Penolakan Dakwah Profetik dan Stigma Buruk
Kisah Nabi Nuh. foto: umma.id

*) Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari

Para rasul mengalami penolakan ketika menyampaikan dakwah profetik, yakni dakwah tauhid. Mereka mengalami penolakan dan stigma buruk seperti sesat, kurang waras, hingga pembohong.

Nabi Nuh ketika mengajak masyarakatnya untuk meninggalkan sesembahan selain Allah, maka beliau mengalami tuduhan sebagai manusia sesat.

Dikatakan sesat karena kebanyakan masyarakat melakukan ritual penyembahan kepada berhala, namun Nabi Nuh justru melarangnya.

Apa yang dialami Nabi Hud juga demikian, di mana ketika mengajak kaumnya untuk meninggalkan penyembahan berhala hampir seluruh ketika mengajak kaumnya untuk menjauhkan diri dari mengagungkan manusia yang memiliki latar belakang kesalehan.

Demikian pula Nabi Hud dituduh sebagai kurang waras ketika berdakwah kepada kaumnya agar meninggalkan sesembahan selain Allah.

Tuduhan Sesat

Nabi Nuh merupakan sosok rasul yang gigih dan tangguh dalam menyampaikan dakwah tauhid.

Pesan profetik yang disampaikan agar kaumnya tidak menyembah kepada berhala yang mereka anggap sebagai pemberi kehidupan dan rizki.

Nabi Nuh melihat bahwa kaumnya melakukan penyimpangan dengan menyembah patung-patung yang diciptakan oleh pendahulunya.

Patung-patung itu awalnya merupakan orang-orang shalih yang taat kepada Allah. Mereka adalah Wadd, Suwa’a, Yaghuts, dan Nasr.

Mereka sangat taat dalam beribadah kepada Allah sehingga sangat dikenal masyarakat sebagai orang yang rajin beribadah dan memiliki keagungan.

Setelah keempat orang ini meninggal. Maka generasi pertama dari keturunan itu membuat gambar. Hal ini dilakukan untuk mengenang perilaku dan ketaatannya kepada Allah.

Generasi pertama ini ingin meniru akhlak dan budi pekertinya. Dengan melihat gambar itu, generasi ini termotivasi untuk senantiasa beribadah dan dekat kepada Allah.

Generasi kedua kemudian mengganti gambar itu dengan membuat patung keempat orang saleh tadi. Patung-patung itu menyerupai bentuk fisik keempat orang shalih itu.

Mereka pun berupaya seperti manusia yang dipatungkan itu. Mereka juga merasa dekat dengan Allah ketika berada di samping patung itu.

Generasi ketiga mulai muncul, namun terjadi pergeseran dalam memperlakukan patung-patung itu.

Generasi ketiga ini bukan lagi mengikuti tradisi generasi kedua, yang berupaya meniru perilaku ketaatannya, tetapi justru menjadikan perantara untuk menyampaikan hajat-hajat mereka kepada Allah.

Patung-patung ini diperlakukan sebagai makhluk yang bisa menyampaikan hajatnya kepada Allah. Mereka pun mulai mengagungkan patung-patung itu agar bisa dekat dengan Allah.

Ketika memasuki kepada generasi keempat terjadilah perubahan perilaku agama, dimana mereka menyembah patung-patung itu dan mengagungkannya.

Mereka bukan hanya mengagungkan tetapi meminta agar hajat-hajat mereka dikabulkan. Generasi keempat ini telah menyimpang jauh karena menganggap patung itu seperti Tuhan yang bisa segalanya.

Mereka pun berdoa dan meminta kepada patung itu untuk menyampaikan hajatnya.
Di saat itulah Allah mengutus Nabi Nuh untuk meluruskan cara beribadah yang mengalami penyimpangan yang sangat jauh.

Ketika Nabi Nuh menyampaikan hal itu, maka mereka pun menyematkan kepada Nabi Nuh sebagai orang yang sesat. Hal ini ditegaskan Allah sebagaiamana firman-Nya:

قَا لَ الْمَلَاُ مِنْ قَوْمِهٖۤ اِنَّا لَـنَرٰٮكَ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

“Pemuka-pemuka kaumnya berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-A’raf : 60)

Apa yang dituduhkan kaumnya kepada Nabi Nuh tidak membuatnya surut untuk berdakwah.

Namun kegigihan dalam berdakwah membuat kaumnya semakin keras dalam melakukan perlawanan.

Mereka bukan hanya menolak dakwah Nabi Nuh tetapi melakukan pencemoohan hingga pengusiran kepada utusan Allah.

Atas sikapnya yang keras kepala ini, maka Allah pun menenggelamkan mereka dengan bencana banjir, hingga menghilangkan generasi itu.

Tuduhan Kurang Waras

Apa yang dialami oleh Nabi Hud tidak berbeda dengan apa yang disampaikan Nabi Nuh. Nabi Hud mengajak kaumnya untuk mengagungkan dan menyembah hanya kepada Allah.

Kaumnya menyembah dan meminta kepada berhala, kaumnya diberikan karunia yang besar berupa kekuatan fisik yang amat tangguh.

Mereka hidup dalam kemewahan, dan memiliki skill (keahlian) yang memadai. Mereka memiliki rumah-rumah besar di pegunungan,dan bisa mengukir dan memahat batu untuk dijadikan sebagai tempat tinggi.

Kenikmatan Allah yang demikian besar ini, tidak membuat mereka menyembah Sang Maha Kuasa.

Mereka justru menyembah berhala hingga lupa untuk mengagungkan kepada Tuhan yang hakiki.

Para pemuka dan tokoh masyarakat menjadi penopang atas tradisi penyembahan kepada berhala itu.

Situasi seperti ini, Allah mengutus Nabi Hud untuk mengembalikan kepada penyembahan yang benar.

Alih-alih mendapat sambutan positif, Nabi Hud justru mendapatkan tuduhan sebagai manusia yang kurang waras atau gila. Hal ini diabadikan Alquran sebagaimana firman-Nya:

قَا لَ الْمَلَاُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَوْمِهٖۤ اِنَّا لَــنَرٰٮكَ فِيْ سَفَاهَةٍ وَّاِنَّا لَــنَظُنُّكَ مِنَ الْـكٰذِبِيْنَ

“Pemuka-pemuka orang-orang yang kafir dari kaumnya berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar kurang waras dan kami kira kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. Al-A’raf : 66)

Mengajak kepada penyembahan kepada Tuhan yang layak disembah, justru mendapatkan tuduhan sebagai manusia yang kurang waras.

Padahal apa yang dilakukan Nabi Hud sangat masuk akal, di mana Allah yang menciptakan dan memberi segalanya, maka layak untuk diagungkan dan disembah.

Yang kurang waras justru kaumnya, di mana mereka justru menyembah berhala (makhluk) yang lebih rendah kedudukannya daripada mereka. Manusia menyembah m=kepada berhala justru pantas sebagai makhluk kurang waras.

Apa yang dialami Nabi Nuh dan Nabi Hud merupakan konsekuensi dari para pendakwah nilai-nilai profetik, di mana ketika menyampaikan dakwah tauhid justru mendapatkan stigma buruk.

Padahal kaumnya lah yang layak disebut sesat dan kurang waras. Dikatakan sesat dan kurang waras, karena mereka mendapatkan karunia dan kenikmatan yang amat besar dari Allah, namun mereka justru mengagungkan dan menyembah patung dan berhala yang kedudukannya lebih rendah daripada diri mereka mereka. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini