Ini Lima Syarat Perubahan Hukum dalam Islam
Syamsul Anwar. foto: ist
UM Surabaya

Seiring berjalannya waktu dan perubahan kondisi sosial, perubahan hukum menjadi sebuah mekanisme yang diperlukan untuk menjaga relevansi hukum syariah dengan realitas yang berkembang.

“Perubahan hukum adalah meninggalkan hukum selamanya menuju hukum yang baru. Kalau hanya sementara itu namanya rukhshah,” tutur Ketua PP Muhammadiyah Syamsul Anwar dalam Seminar Kajian Buku Fikih Akbar dan Uṣūl al-Fiqh di Kantor PWM DI Yogyakarta, Ahad (1/10/2023).

Perubahan hukum dalam Islam bukanlah sekadar peralihan sementara, tetapi merupakan tindakan yang meninggalkan hukum lama secara permanen menuju hukum yang baru.

Ini berarti bahwa perubahan hukum dalam Islam haruslah berdasarkan alasan hukum yang kuat yang mewajibkan perubahan tersebut.

Perubahan hukum ini terjadi setelah zaman Nabi Muhammad SAW dan melalui mekanisme ijtihad, yaitu proses pemikiran dan penelitian oleh para ulama untuk mencari pemahaman hukum yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan zaman yang berubah.

Syarat-Syarat Perubahan Hukum

Perubahan hukum dalam Islam bukanlah tindakan sembarangan, tetapi merupakan bagian integral dari evolusi hukum syariah yang selalu relevan dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan zaman.

Dalam menjaga kepatuhan terhadap nilai-nilai Islam, perubahan hukum adalah langkah penting menuju pemahaman yang lebih baik tentang ajaran agama.

Menurut Syamsul, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam proses perubahan hukum dalam Islam, di antaranya:

1. Ada Tuntutan Mendesak: Perubahan hukum harus didasari oleh tuntutan mendesak yang memerlukan adaptasi hukum terhadap perubahan situasi atau kebutuhan masyarakat.

2. Bukan Menyangkut Ibadah Mahdah: Perubahan hukum tidak berlaku untuk ibadah yang telah ditentukan secara khusus oleh agama.

3. Tidak Bersifat Qat‘i: Hukum yang diubah tidak boleh bersifat qat‘i, yaitu hukum yang memiliki dasar yang sangat kuat dan jelas dalam Al Quran atau Hadis.

4. Ketentuan Hukum Furuk: Perubahan hukum hanya berlaku untuk ketentuan hukum syar’i detail (furuk), bukan pada asas umum atau nilai dasar hukum Islam.

5. Berdasarkan Dalil Syar‘i: Ketentuan hukum yang baru hasil perubahan harus didasarkan pada dalil syar‘i, yaitu nash (teks) yang sah dari Al Quran atau Hadis yang dapat mendukung perubahan tersebut.

Dengan mematuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, perubahan hukum dapat membantu Islam tetap menjadi pedoman hidup yang relevan dalam berbagai aspek kehidupan. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini