*) Oleh: Sigit Subiantoro
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Kediri
Statusnya memang seorang suami, tapi tak beristri. Bukan duda. Ada sosok perempuan yang pernah mereka nikahi, tapi tidak banyak memberi makna.
Jauh dari kualitas Hajar, wanita itu tak dapat diandalkan mendidik anak-anak. Jauh dari sifat Khadijah, wanita itu entah di mana saat suami butuh menenangkan pikiran.
Jauh dari karakter Aisyah, wanita yang jadi ibunya anak-anak itu tak punya solusi dan tak bisa menjadi tempat bermesra. Jauh dari sifat Fathimah Ummu Abiha, wanita itu transaksional banyak mintanya daripada memberinya.
Maka para suami itu lebih nyaman dengan hobi dan mainan-mainannya. Curhatnya di secangkir kopi, kadang sampai pagi. Mereka merasakan, sama-sama menyeduh kopi, barista ternyata lebih ramah daripada yang di rumah.
Tapi bukan hanya itu saja. Yang lebih banyak lagi adalah istri-istri tak bersuami. Bukan janda. Ada sosok lelaki yang menikahinya dan masih halal, tapi tak banyak berguna.
Jauh dari kualitas Nabi Ibrahim yang visioner dan selalu terhubung dengan Allah. Lelaki itu nggak nyambung ngomong visi dan nggak layak dicontoh ibadahnya.
Jauh dari sifat Nabi Ya’qub yang terus mengasuh sampai penghujung usia, lelaki itu baru semenit berangkat kerja sudah lupa anak istrinya.
Jauh dari karakter Luqman yang nasihatnya mak jleb di hati, lelaki itu belum juga ngomong anak-anaknya sudah lari menghindar.
Ketika istri hendak berbagi cerita, lelaki halalnya itu tak mendekatkan telinganya. Ketika istri lelah, pria itu tak mengulurkan bahunya. Nggak ada romantis-romantisnya blas, karena nggak ngerti dan nggak mau belajar.
Maka, banyak istri lebih nyaman curhat sama tetangga, kelompok arisan, bahkan grup pengajian. Mungkin juga nyetatus di medsos, atau rebahan bersama drakor. Kalau kuota habis cuma bisa menggerutu sambil menyetrika dan melipat baju. Sendirian.
Jadi, banyak suami tak beristri dan banyak istri tak bersuami. Semoga bermanfaat. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News