Penghambaan Profetik: Penegakan Tauhid
foto: aljumuah.com

*) Oleh: Dr Slamet Muliono Redjosari

Rasul diutus untuk mengingatkan hakikat penciptaan jin dan manusia untuk melakukan penghambaan profetik. Penghambaan profetik itu sebagai refleksi atas penegakan tauhid.

Di sinilah makna penyembahan tunggal kepada Allah dan memalingkan dari apa pun selain-Nya. Namun kebanyakan manusia justru melakukan yang sebaliknya.

Hal inilah yang melahirkan berbagai penyembahan kepada selain Allah secara massif dan berkelanjutan.

Ketika pemberhalaan kepada selain Allah menguat inilah mereka menolak apapun dari utusan Allah yang datang memperingatkan bahaya kesyirikan itu.

Manusia Berakal: Bertauhid

Para Rasul mengajak kepada manusia untuk menghambakan dirinya secara utuh dengan melakukan penyembahan kepada Allah semata.

Rasul pun mengajak kaumnya dengan memfungsikan akal mereka untuk mau menerima ajakan mulia ini. Ajakan persuasif ini dilakukan karena manusia telah mendisfungsikan akal sehingga bertentangan dengan fitrah dirinya yang mengagungkan Allah.

Pengagungan kepada Allah merupakan perkara utama dalam penciptaan manusia dan jin ini agar melakukan penyembahan dan penghambaan diri secara total kepada yang menciptakan dirinya.

Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَا لْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat : 56)

Alquran mengingatkan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia mengalami penyimpangan, sehingga banyak didapati dua makhluk ini melakukan penyembahan kepada selain Allah.

Allah pun mengancam bahwa penyimpangan ini akan mengecewakan dirinya di kemudian hari. Karena segala perbuatannya mendatangkan dosa besar yang tidak diampuni-Nya. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَآءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِا للّٰهِ فَقَدِ افْتَـرٰۤى اِثْمًا عَظِيْمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki.

Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’ : 48)

Fenomena yang berkembang dan sulit dihentikan ketika manusia mengerahkan daya dan dananya bukan untuk mengagungkan Allah tetapi justru merendahkan-Nya.

Cara yang salah, dengan mengagungkan kepada selain Allah, justru menghilangkan nilai-nilai apa pun yang diperjuangkannya.

Mereka menyiapkan segala sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan mengeluarkan uang dengan niat sedekah.

Namun sedekah itu diperuntukkan kepada makhluk yang dianggap diyakini turut serta dalam mengubah nasibnya atau memperlancar kehidupannya.

Rezeki yang mengalir pada dirinya diyakini berasal dari ritual ibadah yang dilakukannya ketika berdoa di sisi hamba yang telah mati.

Dia meyakini bahwa ahli kubur itu orang saleh yang memiliki hubungan dekat dengan Allah. Mereka tanpa sadar bahwa apa yang mereka lakukan dengan sungguh-sungguh itu tidak ada nilai ketika di akhirat kelak.

Allah tidak menghitung sama sekali apa yang dilakukannya saat di dunia. Perbuatannya yang menjadikan orang saleh yang sudah mati sebagai perantara doanya kepada Allah justru mendatangkan murka Allah yang mengantarkan dirinya kepada neraka.

Allah lah yang memberi Rizki kepada manusia dan mereka pun tidak menolaknya. Bahkan mereka mengakui bahwa Sang pemilik langit dan bumilah yang memberi rezeki kepadanya. Hal ini diabadikan Alquran sebagaimana firman-Nya:

قُلْ مَنْ يَّرْزُقُكُمْ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ اَمَّنْ يَّمْلِكُ السَّمْعَ وَا لْاَ بْصَا رَ وَ مَنْ يُّخْرِجُ الْحَـيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَـيِّ وَمَنْ يُّدَبِّرُ الْاَ مْرَ ۗ فَسَيَـقُوْلُوْنَ اللّٰهُ ۚ فَقُلْ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ

“Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?”

Maka mereka akan menjawab, “Allah.” Maka katakanlah, “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?”” (QS. Yunus : 31)

Akal sehat mereka sebenarnya menerima argumen para Rasul. Namun karena keangkuhan merekalah yang membuat akal mereka tak berfungsi dengan baik, di mana mereka menolak ajakan Rasul untuk mengagungkan Allah sebagaimana mestinya.

Larangan Meminta kepada Perantara

Salah satu penyimpangan terjadi ketika mereka untuk menyembah hanya kepada Allah, mereka justru enggan melakukannya.

Ironisnya, mereka menciptakan “perantara” agar keinginannya bisa sampai tanpa harus meminta langsung kepada Allah.

Mereka meminta pertolongan dengan perantaraan jin, orang Shalih atau makhluk yang bisa menyampaikan hajatnya kepada Allah. Hal ini diabadikan Alquran sebagaimana firman-Nya:

اَ لَا لِلّٰهِ الدِّيْنُ الْخَا لِصُ ۗ وَا لَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖۤ اَوْلِيَآءَ ۘ مَا نَعْبُدُهُمْ اِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَاۤ اِلَى اللّٰهِ زُلْفٰى ۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِيْ مَا هُمْ فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ كٰذِبٌ كَفَّا رٌ

“Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.”

Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar : 3)

Allah pun menjelaskan kepada hamba-Nya melalui para rasul bahwa apa yang mereka sembah tidak bisa mendatangkan manfaat apa-apa kepada mereka.

Bahkan bencana pun tidak bisa mereka timpakan ketika membiarkannya. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

وَيَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُوْلُوْنَ هٰۤؤُلَآ ءِ شُفَعَآ ؤُنَا عِنْدَ اللّٰهِ ۗ قُلْ اَتُـنَـبِّــئُوْنَ اللّٰهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِى السَّمٰوٰتِ وَلَا فِى الْاَ رْضِ ۗ سُبْحٰنَهٗ وَتَعٰلٰى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ

“Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana kepada mereka dan tidak (pula) memberi manfaat, dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi syafaat kami di hadapan Allah.”

Katakanlah, “Apakah kamu akan memberi tahu kepada Allah sesuatu yang tidak diketahui-Nya apa yang di langit dan tidak (pula) yang di Bumi? Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan itu.” (QS. Yunus : 18)

Para Rasul meyakinkan mereka bahwa bencana yang muncul karena kesalahan mereka dalam beribadah. Mereka tidak mengagungkan dan menghambakan dirinya kepada Allah tetapi mereka justru meminta kepada makhluk atau benda-benda yang lemah dan rendah.

Makhluk yang lemah dan rendah itu justru butuh kepada Allah. Dengan kata lain penghambaan diri kepada Allah merupakan hakikat penegakan tauhid. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini