Warisan Profetik dan Kekokohan Generasi

*) Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari

Tertanamnya kalimat tauhid merupakan karunia profetik paling agung sekaligus sebagai warisan terbaik dari Allah. Dikatakan warisan terbaik karena dengan warisan itu, akan menyelamatkan manusia dan menjaga dirinya dari musibah, baik di dunia maupun akhirat.

Oleh karenanya, mewariskan kalimat tauhid kepada keturunan layak diutamakan, daripada mewariskan harta kekayaan, yang justru akan menggelisahkan dan berpotensi besar menghancurkan agamanya di kemudian hari.

Nabi Ibrahim dalam hidupnya senantiasa berjuang menegakkan tauhid dan ketika menjelang ajal, mengingatkan anak-anaknya untuk berpegang teguh pada tauhid.

Nabi Yusuf juga demikian gigih menegakkan kalimat tauhid walaupun ketika berada di penjara. Buah kegigihan itu, Allah mengokohkan kedudukannya di negeri Mesir.
Ibrahim dan Spirit Tauhid

Islam akan tegak dan kokoh di atas nilai tauhid. Para rasul berjuang dengan gigih untuk mendakwahkan tauhid, meskipun harus menerima berbagai resiko.

Risiko menyebarkan dakwah tauhid di antaranya dimusuhi, dicaci maki, diusir, dan dibunuh oleh para penentangnya.

Warisan agung itu terus digelorakan para nabi dan rasul kepada generasi penerusnya hingga akhir hayatnya.

Nabi Ibrahim merupakan contoh seorang rasul yang berupaya untuk mengekalkan warisan itu kepada keturunannya. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

وَ جَعَلَهَا كَلِمَةًۢ بَا قِيَةً فِيْ عَقِبِهٖ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

“Dan (Ibrahim) menjadikan (kalimat tauhid) itu kalimat yang kekal pada keturunannya agar mereka kembali (kepada kalimat tauhid itu) .” (QS. Az-Zukhruf : 28)

Begitu gigihnya mewariskan tauhid, agar tidak hilang, beliau mengekalkannya dengan memperingatkan kepada keturunannya untuk melanjutkan kalimat tauhid itu kepada generasi selanjutnya.

Hal ini tercatat sebagaimana kesaksian Nabi Ya’kub yang mengingatkan wasiat agung yang pernah diwasiatkan nenek moyangnya (Nabi Ibrahim) kepada keturunannya.

Bahkan hal itu disampaikan ketika jelang kematiannya. Al-Qur’an menarasikan dengan baik sebagaimana firman-Nya :

اَمْ كُنْتُمْ شُهَدَآءَ اِذْ حَضَرَ يَعْقُوْبَ الْمَوْتُ ۙ اِذْ قَا لَ لِبَنِيْهِ مَا تَعْبُدُوْنَ مِنْۢ بَعْدِيْ ۗ قَا لُوْا نَعْبُدُ اِلٰهَكَ وَاِ لٰهَ اٰبَآئِكَ اِبْرٰهٖمَ وَاِ سْمٰعِيْلَ وَاِ سْحٰقَ اِلٰهًا وَّا حِدًا ۚ وَّنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ

“Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya’qub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”

Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, yaitu Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah : 133)

Sebagai warisan agung dan kekal, tauhid tidak boleh begitu saja dilalaikan. Karena generasi saat ini lebih banyak mewariskan harta kekayaan yang banyak daripada mewariskan kalimat yang kekal, yakni tauhid.

Kalimat tauhid akan mengarahkan manusia untuk berbuat baik dan senantiasa mengagungkan dan menyembah hanya kepada Allah.

Dengan demikian, tauhid merupakan warisan profetik senantiasa diutamakan dan diperjuangkan para rasul. Dengan tauhid yang kuat, mengokohkan kedudukan generasi yang melanjutkannya.

Buah dari mewariskan kalimat tauhid pada generasi berikutnya, telah mengharumkan nama mereka dan menjadikannya teladan dalam menempuh kehidupan bagi generasi-generasi berikutnya.

Nabi Yusuf di Penjara

Nabi Yusuf tercatat dalam sejarah sebagai manusia yang bisa eksis dengan tauhid yang kuat. Betapa tidak, dia bisa bertahan atas godaan besar yang dialaminya. Godaan besar itu datang dari seorang perempuan yang tertarik padanya.

Perempuan itu merencanakan untuk menundukkan dirinya dengan mengajaknya berbuat zina. Namun kekuatan tauhid yang bersinar dalam dirinya mampu menahan diri dari perzinaan.

Kemampuan menghindarkan dari perbuatan zina itulah yang membuat masa depannya gemilang.

Kekuatan tauhid yang tertanam dalam diri Nabi Yusuf terus digelorakan dan didakwahkan ketika di penjara. Beliau mendakwahkan tauhid kepada dua orang yang cukup dekat dengannya.

Nabi Yusuf mempertanyakan kepada dua orang itu dengan meyakinkan bahwa tuhan-tuhan yang bermacam-macam lebih lemah daripada Tuhan yang Esa. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

“Wahai kedua penghuni penjara! Manakah yang baik, Tuhan-Tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa, Maha Perkasa?” (QS. Yusuf : 39)

Penjara sebagian besar dihuni orang-orang yang melakukan tindakan kriminal, namun Nabi Yusuf sebagai sosok manusia yang menjadi korban kejahatan politik tetap mendakwahkan tauhid.

Hal ini menunjukkan kekokohan hati Nabi Yusuf untuk mengajak para penghuni penjara untuk mengagungkan Allah semata.

Apa yang diperjuangkan Nabi Yusuf dalam menggelorakan dakwah tauhid membuahkan hasil yang tidak pernah direncanakan sebelumnya.

Atas perjuangan menegakkan tauhid, Allah memberinya hadiah dan mengokohkan dirinya menjadi pembesar di Mesir.

Ketika Nabi Yusuf menduduki jabatan tertinggi itu menjadikan pengaruhnya sangat luas hingga bisa mempertemukan dirinya dengan keluarga besarnya.

Berpegang teguh pada nilai-nilai tauhid telah membuktikan kekokohan generasi. Apa yang dilakukan Nabi Ibrahim dan keturunannya untuk mewariskan tauhid terbukti telah melahirkan generasi-generasi yang menjadi buah bibir yang positif.

Dari jalur Nabi Ibrahim melahirkan Nabi Muhammad, lewat dari jalur Nabi Ismail. Sementara apa yang dilakukan oleh Nabi Yusuf dengan berpegang teguh pada tauhid dan mendakwahkannya secara istikamah saat di penjara, membuat dirinya memiliki kekuasaan yang kokoh hingga mempertemukan keluarganya yang sudah berpisah begitu lama. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini