Mekanisme Alamiah Membuat Kita Sadar Diri
foto: seekersguidance.org

*)Oleh: Zainal Arifin,
Anggota KMM PDM Sampang

Pernahkah Anda merasa gundah, gelisah? Kehilangan arah ke mana langkah diayunkan? Lalu tiba-tiba menjadi kacau dan galau?

Hampir semua orang mengalami masa sulit. Ibarat air laut, hidup ini kadang-kadang naik, kadang kadang surut.

Ibarat samudera luas, kadang gelombangnya bergulung-gulung kadang berubah sangat tenang. Seperti juga roda yang selalu berputar, kadang hidup kita di atas, di lain waktu pindah ke bawah.

Lalu apa arti semua itu? Apakah hanyalah rutinitas? Atau hanya mekanisme alam yang tidak berarti apa apa?

Rahasia di balik semua itu banyak sekali. Yang paling mendasar di antaranya bahwa di balik ketetapan dan mekanisme alamiah itu ada hubungan ilahi (ta’alluq ilahiyah) antara kita dengan Allah SWT. Antara hamba dengan Sang Pencipta-Nya.

Esensi hubungan itu ialah munculnya kesadaran atas hakikat diri sebagai makhluk yang lemah dan Dialah Allah yang maha Perkasa dan Bijaksana.

Kita butuh pertolongan Allah SWT sedang Allah SWT tak butuh sedikit pun pertolongan kita, tidak butuh ketaatan dan kebaikan kita.

Namun kenyataannya, kitalah yang butuh hidayah, bimbingan dan rida Allah Swt. Tanpa ada rasa butuh kepada Allah kita akan lepas ikatan dengan Allah.

Dan kalau ini terjadi, maka keluarlah kita dari golongan makhluk Allah yang dapat mendudukkan diri secara proporsional dalam hidup ini. Karena sejatinya kita adalah makhluk Allah sekaligus hamba-Nya.

Apabila kita yakin bahwa kita benar-benar butuh kepada Allah, maka kita akan menyadari betapa petunjuk-petunjuk Allah merupakan rahmat dan cerminan kasih sayang-Nya kepada kita umat manusia.

Di samping akan merasakan bahwa kewajiban yang dibebankan kepada kita bukanlah merupakan beban, melainkan sebagai konsekuensi logis yang harus ditempuh manusia untuk mendapatkan rida Allah SWT.

Agama Islam yang meliputi aspek keyakinan, perkataan dan perbuatan/perilaku justru menjadi bukti akan sifat ar Rahman Allah yang senantiasa kita butuhkan di dunia ini.

Di akhirat kelak, Allah siapkan sifat ar Raahim bagi hamba-hamba-Nya yang menjalankan hidup di dunia dalam keridaan-Nya.

Allah SWT berfirman dalam surat Fatir Ayat 15:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ أَنتُمُ ٱلْفُقَرَآءُ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَٱللَّهُ هُوَ ٱلْغَنِىُّ ٱلْحَمِيدُ

“Hai manusia, kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.

Orang Beriman Siap dengan Seruan Allah dan Rasulnya

Sudah menjadi kewajiban dan kewajaran jika kita umat beriman, saat dipanggil kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya, Rasul menentukan hak-hak hidup bagi kita umat manusia, jawabnya tidak lain “sami’na wa atha’na”, kita telah mendengar dan akan menaatinya.

Dalam surat An-Nur Ayat 51, Allah berfirman:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا۟ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.

“Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Pada hakikatnya, aturan-aturan hidup yang datang dari Allah adalah untuk kepentingan manusia yang membutuhkan Allah, bukan kepentingan Allah.

Maka kita perlu bertanya pada diri sendiri: inginkah kita hidup bahagia, sejahtera? Apabila iya, tak ada jalan lain, kita harus menaati apa yang sudah menjadi petunjuk Allah untuk manusia, baik yang tercantum dalam al-Quran maupun hadits Rasulullah.

Dalam urusan rezeki manusia butuh Allah, sebagaimana firmanNya:

أَوَلَمْ يَرَوْا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَبْسُطُ ٱلرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu).

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman.” (Arrum : 37)

Tentang awal penciptaan dan keberlanjutan hidup, Allah berfirman,

أَمَّن يَبْدَؤُا۟ ٱلْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُۥ وَمَن يَرْزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ ۗ أَءِلَٰهٌ مَّعَ ٱللَّهِ ۚ قُلْ هَاتُوا۟ بُرْهَٰنَكُمْ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ

“Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi?

Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: “Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar”. (QS. AN Naml: 64)

Nash-nash di atas menegaskan bahwa tak ada ruang kehidupan yang bisa lepas dari kekuasaan Allah. Tak ada makhluk yang bisa lepas dari bergantung kepada Allah, tidak juga manusia.

Tetapi, tidak semua manusia menyadari hal itu, meski mungkin saja ia tahu. Gelombang fitnah dunia yang dahsyat telah banyak menghanyutkan mereka dari rel-rel yang semestinya.

Fitnah Syubhat dan Syahwat menggelincirkan kebanyakan manusia dari jalan fithrah yang sesungguhnya. Akibatnya sedikit dari manusia yang bersyukur. Sebagaimana firman Allah,

وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِىَ ٱلشَّكُورُ

“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS. Saba’: 13)

Wallahu A’lam bisshawab. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini