Dakwah Muhammadiyah ke Marjinal dan LGBT, Seperti Apa?
Kiai Tafsir (kiri) di Rakernas I Majelis Tabligh PP Muhammadiyah. foto: ist

Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah Dr Tafsir mengatakan, kelompok marjinal dan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) juga berhak masuk surga.

Dalam konteks dakwah, kelompok marjinal dan LGBT merupakan bagian dari realitas yang dihadapi oleh Agama Islam dan Muhammadiyah di masa sekarang.

Maka sudah menjadi keharusan bagi Muhammadiyah untuk merespons kelompok-kelompok tersebut.

“Kita menolak LGBT sebagai gaya hidup, tapi kita tidak boleh sia-sia (semena-mena) kepada orang yang menjadi korban dari LGBT. Kita memberantas kemiskinan tapi tidak boleh sia-sia kepada orang miskin. Ingat mereka tetap manusia yang punya hak surga seperti kita,” ujar Kiai Tafsir, panggilan karibnya, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Tabligh PP Muhammadiyah di Syariah Hotel Solo, Jumat (22/9/2023) .

Menurut Tafsir, Muhammadiyah memiliki visi al-irsyadah (petunjuk) untuk membimbing kehidupan manusia menjadi hidup yang maju dan bahagia di dunia dan akhirat. Sebab, paham keagamaan Muhammadiyah sejati menurutnya bersifat inklusif dan terbuka.

“Apalagi sesungguhnya surga jannatun naim itu menyapa semua orang, tidak pilih siapa pun, termasuk kaum marjinal,” tutur Tafsir.

Berangkat dari pemahaman tersebut, dakwah Muhammadiyah senantiasa mengajak, mendampingi kelompok-kelompok tersebut.

Kiai Tafsir menambahkan, surga tidak boleh dimonopoli oleh sekelompok orang saja. Oleh karenanya, perlu pendampingan intensif ke kelompok tersebut misalnya dalam urusan fikih ibadah.

“Maka pendampingan kita ke sana adalah bagaimana kita memperlakukan mereka sebagai manusia yang berhak masuk surga serta membimbing mereka memahami fikih dalam beribadah,” imbuh Tafsir.

Berkaca dari realitas sosial tersebut, Tafsir memandang bahwa berdakwah tidak cukup dengan memahami Alquran dan Hadis semata.

Melainkan juga budaya, ekonomi, sosial, politik, dan lainnya supaya dakwah yang dilakukan lebih efektif, efisien, dan berhasil.

“Jadi dakwah itu jangan hanya memahami ayat Alquran dan hadis saja, tapi dakwah pun harus memahami manusia. Kalau ingin dakwah berhasil, pahamilah manusianya,” pesan Tafsir.

Tafsir juga menjelaskan tentang makna purifikasi dari bingkai kacamata Muhammadiyah. Hematnya, purifikasi Muhammadiyah bukan tekstualitas.

Meski kembali kepada Alquran dan sunah, tetapi tetap membangun pikiran utama dengan pendekatan bayani, burhani, dan irfani.

Dia berharap mubalig Muhammadiyah senantiasa berada dalam koridor alam berpikir Muhammadiyah.

Selain itu, cerminan seseorang yang memiliki ketakwaan baik, sejatinya tidak berjarak dengan masyarakat.

“Tidak terseret arus dan justru berbuat kebaikan untuk mengentaskan masyarakat dari keburukan,” katanya. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini