Hidup yang tidak diperjuangan tidak pantas untuk dimenangkan. Termasuk berjuang dalam mencari ilmu. Prinsip tersebut dirasakan betul oleh Amanat Solikah, Mahasiswa Pendidikan Matematika UM Surabaya
Terlahir dalam lingkungan keluarga yang sederhana dan menghadapi berbagai keterbatasan, sosok perempuan ini tidak pernah berhenti berusaha meraih prestasi dan mengejar pendidikan tinggi hingga berhasil lulus dengan predikat Cumlaude.
Amanat, yang sering disapa oleh teman-temannya adalah anak keenam dari tujuh bersaudara, lahir dari pasangan Triono (63) dan Ngatining (63). Perjuangan mendapatkan pendidikan tinggi bukanlah hal yang mudah baginya, berbeda dengan teman-temannya. Ketika masih bersekolah, ia harus bersabar dan berbagi fasilitas belajar dengan dua saudaranya yang juga masih sekolah.
“Saya masih jelas mengenang masa di SMP, ketika saya harus berbagi kebutuhan sekolah dengan adik dan kakak yang juga masih bersekolah. Saat berangkat ke sekolah, saya harus mengayuh sepeda dan kadang-kadang menumpang bersama teman. Ini adalah rutinitas yang saya jalani dari SMP hingga saya lulus dari SMA,” ucap Amanat.
Kedua orang tua Amanat menjalani kehidupan sebagai pekerja serabutan, di mana mereka mengandalkan pekerjaan sementara yang seringkali tidak menentu dalam hal penghasilan. Meskipun menempuh pendidikan dasar (SD), keduanya tidak lulus di jenjang tersebut. Namun mereka mengerti akan pentingnya sebuah pendidikan. Hal itu terbukti semua anaknya bisa lulus sekolah bahkan hingga perguruan tinggi.
“Benar kedua orang tua tidak lulus dalam jenjang SD, namun beliau peduli akan sebuah pentingnya pendidikan. Terbukti bahwa semua anak-anaknya lulus SMP, SMA, hingga Sarjana,” ucap Amanat.
Peraih Beasiswa Bidikmisi
Masuk di perguruan tinggi merupakan impian semua anak, hal itupun dirasakan oleh Amanat. Sejak kelas 12 SMA, Amanat berusaha mencari beasiswa untuk masuk di perguruan tinggi. Beberapa seleksi ia ikuti, baik seleksi nasional melalui raport, ujian tulis, hingga mandiri. Berkali-kali ditolak oleh perguruan tinggi akhirnya Amanat mendaftar di kampus UMSurabaya. Perjalanannya pun tidak mudah, pada beasiswa gelombang I ia ditolak, dan akhirnya memberanikan diri mendaftar pada gelombang III akhirnya diterima.
Dengan keterbatasan ekonomi, sebisa mungkin ia dapat berkuliah dengan beasiswa. Proses pendaftaran di UMSurabaya yang harus membeli formulir seharga Rp350.000 kala itu harus mencari biaya sendiri dengan ikut kerja di sawah bersama tetangga.
“Setelah berkali-kali ditolak, akhirnya mendaftar di UMSurabaya di gelombang I dengan jalur beasiswa, sayangnya masih gagal lagi. Tidak lama menunggu akhirnya UM Surabaya membuka pendaftaran gelombang III jalur beasiswa Bidikmisi, akhirnya baru saya diterima,” tutur Amanat.
Wisudawan Segudang Prestasi
Selama berkuliah Amanat juga turut aktif dalam berbagai organisasi dan lomba baik regional, nasional, maupun internasional. Dengan mengikuti organisasi serta lomba dapat menambah pengalaman dan skill nya selama berkuliah. Deretan organisasi yang ia ikuti adalah Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah (IMM), Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika (HIMAPTIKA), Tapak Suci UMSurabaya, dan Organisasi Legislatif Mahasiswa (DPM).
Adapun lomba yang ia ikuti berupa lomba pencak silat dan menulis. Ia juga aktif menulis di berbagai sosial media baik lokal maupun nasional, tulisannya dapat ditemukan di berbagai website. Hal itu ia dapatkan dari pengalaman berorganisasi IMM untuk aktif dalam membaca, menulis, dan berdiskusi.
“Saya bisa membuktikan, dengan semangat yang kuat dan gigih dalam meraih impian tidak menyurutkan seorang anak desa untuk melanjutkan pendidikan tinggi meski keterbatasan ekonomi, karena hal-hal yang kita perjuangkan pantas untuk kita menangkan,”pungkas Amanat. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News