Tentu saja, di antara sebab-sebab yang harus kita lakukan untuk meraih husnul khotimah adalah dengan beramal saleh.
Namun ada sebab-sebab khusus yang memudahkan seseorang untuk meraih husnul khotimah, di antaranya adalah:
Mengingat kematian
Di antara hal yang dapat memudahkan seseorang meraih husnul khotimah adalah dengan mengingat kematian. Ini merupakan perkara yang tidak menyenangkan, karena jika kita ingat dengan kematian, seakan-akan kenikmatan yang kita rasakan berkurang.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan (yaitu kematian).”([5])
Barang kali setiap orang memiliki waktu untuk tertawa dan bergembira. Namun, setidaknya dia mempunyai waktu untuk mengingat kematian.
Bahkan, Nabi memerintahkan untuk memperbanyak mengingat kematian. Karena, apabila seseorang sering mengingat kematian, maka dia akan bersiap-siap untuk menghadapi kematian tersebut.
Orang yang seperti ini, sejatinya adalah orang yang paling cerdas. Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ditanya oleh seorang dari kaum Anshar:
فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ؟ قَالَ: أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا، وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ
“‘Siapa kah orang beriman yang paling cerdas?’ Beliau bersabda, ‘Orang yang paling banyak mengingat kematian dan orang yang paling baik persiapannya untuk bertemu dengan kematian, merekalah orang-orang yang cerdas’.” ([6])
Betapa sering kita lalai dari hal ini, karena kita tidak pernah memikirkan tentang kematian.
Barang siapa yang lupa dengan kematian, maka dia akan diberi ujian/dihukumi dengan tiga perkara, yaitu:
* Menunda-nunda tobat (تَسْوِيْفُ التَّوْبَة),
* Tidak puas dengan dunia dan meninggalkan sikap secukupnya (تَرْكُ الرِّضَى بِالْكَفَاف).
Dia berusaha mencari dunia sebanyak-sebanyaknya dan tidak pernah merasa puas, karena dia tidak pernah memikirkan tentang kematian.
Dia menginginkan mobil, rumah, penampilan dan segala kemewahan yang lainnya. Seandainya dia memperbanyak aset dengan berinfak di jalan Allah, tentu hal itu lebih baik.
Itulah dampak dari mengingat kematian. Apabila dia hanya memperbanyak aset-aset duniawi, memperbanyak tempat penyimpanan hartanya dan tidak pernah merasa cukup, maka hal itu menunjukkan bahwa dia tidak pernah memikirkan kematian.
Barang siapa yang mengingat kematian, pasti dia akan merasa cukup di dalam masalah duniawi yang telah diberikan kepadanya.
Akan tetapi, barang siapa yang tidak pernah memikirkan kematian, maka dia akan rakus dengan harta, mencari harta sebanyak-banyaknya dan tidak pernah berhenti.
*Malas beribadah (التَّكَاسُل فِي الْعِبَادَة). Barang siapa yang tidak mengetahui kapan dirinya akan dipanggil oleh Allah, maka dia akan senantiasa semangat dalam beribadah.([7])
Saat ini, kita berada di zaman yang membuat kita lalai dari kematian. Banyak sekali kesibukan dunia yang dikerjakan, tontonan-tontonan di media sosial, perencanaan pembangunan dan hal yang semisalnya.
Semua hal ini, apabila kita tidak mendampinginya dengan duduk di majelis ilmu, membaca Al-Quran dan nasihat, maka kita akan terbawa untuk terus mengejar dunia dan malas untuk beribadah dan hal yang semisalnya, disebabkan karena kita jarang mengingat tentang kematian.
Oleh karenanya, Nabi menganjurkan kita untuk berziarah kubur.
فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
“Berziarahlah ke kubur, karena sesungguhnya itu mengingatkan kematian.” ([8])
Hendaknya kita memiliki waktu untuk berziarah ke kubur. Masuk ke dalam area perkuburan, berdiri, lalu mengucapkan doa untuk penghuni kubur.
Lihatlah orang-orang yang berada di alam kubur, mereka dahulu saling berpacu dan bersaing dalam memperbanyak harta benda, meraih jabatan dan berbagai macam perbuatan lainnya, namun ujung pencarian mereka berakhir di alam kubur.
Sekarang kita masih diberikan kesempatan untuk hidup di dunia ini, sedangkan kita juga akan seperti dengan mereka yang berada di alam kubur.
Tatkala seseorang sering berziarah kubur dan mengingat kematian, maka dampak kebaikan yang akan didapatkannya adalah dia lebih banyak untuk menahan diri, dia merasa lebih cukup dengan apa yang telah dia miliki.
Di samping dia lebih bersemangat dalam beribadah kepada Allah, apabila dia melakukan kesalahan atau dosa, maka dia merasa takut dan segera bertobat kepada Allah.
Dia tidak menunda-nunda tobat hingga waktu yang akan datang, karena dia merasa tidak ada yang menjaminnya untuk hidup sampai hari esok.
Maka dari itu, hendaknya kita melazimkan diri dengan sering menghadiri majelis ilmu, berziarah kubur, dan menghadiri orang yang sedang menghadapi sakratulmaut, karena hal ini adalah di antara hal yang sangat memberikan kesembuhan hati dari penyakit-penyakit hati.
Hanya saja, Nabi memerintahkan untuk berziarah kubur, karena melihat orang yang sedang menghadapi sakratulmaut tidaklah mudah.
Akan tetapi, jika kita bisa bertemu dengan orang yang sedang menghadapi sakratulmaut dan bagaimana kondisinya, maka sejatinya itu bisa mempengaruhi iman kita, sehingga kita akan senantiasa ingat dengan kematian. (*/tim)
Footnote:
([5]) H.R. Tirmidzi no. 2307, hadits hasan sahih menurut Al-Albani
([6]) H.R. Ibnu Majah no. 4259 dan dihasankan oleh Al-Albani
([7]) Lihat: At-Tadzkirah bi Ahwalil Mauta wa Umuril Akhirah Li Al-Qurthubi 1/126
([8]) H.R. Muslim no. 976