Jangan Lupa Bersyukur atas Nikmat Allah meski Sedikit
foto: reuters
UM Surabaya

*) Oleh: Ferry Is Mirza DM

Setiap saat kita telah mendapatkan nikmat yang banyak dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, namun kadang kita terus merasa kurang, merasa sedikit nikmat yang Allah Ta’ala beri.

Allah Ta’ala beri kesehatan yang jika dibayar amatlah mahal. Allah Ta’ala beri umur panjang, yang kalau dibeli dengan seluruh harta kita pun tak akan sanggup membayarnya.

Namun demikianlah diri ini hanya menganggap harta saja sebagai nikmat, harta saja yang dianggap sebagai rezeki.

Padahal kesehatan, umur panjang, lebih dari itu adalah keimanan, semua adalah nikmat dari Allah Ta’ala yang luar biasa.

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan hadis ini sahih).

Bagaimana mungkin seseorang dapat mensyukuri rezeki yang banyak, rezeki yang sedikit dan tetap terus Allah beri sulit untuk disyukuri ? Bagaimana mau disyukuri ? Sadar akan nikmat tersebut saja mungkin tidak terbetik dalam hati.

Lalai dari Tiga Nikmat

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa nikmat itu ada 3 macam.

Pertama, adalah nikmat yang nampak di mata hamba.

Kedua, adalah nikmat yang diharapkan kehadirannya.

Ketiga, adalah nikmat yang tidak dirasakan.

Ibnul Qoyyim menceritakan bahwa ada seorang Arab menemui Amirul Mukminin Ar Rosyid. Orang itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin.

Semoga Allah senantiasa memberikanmu nikmat dan mengokohkanmu untuk mensyukurinya. Semoga Allah juga memberikan nikmat yang engkau harap- harap dengan engkau berprasangka baik pada-Nya dan kontinu dalam melakukan ketaatan pada-Nya.

Semoga Allah juga menampakkan nikmat yang ada padamu namun tidak engkau rasakan, semoga juga engkau mensyukurinya.” Ar Rosyid terkagum- kagum dengan ucapan orang ini.

Lantas beliau berkata, “Sungguh bagus pembagian nikmat menurutmu tadi.”
(Al Fawa’id, Ibnul Qayyim, terbitan, Darul ‘Aqidah, hal. 165-166)

Itulah nikmat yang sering kita lupakan. Kita mungkin hanya tahu berbagai nikmat yang ada di hadapan kita, semisal rumah yang mewah, motor yang bagus, gaji yang wah, dan sebagainya.

Begitu juga kita senantiasa mengharapkan nikmat lainnya semacam berharap agar tetap istikamah dalam agama ini, bahagia di masa mendatang, hidup berkecukupan nantinya. Namun, ada pula nikmat yang mungkin tidak kita rasakan, padahal itu juga nikmat.

Kesehatan Juga Nikmat

Bayangan kita barangkali, nikmat hanyalah uang, makanan dan harta mewah. Padahal kondisi sehat yang Allah beri dan waktu luang pun nikmat.

Bahkan untuk sehat jika kita bayar butuh biaya yang teramat mahal. Namun demikianlah nikmat yang satu ini sering kita lalaikan.

Dua nikmat ini sering kali dilalaikan oleh manusia –termasuk pula hamba yang faqir ini-. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari 6412)

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, ”Seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya juga sehat.

Barang siapa yang memiliki dua nikmat ini (yaitu waktu senggang dan nikmat sehat), hendaklah ia bersemangat, jangan sampai ia tertipu dengan meninggalkan syukur pada Allah atas nikmat yang diberikan.

Bersyukur adalah dengan melaksanakan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan Allah. Barang siapa yang luput dari syukur semacam ini, maka dialah yang tertipu.”
(Dinukil dari Fathul Bari, 11/230)

Syukuri yang Sedikit

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan hadis ini sahih)

Bagaimana mungkin seseorang dapat mensyukuri rezeki yang banyak, rezeki yang sedikit dan tetap terus Allah beri sulit untuk disyukuri ? Bagaimana mau disyukuri ? Sadar akan nikmat tersebut saja mungkin tidak terbetik dalam hati.

Itulah nikmat yang sering kita lupakan. Kita mungkin hanya tahu berbagai nikmat yang ada di hadapan kita, semisal rumah yang mewah, motor yang bagus, gaji yang wah, dan sebagainya.

Begitu juga kita senantiasa mengharapkan nikmat lainnya semacam berharap agar tetap istikamah dalam agama ini, bahagia di masa mendatang, hidup berkecukupan nantinya, dsb. Namun, ada pula nikmat yang mungkin tidak kita rasakan, padahal itu juga nikmat.

Tidak Identik dengan Uang

Andai kita dan seluruh manusia bersatu padu membuat daftar nikmat Allah, niscaya kita akan mendapati kesulitan.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan Dia telah memberimu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.

Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat lalim dan banyak mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34)

Bila semua yang ada pada kita, baik yang kita sadari atau tidak, adalah rezeki Allah tentu semuanya harus kita syukuri. Namun bagaimana mungkin kita dapat mensyukurinya bila ternyata mengakuinya sebagai nikmat atau rezeki saja tidak?

Saudarak,  kita pasti telah membaca dan memahami bahwa kunci utama langgengnya kenikmatan pada diri Anda ialah sikap syukur nikmat.

Dalam ayat suci Alquran yang barangkali kita pernah mendengarnya disebutkan,
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7).

Alih-alih mensyukuri nikmat, menyadarinya saja tidak. Bahkan dalam banyak kesempatan bukan hanya tidak menyadarinya, akan tetapi malah mengingkari dan mencelanya. Betapa sering kita mencela angin, panas matahari, hujan dan berbagai nikmat Allah lainnya ?

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Al Fudhail bin ‘Iyadh mengisahkan: “Pada suatu hari Nabi Dawud ‘alaihissalam berdoa kepada Allah: Ya Allah, bagaimana mungkin aku dapat mensyukuri nikmat-Mu, bila ternyata sikap syukur itu juga merupakan kenikmatan dari-Mu?

Allah menjawab doa Nabi Dawud ‘alaihissalam dengan berfirman: “Sekarang engkau benar-benar telah mensyukuri nikmat-Mu, yaitu ketika engkau telah menyadari bahwa segala nikmat adalah milikku.” (Dinukil dari Tafsir Ibnu Katsir)

Imam As Syafii berkata, “Segala puji hanya milik Allah yang satu saja dari nikmat-Nya tidak dapat disyukuri kecuali dengan menggunakan nikmat baru dari-Nya.

Dengan demikian nikmat baru tersebut pun harus disyukuri kembali, dan demikianlah seterusnya.” (Ar Risalah oleh Imam As Syafii)

Wajar bila Allah Ta’ala menjuluki manusia dengan sebutan “sangat lalim dan banyak mengingkari nikmat, sebagaimana disebutkan pada ayat di atas dan juga pada ayat berikut,

“Dan Dialah Allah yang telah menghidupkanmu, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (lagi), sesungguhnya manusia itu, benar- benar sering mengingkari nikmat.” (QS. Al Hajj: 66)

Artinya di sini, rezeki Allah amatlah banyak dan tidak selamanya identik dengan uang. Hujan itu pun rezeki, anak pun rezeki dan kesehatan pun rezeki dari Allah. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini