Makna Syahadat Muhammad adalah Utusan Allah
foto: mila okta safitri/pixabay
UM Surabaya

Makna dari syahadat ​“Muhammad adalah utusan Allah”​ adalah:

​1. Menaati apa yang diperintahkannya.​

​2. Membenarkan berita yang dikabarkannya.​

​3. Menjauhi apa yang beliau larang.​

​4. Tidak menyembah Allah kecuali dengan syari’at yang dibawanya.​

Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim rahimahullaah berkata:

“Telah jelas wajibnya menaati beliau dengan menjalankan apa yang ada di dalam Kitabullah dan sunah. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengaitkan antara ketaatan terhadap-Nya, dengan ketaatan terhadap beliau, di banyak tempat di dalam kitab-Nya.

Barang siapa yang bermaksiat terhadap beliau maka sungguh ia telah bermaksiat terhadap Allah. Barang siapa yang bermaksiat terhadap Allah, maka balasan baginya adalah neraka jahanam.”

Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam adalah seorang yang benar perkataannya lagi dibenarkan, orang yang Allah Ta’ala serahi kepercayaan atas wahyu-Nya.

Maka segala sesuatu yang beliau beritakan, adalah kebenaran dan kejujuran. Tidak ada kebohongan maupun penyelisihan janji.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan apa saja yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukumannya.” (Qs.Al Hasyr: 7)

Demikian pula Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda:

​“Apa saja yang aku perintahkan kepada kalian maka lakukanlah sesuai kemampuan kalian. Dan apa saja yang aku larang, maka jauhilah.”​ (HR Muslim dalam Sahih Muslim No. 1337].

Adapun peribadahan kepada Allah Ta’ala, haruslah dilakukan sesuai dengan syariat yang dibawa oleh beliau shallallaahu’alaihi wa sallam, bukan dengan hawa nafsu maupun kebid’ahan.

Karena sesungguhnya hukum asal dari ibadah adalah dikerjakan berdasarkan syari’at. Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda:

​“Seluruh bid’ah adalah kesesatan.”​ (Dari hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu dalam Sahih Muslim (no. 867) dan selainnya].

Inilah makna syahadat “Muhammad adalah utusan Allah” dari segi konsekuensinya. Tidak diragukan lagi bahwasanya syahadat tersebut menuntut adanya keimanan terhadap beliau, pembenaran terhadap berita yang beliau bawa, ketaatan terhadap perintahnya, dan berhenti dari perkara-perkara yang beliau larang.

Begitu pula pengagungan terhadap perintah dan larangan beliau, dan tidak mendahulukan perkataan seorang pun atas perkataan beliau.

Demikian pula, menjadi kemestian bagi seseorang yang mengucapkan syahadat ini, untuk menyertainya dengan amalan yang ditunjukkan oleh syahadat tersebut.

Perkataan dengan lisan tanpa dibarengi pengamalan perkara-perkara yang merupakan konsekuensi syahadat tersebut, menyebabkan orang tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai orang yang telah bersyahadat bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, sebagaimana perkataan seseorang “Laa ilaaha Illallaah”, tanpa dibarengi amalan yang menjadi konsekuensinya, menyebabkan dirinya bukanlah termasuk orang yang bersyahadat bahwasanya tidak ada ilah yang berhak untuk disembah selain Allah dengan sebenar-benarnya.

Oleh karena itu, hal pertama yang merupakan kewajiban bagi seorang manusia adalah mengetahui perkara ini dengan hatinya, dengan ilmu yang pasti, mengucapkannya dengan lisannya dengan lafaz syahadatain, dan beramal dengan apa yang menjadi konsekuensinya.

”Selesai kutipan perkataan beliau dari kitab Haasyiah Tsalatsatil Ushuul (hal. 78-79)”. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini