*) Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Konflik dan Tragedi Rempang terjadi tidak lepas dari hilangnya empati profetik dari para elite politik terhadap rakyat kecil.
Mereka begitu rakus terhadap duniawi hingga dengan semena-mena menggusur tanah warga yang tidak lain adalah warga negaranya sendiri.
Atas nama investasi untuk meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat, para elite negara mengerahkan segala kekuatan untuk menyingkirkan warganya yang telah lama hidup dalam ketenangan.
Alquran merekam tragedi seperti ini dan menunjukkan hilangnya kemanusiaan, dan berganti menjadi nafsu kebinatangan yang rakus ingin menikmati sendiri atas kekayaan yang mereka usahakan.
Allah pun membinasakan kekayaan yang diperoleh tanpa melibatkan rakyat miskin.
Keserakahan dan Penyingkiran Orang Miskin
Kalau di Rempang Batam terjadi pengosongan lahan atau pengusiran warga lokal dengan alasan ingin membangun kota yang akan menyejahterakan masyarakat.
Pengosongan lahan itu akan dibangun industri besar dan mendatangkan investor asing. Mereka berasumsi dengan membangun industri besar dengan harapan bisa menciptakan lapangan kerja yang sangat luas, namun mereka justru membenarkan penggusuran dan pengusiran warga pribumi.
Para elite yang melakukan penggusuran dengan harapan memperoleh kekayaan yang begitu besar. Mereka mengabaikan orang-orang yang dipandang tak memiliki kontribusi kepada negara.
Para elite memandang bahwa warga yang digusur tak memiliki harkat dan martabat sehingga layak disingkirkan.
Warga masyarakat dipandang kurang memberi manfaat bagi ekonomi negara, sehingga mereka layak diabaikan. Alquran merekam hal itu sebagaimana firman-Nya:
“Maka mereka pun berangkat sambil berbisik-bisik. “Pada hari ini jangan sampai ada orang miskin masuk ke dalam kebunmu. “Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya). (QS. Al-Qalam : 23-25)
Allah mendeskripsikan watak jahat para pemilik kebun yang sedang menyambut panen tanpa mau melibatkan orang-orang miskin.
Para pemilik modal ini merupakan tidak mau berbagi dan abai terhadap orang-orang yang kurang beruntung. Alih-alih berbagi, pemiliki kebun itu menunjukkan sikap kedengkian tanpa mau berbagi kegembiraan bersama orang yang kurang mampu.
Sebagai orang yang memiliki keberuntungan tidak ingin mengeluarkan sebagian hasil kebunnya untuk dibagikan kepada warga yang kurang mampu.
Sebagai orang yang sedang bergembira, karena panen kebun, tidak menunjukkan sikap empati dengan melibatkan orang-orang miskin dalam memanen.
Mereka justru berangkat pagi-pagi agar langkah-langkahnya tidak terendus orang-orang miskin. Begitu pelitnya mereka, hingga keberangkatannya ke kebun tidak diketahui orang lain.
Alquran membongkar watak rakus orang-orang kaya ini, yang berniat buruk dengan membiarkan orang-orang miskin hidup dalam serba keterbatasan.
Sebagai orang kaya, sangat bisa memberikan sebagian hasil panennya kepada warga miskin. Namun mereka sengaja tidak memberikannya dengan harapan hasil panennya maksimal, tak kurang apa pun.
Yang menimpa warga Rempang saat ini, tidak berbeda dengan warga miskin di mana mereka dipandang sebagai warga masyarakat yang tak memiliki harga diri.
Mereka tidak diperlakukan sebagai warga masyarakat yang bermartabat. Para pejabat dan orang-orang kaya tidak memiliki empati atas warga biasa ini. Warga masyarakat biasa ini diperlakukan semena-mena.
Mereka disuruh meninggalkan tanah kelahirannya, demi pembangunan ekonomi yang akan memberi manfaat bagi warga sekitar. Padahal mengusir warga sekitar, hakikatnya membunuh budaya dan kebiasaan mereka yang sudah berjalan secara turun temurun.
Bahkan para elite, dalam hal ini para pejabat, tanpa peduli merampas hak-hak warga sipil dan meminta mereka mengosongkan lahan ke tempat yang sudah mereka bangun.
Pemindahan ini tanpa memperhatikan konsekuensi dan dampak buruk dari para warga yang dipaksa meninggalkan kampung halamannya.
Tidak sedikit di antara mereka harus kehilangan saudara atau kerabat karena mati, atau sakit dan luka-luka karena ingin mempertahankan tanah kelahirannya dari penggusuran.
Menumbuhkan Empati
Keberadaan pemimpin diharapkan menjadi pelindung dan peduli terhadap rakyatnya. Sebagai kelompok masyarakat yang dipilih Allah seharusnya bertanggung jawab atas jaminan kehidupan dengan melindungi hak-haknya, tanpa melakukan kedzaliman kepada mereka.
Nabi Muhammad diperintahkan Allah untuk memiliki kesabaran untuk hidup bersama orang-orang yang kurang beruntung dalam hal ekonomi.
Terlebih lagi orang-orang miskin yang memiliki perhatian khusus untuk hidup dalam menjalani perintah Allah. Mereka meniti hidup penuh dengan kesederhanaan, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mencukupi hajat hidupnya.
Allah pun memerintahkan kepada nabi Muhammad untuk rela dengan penuh kerendahan mau peduli dan tak mengganggu kepentingan mereka, serta mau mengarahkan ibadah mereka dengan arahannya.
Allah pun memperingatkan rasul-Nya agar tidak silau terhadap godaan perhiasaan dan kekayaan duniawi, sehingga terlalaikan untuk mengingat Allah. Hal ini diabadikan Alquran sebagaimana firman-Nya:
“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.” (QS. Al-Kahf :Â Â 28)
Sebagai orang yang memiliki pengaruh besar, Nabi Muhammad diingatkan agar tidak mengikuti orang-orang yang memiliki orientasi dunia, sehingga hatinya lalai untuk mengingat Allah.
Ketika lalai mengingat Allah, bisa jadi tugas sebagai nabi akan hilang. Karena kekayaan memiliki kecenderungan akan lupa diri dan lalai terhadap aturan dan norma yang berlaku.
Apa yang terjadi di Rempang Batam, dimana elite dan pejabat negara begitu mudah melakukan penggusuran hingga menginstruksikan untuk menghilangkan nyawa kepada siapapun yang menghalangi proses pengosongan lahan.
Allah tidak akan membiarkan elite-elite yang hilang empati dan simpatinya pada orang yang lemah.
Orang lemah hanya bisa berdoa kepada Allah atas kezaliman yang dilakukan orang-orang yang hilang hati nuraninya yang memiliki orientasi duniawi. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News