu oleh keberhasilan usaha mereka di seluruh negeri.” (QS. Ghafir : 4)

Allah menunjukkan watak jahat orang-orang kaya ini yang lupa diri atas karunia Allah atas diri mereka, sehingga menolak campur tangan Allah atas keberhasilannya.

Keberadaan Allah mereka dustakan dan tidak sedikit di antara mereka yang tidak yakin adanya hari pertanggungjawaban.

Mereka menolak hari kebangkitan dengan menggunakan berbagai kecerdasan mereka. Semakin cerdas bukannya semakin mengakui keaagungan Allah, tetapi justru semakin menghilangkan eksistensi Allah.

Allah pun menunjukkan indikasi para penentang kebesaran Allah itu dengan keberhasilan duniawi.

Di antara mereka memiliki pengaruh terhadap kekuasaan, kedudukan yang kuat, harta yang banyak, keluarga besar, pengaruh yang luas, pengikut yang banyak, serta jaringan sosial yang baik.

Mereka adalah orang-orang yang sukses duniawi sehingga sangat mudah untuk melakukan penggalangan massa untuk meruntuhkan dakwah rasul.

Permusuhan Profetik

Permusuhan kepada dakwah profetik digalang oleh mereka yang memiliki kekayaan dan kekuatan. Mereka bersatu padu untuk melawan misi dakwah para rasul.

Berbagai tipu daya dilakukan, mulai dari membantah hingga melenyapkan cahaya kebenaran.

Kalau para utusan Allah mengajak umatnya untuk mengagungkan dan menyembah hanya kepada Allah, namun tradisi meminta doa kepada orang yang sudah mati justru membudaya.

Tradisi masyarakat yang mengagungkan berhala dan mengadukan berbagai nasibnya kepada kekuatan selain Allah juga merebak.

Ketika datang seorang rasul memberi peringatan akan bahaya mengagung tradisi memberhalakan sesuatu selain Allah, justru membangkitkan amarahnya sehingga bersepakat untuk meruntuhkan penjelasan utusan Allah.

Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :

كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوْحٍ وَّ الْاَ حْزَا بُ مِنْۢ بَعْدِهِمْ ۖ وَهَمَّتْ كُلُّ اُمَّةٍ بِۢرَسُوْلِهِمْ لِيَأْخُذُوْهُ وَجَا دَلُوْا بِا لْبَا طِلِ لِيُدْحِضُوْا بِهِ الْحَقَّ فَاَ خَذْتُهُمْ ۗ فَكَيْفَ كَا نَ عِقَا بِ

“Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang bersekutu setelah mereka telah mendustakan (rasul) dan setiap umat telah merencanakan (tipu daya) terhadap rasul mereka untuk membunuhnya dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran; karena itu Aku siksa mereka (dengan azab). Maka betapa (pedihnya) azab-Ku?” (QS. Ghafir : 5)

Alquran merekam pendustaan terhadap paparan dan penjelasan para rasul. Mereka memberi predikat dan stigma jahat kepada para rasul, mulai dari ingin memperoleh popularitas, mencari kedudukan, hingga tuduhan gila, tukang sihir dan kurang waras.

Apa yang dialami para rasul itu hampir sama, dimana mereka dilecehkan dan dihinakan serendah-rendahnya.

Kalau Nabi Nuh dituduh gila karena membuat kapal di saat musim kemarau, sementara mereka tidak sadar bahwa Allah akan menenggelamkan banjir karena kedustaan mereka.

Nabi Muhammad pun dianggap mengibul ketika diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa hingga naik ke Sidratul Muntaha (Langit Ketujuh) sampai pulang kembali Masjidil Haram dalam semalam.

Tudingan gila dan tukang ngibul dialamatkan kepada para rasul Allah dilakukan oleh masyarakat umum yang digerakkan orang-orang yang hidup dalam kemewahan.

Atas penghinaan dan pelecehan terhadap utusan-Nya, maka Allah pun tidak tinggal diam. Perlakuan menolak ajaran para rasul sama saja menolak perintah Allah.

Oleh karenanya, pantas apabila Allah menghinakan mereka dengan mendatangkan banjir, angin, badai, atau hantaman batu dari langit. Karena pendustaan terhadap rasul sama saja mendustakan Allah.

Pendustaan terhadap ajaran para rasul selalu dilakukan oleh orang-orang yang sukses secara duniawi.

Ironisnya, harta kekayaan yang merupakan karunia dari Allah, namun orang-orang yang sukses dunianya ini justru memanfaatkan kekayaannya untuk memadamkan cahaya Allah. Mereka ini layak disebut sebagai manusia yang menggilas dakwah profetik. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini