*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
1. Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia (Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia).
Artinya: Kami, anak-anak Indonesia bersumpah bahwa kami memiliki satu darah, yaitu darah Indonesia dan bahwa kami berkomitmen untuk melindungi dan memperjuangkan tanah air Indonesia.
2. Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia (Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia).
Artinya: Kami, anak-anak Indonesia menyatakan bahwa kami adalah satu bangsa yaitu bangsa Indonesia dan bahwa kami bersatu untuk menggapai cita-cita bersama.
3. Kami poetra dan poetri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoeaan, bahasa Indonesia (Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia).
Artinya: Kami, anak-anak Indonesia berkomitmen untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang menyatukan kita semua.
Begitulah Ikrar Soempah Pemoeda 95 Tahun lalu. Bagaimana kini?
Saudaraku,
Saat ini ketidakadilan dan kezaliman makin nyata terasa. Terjadi di mana-mana, hampir dalam semua perkara. Dari mulai ketidakadilan dan kezaliman di bidang ekonomi hingga ketidakadilan dan kezaliman di bidang hukum.
Di bidang ekonomi, misalnya, selama ini sebagian besar sumber daya alam milik rakyat dikuasai hanya oleh segelintir orang. Terutama aseng dan asing.
Tentu karena dilegalkan oleh UU yang dibuat oleh rezim berkuasa. Sebaliknya, sebagian besar rakyat hanya menikmati sebagian kecilnya.
Orang-orang kaya diberi pengampunan pajak. Sebaliknya, orang-orang kecil terus dikejar-kejar tagihan pajak. Orang-orang kaya diistimewakan dengan pembebasan pajak atas mobil mewah.
Sebaliknya, orang-orang kecil malah makin dibebani oleh ragam dan jenis pungutan pajak. Termasuk wacana pajak sembako. Padahal jelas, sembako adalah kebutuhan dasar rakyat.
Saat ini saja, ketika daya beli masyarakat makin menurun, banyak yang kesulitan membeli sembako. Apalagi jika harga sembako naik sebagai konsekuensi pemberlakuan pajak sembako.
Saudaraku,
Yang paling kasat mata adalah ketidakadilan atau kezaliman di bidang hukum. Di dalam sistem sekular yang menerapkan hukum-hukum buatan manusia, termasuk di negeri ini, keadilan hukum menjadi semacam barang mewah.
Sulit dirasakan oleh rakyat kecil dan lemah. Keadilan hukum seolah hanya milik para pejabat dan mereka yang punya duit, tergantung siapa dan berapa
Di negeri ini rakyat kecil yang mencuri benda nilainya kecil beberapa rupiah saja bisa dijerat hukuman berat.
Sebaliknya, para pejabat yang punya kuasa atau mereka yang punya duit, meski korupsi miliaran hingga triliunan uang rakyat, melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, melanggengkan kekuasaan dengan politik dinasti bisa bebas melenggang dari jeratan hukuman.
Itulah pengadilan di dunia. Sebuah pengadilan semu, bahkan palsu. Pengadilan dunia sering menjadi alat untuk sekadar menghukum rakyat kecil.
Hukumannya pun tidak akan mampu menghapus dosa-dosa para kriminal. Para penegak hukumnya acapkali bermental bobrok. Tidak memiliki rasa takut kepada Allah Azza Wa Jalla, mudah dibeli.
Mereka gampang tergoda oleh rayuan harta, tahta, wanita dan kenikmatan dunia lainnya…
Saudaraku,
Ketidakadilan atau kezaliman adalah dosa besar. Kezaliman adalah musuh agama dan musuh umat. Bahkan Allah Azza wa Jalla telah mengharamkan kezaliman bagi Diri-Nya.
Karena itu, Allah Azza wa Jalla pun mengharamkan kezaliman antar sesama hambaNya. Di dalam hadits qudsi Allah Azza Wa Jalla berfirman:
“Wahai hamba- hambaKu ! Sungguh Aku telah mengharamkan kezaliman atas Diri-Ku. Aku pun telah mengharamkan kezaliman itu di antara kalian. Karena itu janganlah kalian saling menzalimi.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kaum Muslim akan besarnya bahaya kezaliman yang kelak akan dihadapi pelakunya pada hari kiamat.
“Kezaliman adalah kegelapan pada Hari Kiamat.” (HR. Bukhari Muslim)
Di antara kezaliman yang termasuk dosa besar adalah tidak memberlakukan hukum-hukum Allah Azza wa Jalla seraya memberlakukan hukum-hukum buatan manusia. Allah berfirman:
“Siapa saja yang tidak berhukum dengan wahyu yang telah Allah turunkan, mereka itulah orang-orang zalim.” (QS. al-Maidah: 45). (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News