Salah satu tantangan utama yang yang dihadapi industri keuangan Islam saat ini adalah perlunya mempertahankan identitasnya yang unik dan tidak sekadar mereplikasi produk keuangan konvensional.
Demikian pandangan Prof Habib Ahmed, Ketua bidang Hukum dan Keuangan Islam di Universitas Durham, Inggris, dalam acara Guest Lecture International Program for Islamic Economics and Finance, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat (29/9/2023).
“Saya pikir sangat penting adalah berkaitan dengan identitas keuangan Islam. Keuangan Islam sebenarnya harus diinterpretasi dengan baik tentang kepatuhan terhadap syariah,” ungkapnya.
Habib menekankan pentingnya mengkomunikasikan kepada masyarakat bahwa keuangan Islam mencerminkan nilai-nilai Islam yang mendalam dan menawarkan pilihan yang sesuai dengan ketentuan agama.
Seiring dengan perkembangan zaman, Profesor Ahmed berpendapat bahwa keuangan Islam harus berinovasi dan beradaptasi untuk memainkan peran yang lebih besar dalam pertumbuhan ekonomi global dan pemenuhan tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Kata dia, Keuangan Islam harus menjadi lebih dari sekadar produk finansial. Ia harus mencerminkan nilai-nilai Islam yang mendalam, terutama dalam konteks larangan terhadap riba (bunga).
“Keuangan Islam harus menjadi pilihan yang sesuai dengan kepatuhan agama dan juga menawarkan produk-produk dan layanan yang lebih baik secara keseluruhan,” tegasnya.
Di akhir materinya Habib menekankan tiga poin penting. Pertama, fokus pada inovasi makna kepatuhan terhadap syariah dengan memasukkan maqasid (tujuan) yang menciptakan nilai bagi klien.
Kedua, keuangan Islam harus dilihat sebagai upaya yang harus mencerminkan prinsip rahmatan lil alamin atau rahmat bagi seluruh alam.
Terakhir, inovasi dalam organisasi, produk, dan pemasaran/penjualan merupakan kunci untuk menceritakan kisah tentang literasi keuangan Islam. (*/ded)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News