*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
Masih banyak di antara kita (manusia) yang beranggapan ketakwaan atau kealiman seseorang terjadi karena nasab.
Seorang kiai akan menurunkan (generasi) anak juga kiai, ada juga beberapa yang seperti itu tetapi tidak mutlak. Artinya itu terjadi bukan karena nasab tetapi hasil dari pengaderan orang tua.
Jadi jangan bangga punya nasab kiai karena bukan nasab itu yang dapat menolongmu di hari akhir nanti.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Apabila sangkakala telah ditiup maka tidak ada lagi kebanggaan hubungan nasab di antara mereka ketika itu dan tidak pula mereka saling bertanya.” (QS. Al-Mu’minun: 101)
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun.” (QS. Luqman : 33)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barang siapa yang lamban amalnya maka kemuliaan nasabnya tidak dapat mengejarnya.”
(HR. Muslim 2669)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Siapa yang amalnya kurang maka ia tidak bisa mencapai kedudukan orang-orang yang serius beramal hanya karena punya kemuliaan nasab.
Maka tidak semestinya seseorang itu bersandar pada kemuliaan nasab dan kemuliaan nenek moyang sehingga dengan alasan itu dirinya lamban dalam beramal ketaatan.” (Syarh Shahih Muslim 17/21).
Allah telah menciptakan laki-laki dan wanita, menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal dan menyadari kekuasaan Allah Yang Maha Sempurna.
Bukan untuk saling berbangga meninggikan sukunya dan bangsanya satu dengan yang lain karena yang paling mulia di sisi Allah hanyalah yang paling bertakwa.
Allah Subhanallahu Wa Ta’ala berfirman :
“Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS. Al-Hujuraat : 13)
Dan yang namanya ketakwaan tidak mungkin dicapai kecuali dengan ilmu dan pemahaman yang benar.
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah menjelaskan, “Ketakwaan tidak akan diraih kecuali dengan amal dan amal tidak akan tegak kecuali di atas ilmu dan ittiba’ (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam), ilmu dan ittiba’ tidak akan bermanfaat kecuali dengan keikhlasan.” (Siyar A’lamin Nubala’ 4/601)
Dan ketika engkau tahu dan sadar bahwa nasab yang baik (tinggi) bukan jaminan akan memberimu pertolongan dan kemudahan bagimu kecuali amalanmu.
Perhatikan perintah-Nya sebagaimana firman-Nya:
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang orang yang beriman.”
(QS. Al-Anfal : 1)
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu.
Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia menang dengan kemenangan yang agung.” (QS. Al-Ahzab : 70-71)
“Barang siapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Allah jadikan dia faham dalam urusan agamanya.” (HR Bukhari Muslim)
Dan semoga itu adalah aku dan saudaraku. Aamiin.
Kebenaran milik Allah Subhanallahu Wa Ta’ala dan kesalahan adalah perbuatan manusia oleh karena itu apabila ada yang salah mohon dimaafkan. Barakallahu fiikum. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News