Abdullah ibn Al Mubarak suatu hari berkata: “Aku akan mengerjakan perbuatan yang akan membuatku mulia.”
Ia lalu menuntut Ilmu hingga menjadi seorang yang alim. Waktu ia memasuki Kota Madinah, masyarakat berbondong-bondong menyambutnya.
Ibu suri raja yang kebetulan menyaksikan kejadian itu bertanya: “Siapakah orang yang datang ke kota kita ini?”
Stafnya menjawab:
“Ia adalah salah seorang ‘Ulama”.
Ia kemudian berkata kepada anaknya: “Perhatikanlah nak, bagaimana masyarakat berbondong-bondong mendatanginya.
Tidak seperti kita, jika menginginkan sesuatu harus memerintah seseorang dulu untuk melakukannya, untuk orang itu, lihatlah. “Mereka mendatanginya dengan sukarela”.
Abdullah ibn Al Mubarak sesungguhnya adalah anak seorang budak berkulit hitam bernama Mubarak. Budak ini betisnya kecil, bibirnya tebal dan telapak kakinya pecah-pecah. Walaupun demikian, ia adalah seorang yang sangat wara`. Kewara’annya ini akhirnya membuahkan anak yang saleh.
Dahulu, Mubarak bekerja sebagai penjaga kebun. Suatu hari tuannya datang ke kebun dan berkata: “Mubarak, petikkan aku anggur yang manis”.
Mubarak pergi sebentar lalu kembali membawa anggur dan menyerahkannya kepada tuannya.
Setelah makan anggur itu, tuannya berkata lagi: “Mubarak, anggur ini asam rasanya, tolong carikan yang manis”.
Mubarak lalu pergi dan kembali dengan anggur lain dan anggur itu dimakan oleh tuannya lagi.
Untuk yang kedua kalinya tuannya berkata dengan nada kesal: “Bagaimana kamu ini, aku suruh petik anggur yang manis, tapi lagi-lagi kamu memberiku anggur masam. Padahal kamu telah dua tahun bekerja dan tinggal di kebun ini!”.
Akhirnya Mubarak berkata: “Tuanku, aku tidak bisa membedakan anggur yang manis dengan yang masam, karena tuan mempekerjakan aku di kebun ini hanya sebagai penjaga”.
“Sejak tinggal di sini aku belum pernah merasakan sebutir anggur pun. Bagaimana mungkin aku dapat membedakan mana yang manis dan mana yang masam?”.
Tuannya tertegun mendengar jawaban Mubarak. Ia seakan-akan memikirkan sesuatu. Kemudian pulanglah ia ke rumah.
Pemilik kebun itu memiliki seorang anak gadis. Banyak pedagang kaya telah melamar anak gadisnya, tapi semuanya ditolak.
Sesampainya di rumah, ia berkata kepada istrinya: “Aku telah menemukan calon suami anak kita”.
Istrinya bertanya: “Siapa dia?”.
Suaminya menjawab: “Mubarak, budak yang menjaga kebun kita”.
Mendengar jawaban suaminya, maka istrinya marah dan berkata: “Bagaimana kamu ini?
Masa putri kita hendak kamu nikahkan dengan seorang budak hitam. Kalau pun kita rela, belum tentu anak kita mau menikah dengan budak itu!”.
“Coba saja sampaikan maksudku ini kepadanya. Aku sangat mengagumi akhlaknya dan aku lihat Mubarak sangat wara’ dan takut kepada Allah SWT”.
Kemudian sang istri pergi menemui anak gadisnya: “Ayahmu akan menikahkanmu dengan seorang budak kita yang bernama Mubarak! Ibu datang untuk meminta persetujuanmu.”
Sang anak pun berkata: “Ibu, jika kalian berdua telah rida, maka aku pun setuju. Siapakah yang mampu memperhatikanku lebih tulus daripada kedua orang tuaku? Lalu mengapa aku harus tidak setuju?”.
Sang ayah yang kaya raya itu kemudian menikahkan anak gadisnya dengan Mubarak. Dari pernikahan ini, lahirlah Abdullah bin Mubarak, seorang ulama yang wara’.
Subhanallah, inilah dampak makanan halal, yang pasti bisa membuat kehidupannya barakah, hingga kepada keturunannya.
Jangan berpikir bahwa orang yang baik itu mesti orang yang tampan dan yang berpakaian mewah, akan tetapi orang yang baik adalah orang yang bisa menjauhi maksiat, beramal saleh dan menuntut Ilmu dengan penuh adab, karena ilmu akan menuntun pemiliknya mencapai kemuliaan. (*/tim)